Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Tubuh Dinar menegang. Mendengar apa yang dikatakan Pak Arga, manik matanya melebar.
"Apa maksud Bapak?"
Pak Arga tersenyum, lebih tepat menyeringai. Ibu jarinya mengusap bibir ranum Dinar, membelainya. Gerakannya terhenti berganti dengan kekehan kecil.
"Bibirmu ini sangat lembut." Matanya masih menatap bibir ranum Dinar.
"Haruskah saya mencicipi lagi kayak semalam?"
Tangan Dinar menepis tangan Pak Arga. "Mas Vano ada di rumah, Dinar nggak mau Mas Vano salah paham sama kedekatan kita."
"Salah paham? Buat apa Vano salah paham?" Pak Arga menaikan alisnya sebelah. Dia masih menatap Dinar dengan tatapan nakal.
"Malam itu semua terjadi gitu aja. Semua cuman kesalah pahaman aja. Semua benar-benar di luar kendali Dinar juga."
"Tapi kamu menikmatinya, Dinar. Iya kan?" Tanyanya.
Dinar akan membuka mulut, namun, suara teriakan sang suami membuatnya terhenti.
"Nara! Kamu ngeliat barang Mas, sayang?! Kamu nyingkirkannya nggak?" Dinar menoleh kebelakang sejenak, sebelum kembali menatap mertuanya itu.
"Mas Vano manggil Dinar, Pak. Dinar permisi dulu." Segera mungkin Dinar pergi dari sana. Kenapa semua malah menjadi rumit?
Dinar memegang dadanya yang berdebar sejak tadi. Lalu menghembuskan napas lega. "Aku harus bersikap biasa aja, atau nanti Mas Vano ngerasa curiga."
Dinar pergi menuju ke kamar, untuk menemui suaminya. Suaminya terlihat bingung mencari sesuatu. Dinar lalu mendekatinya.
"Mas," Panggilnya dengan lembut.
Vano yang tengah mencari sesuatu, terhenti dan menoleh padanya. "Sayang, kamu nyimpan kotak punya Mas?"
"Kotak apa Mas?" Tanyanya bingung.
"Kotak coklat yang ada di bawah kasur. Kotaknya memang udah usang, tapi ada barang-barang Mas di sana."
"Kotak? Kayaknya Nara belum pernah ngeliatnya. Mas ingat terakhir kali naruhnya di mana?"
"Seingat ku di bawah kasur. Entah. Mungkin Mas yang lupa. Yaudah kalau gitu."
Dinar merasa penasaran dengan kotak yang Vano cari. Dia memberanikan diri bertanya pada suaminya. "Kotak apa yang Mas cari? Barangkali nanti kalau Nara nemuinya."
"Cuman tempat nyimpan barang lama."
"Nanti Nara coba carikan habis sarapan."
"Hmm, makasih ya, Sayang."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di meja makan. Seperti biasa, Dinar mengambil duduk di sebelah suaminya. Sementara Bapak mertuanya duduk di-hadapannya.
Biasanya saat makan bersama, Pak Arga duduk bersebelahan dengan Arin. Namun, karena putrinya itu tidak ada di rumah, kursi sebelahnya pun menjadi kosong.
Dinar mulai memberikan nasi kepada sang suami, tidak lupa memberikan lauk serta sayur padanya.
"Ini Mas."
"Makasih, Sayang." Setelah itu, barulah dia mengambilkan untuk Pak Arga.
"Terimakasih, untuk nasinya, Dinar." Dinar hanya menjawabnya dengan senyuman serta anggukan.
Pak Arga masih terus menatap wanita itu lekat, membuat Dinar sedikit tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan Pak Arga padanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ada yang mau Mas omongin sama kamu." Ujar Vano, seketika Dinar menghentikan aktifitasnya sejenak yang sedang melipat selimut.
Dinar menoleh. "Ada apa Mas? Apa ada suatu hal yang penting kali buat di omongin?" Vano terdiam sesaat.
"Kayaknya Mas mau pergi lagi." Dinar menghela napas pasrah. "Berapa lama kali ini, Mas?"
"Mas kurang tau,"
"Kapan mau berangkatnya, Mas.?"
"Mungkin besok."
"Apa harus banget secepat itu, Mas? Kamu baru aja baru pulang, dan Mas, harus ninggalin aku lagi?"
Vano mendekat dan menggenggam sang istri. Dia menatap Dinar dengan lekat, seolah meyakinkan Dinar. Perasaan Dinar dilema. Rasanya berat sekali menerimanya.
Vano tau, bahwa istrinya akan merasa sedih. Oleh karena itu, dia dengan berat hati menyampaikannya pada Dinar. Dia sangat berhati-hati tidak ingin membuat istrinya terluka.
"Mas minta maaf belum bisa nepatin ucapan Mas, dan Mas harus ninggalin kamu lagi dalam waktu yang dekat ini. Tapi gimana-pun ini kerjaan Mas. Kamu tau sendiri, kerjaan Mas kayak gimana. Waktunya nggak menentu, bisa sewaktu-waktu, sesuai sama kondisi di kapal. Bisa kapan pun Mas buat pergi."
...BERSAMBUNG,...
Dinar sll membayangkan sentuhan lembut pak arga sll memabukan dan sll ketagihan sentuhan mertuanya...
Pak arga sll memperlakukan dinar sangat so sweet dan romantis bingit dan sll nyaman berada di dekat pak arga....
lanjut thor..