NovelToon NovelToon
Menikah Kontrak Dengan Bos Mafia

Menikah Kontrak Dengan Bos Mafia

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Nikah Kontrak / Romansa / Roman-Angst Mafia / Pernikahan rahasia
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Absolute Rui

Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6: Bayangan Dari Masa Lalu

Malam di penthouse terasa lebih dingin dari biasanya. Hujan deras mengguyur kota, dan suara petir sesekali menggema. Elle duduk di sofa ruang tamu, masih mencoba memproses semua yang ia lihat malam sebelumnya. Bayangan Nichole yang mengarahkan pistol ke kepala seseorang terus berputar di benaknya, membuatnya sulit merasa nyaman.

Nichole muncul dari dapur dengan segelas anggur di tangan. Ia memandangi Elle yang termenung di sofa, kemudian berjalan mendekat. “Kau sudah makan malam?” tanyanya, suaranya terdengar lebih lembut dibandingkan biasanya.

Elle menggeleng. “Aku tidak terlalu lapar.”

Nichole duduk di sebelahnya, menyesap anggur perlahan. Ada keheningan yang terasa berat di antara mereka. Elle tidak tahu harus berkata apa, dan Nichole tampaknya tidak ingin memaksanya untuk bicara.

Tiba-tiba, suara bel pintu memecah keheningan. Elle menoleh ke arah pintu, sedikit terkejut. *Siapa yang datang malam-malam begini?* pikirnya.

Nichole berdiri, meletakkan gelas anggurnya di meja. “Tetap di sini,” perintahnya, kemudian berjalan ke arah pintu.

Namun, begitu Nichole membuka pintu, ekspresinya berubah. Wajah dinginnya mengeras, tetapi ada sedikit keterkejutan yang sulit disembunyikan.

“Selene?” gumam Nichole, nadanya datar tapi ada ketegangan yang jelas.

Seorang wanita cantik berdiri di ambang pintu. Rambut panjang hitamnya basah karena hujan, dan matanya yang tajam menatap langsung ke arah Nichole. Ia mengenakan mantel panjang berwarna merah, tubuhnya gemetar sedikit karena dingin.

“Kita perlu bicara, Nichole,” kata wanita itu tanpa basa-basi, suaranya tegas.

Nichole tidak segera menjawab. Ia menoleh ke arah Elle yang duduk di sofa, memandang mereka dengan tatapan bingung. “Bukan waktu yang tepat,” jawab Nichole akhirnya, suaranya dingin.

Selene mendesah, kemudian melangkah masuk tanpa diundang. “Aku tidak peduli apa kau sedang sibuk atau tidak. Ini penting.”

Elle merasa udara di ruangan itu berubah menjadi lebih tegang. Ia bangkit berdiri, merasa tidak nyaman dengan kehadiran wanita asing itu.

“Siapa dia?” tanya Elle pelan, matanya bergantian memandang Nichole dan Selene.

Selene menoleh, menatap Elle dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ada senyum tipis di wajahnya, tetapi senyum itu lebih menyerupai ejekan. “Kau tidak memberitahunya, Nichole? Aku Selene. Mantannya.”

Kata-kata itu seperti petir yang menyambar Elle. Ia menatap Nichole dengan mata melebar, mencari penjelasan.

Nichole menghela napas panjang, mengusap wajahnya dengan tangan. “Ini bukan urusanmu, Selene. Kau tidak seharusnya ada di sini.”

“Tapi aku ada di sini,” balas Selene tajam. “Dan aku punya alasan bagus untuk datang. Aku ingin tahu apa rencanamu dengan keluarga Moretti.”

Nama itu tidak berarti apa-apa bagi Elle, tetapi jelas itu memiliki arti penting bagi Nichole. Rahang pria itu mengeras, dan tatapannya berubah menjadi lebih gelap. “Bukan urusanmu,” jawabnya pendek.

“Oh, itu urusanku, Nichole,” kata Selene, melipat tangannya di dada. “Aku masih punya orang-orang di lapangan. Mereka bilang kau sedang merencanakan sesuatu. Apa kau lupa kita pernah bekerja sama? Aku tahu bagaimana caramu bermain.”

Nichole bergerak cepat, mendekati Selene hingga hanya ada jarak beberapa inci di antara mereka. “Dengar baik-baik, Selene. Masa lalu kita sudah selesai. Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apa pun padamu.”

Elle berdiri membeku di tempatnya, merasa seperti penonton dalam sebuah drama yang tidak ia pahami. Namun, rasa penasaran mulai merayap di pikirannya. Siapa sebenarnya Selene? Dan apa hubungannya dengan dunia Nichole yang gelap itu?

“Bagus sekali,” kata Selene sambil menyeringai. “Tapi, sepertinya aku datang di waktu yang buruk. Apakah dia,” ia menunjuk Elle dengan dagunya, “bagian dari permainan barumu?”

Nichole memandang Elle sejenak, kemudian kembali menatap Selene. “Dia tidak ada hubungannya dengan ini. Jangan coba-coba melibatkan dia.”

“Oh, jadi kau melindunginya?” Selene tertawa kecil. “Ini baru menarik. Tidak seperti Nichole yang kukenal.”

“Selene, keluar,” perintah Nichole, suaranya tajam seperti pisau.

Namun, Selene tidak bergerak. Sebaliknya, ia berbalik dan berjalan menuju sofa, duduk dengan santai seperti ia pemilik rumah ini. “Aku akan pergi setelah kita selesai bicara.”

Nichole mendesah berat, jelas kesabarannya sudah menipis. Ia menoleh ke arah Elle. “Elle, masuk ke kamar. Sekarang.”

“Tapi—”

“Elle,” potong Nichole, suaranya lebih tegas kali ini.

Elle menggigit bibirnya, merasa terpojok. Ia ingin tahu lebih banyak, tetapi tatapan Nichole tidak memberinya ruang untuk membantah. Dengan enggan, ia berjalan menuju kamarnya, tetapi sebelum menutup pintu, ia menyempatkan diri untuk mengintip dari celah kecil.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di ruang tamu, Nichole berdiri dengan tangan di pinggang, menatap Selene dengan ekspresi tidak sabar. “Katakan apa yang kau inginkan, Selene. Aku tidak punya waktu untuk permainan ini.”

Selene menghela napas, wajahnya yang tadi penuh ketegasan kini terlihat sedikit melunak. “Nichole, aku tidak datang untuk membuat masalah. Aku hanya... ingin memastikan kau tahu apa yang kau lakukan.”

Nichole menyipitkan matanya. “Aku selalu tahu apa yang kulakukan.”

“Tapi kali ini berbeda, bukan?” Selene berdiri, mendekati Nichole. “Aku melihat cara kau memandang gadis itu. Dia bukan bagian dari dunia kita, Nichole. Kau tahu itu. Kau akan membawanya ke kehancuran.”

“Itu bukan urusanmu,” jawab Nichole dingin. “Aku tahu apa risikonya.”

“Tapi apakah dia tahu?” Selene menantang. “Apakah dia tahu siapa kau sebenarnya? Apa kau sudah memberitahunya tentang semua hal yang kau lakukan? Tentang darah yang ada di tanganmu?”

Nichole terdiam, wajahnya tanpa ekspresi. Tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Selene tahu ia telah menyentuh titik sensitif.

“Dengar,” lanjut Selene dengan nada lebih lembut. “Aku bukan musuhmu, Nichole. Aku hanya ingin kau berpikir dua kali sebelum melibatkan seseorang seperti dia. Dunia kita tidak punya tempat untuk cinta, kau tahu itu.”

Nichole tidak menjawab. Ia hanya menatap Selene dengan mata dinginnya, kemudian berjalan ke pintu dan membukanya lebar-lebar. “Pergilah, Selene. Aku tidak butuh nasihat darimu.”

Selene menatapnya lama sebelum akhirnya menghela napas. “Baiklah. Tapi jangan bilang aku tidak pernah memperingatkanmu.”

Ia berjalan keluar tanpa berkata apa-apa lagi, meninggalkan Nichole berdiri sendirian di ambang pintu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di dalam kamar, Elle mundur dari pintu dengan hati yang berat. Ia tidak bisa mendengar seluruh percakapan mereka, tetapi dari apa yang ia lihat, jelas bahwa hubungan antara Nichole dan Selene jauh lebih rumit daripada yang ia duga.

Namun, satu hal yang paling mengganggunya adalah apa yang dikatakan Selene sebelum pergi: *Dunia kita tidak punya tempat untuk cinta.*

Elle tidak bisa menghilangkan kata-kata itu dari pikirannya. Apa benar tidak ada tempat untuk cinta di dunia Nichole? Dan jika itu benar, di mana posisinya dalam semua ini?

Hati Elle berdebar kencang, tetapi kali ini bukan karena ketakutan. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa ia tidak hanya takut pada Nichole—ia juga takut pada perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya.

Namun, sebelum ia sempat merenung lebih jauh, pintu kamarnya terbuka, dan Nichole masuk dengan wajah lelah. “Maafkan aku,” katanya pelan. “Aku tidak ingin kau melihat semua ini.”

Elle menatapnya, mencoba mencari kata-kata. Tetapi saat melihat mata Nichole, ia tahu bahwa pria itu juga sedang berjuang dengan perasaannya sendiri.

“Kau tidak perlu menjelaskan,” kata Elle akhirnya, suaranya bergetar. “Tapi aku ingin tahu satu hal. Apa kau benar-benar melibatkan aku karena kesalahan... atau karena sesuatu yang lebih?”

Nichole terdiam, menatapnya lama. Tetapi sebelum ia bisa menjawab, ia hanya berbisik, “Tidurlah, Elle. Kau aman di sini.”

Ia meninggalkan Elle sendirian, tetapi ketidakpastian yang ia tinggalkan jauh lebih besar daripada sebelumnya.

...To be Continued...

1
Sunarmi Narmi
Sampai sini aku pham kok tak ada kritik dn saran membangun..
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣
Bea Rdz
Ceritanya mengaduk-aduk perasaanku, jempol di atas👍
Regrater
Inilah kenapa saya suka baca, karena ada novel seperti ini!
Shinichi Kudo
Ga tahan nih, thor. Endingnya bikin kecut ati 😭.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!