Rere jatuh cinta pada pria buta misterius yang dia temui di Sekolah luar biasa. Ketika mereka menjalin hubungan, Rere mendapati bahwa dirinya tengah mengandung. Saat hendak memberitahu itu pada sang kekasih. Dia justru dicampakkan, namun disitulah Rere mengetahui bahwa kekasihnya adalah Putra Mahkota Suin Serigala.
Sialnya... bayi dalam Kandungan Rere tidak akan bertahan jika jauh dari Ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayi Dalam Ramalan
Bab 21 -
Malam telah menyelimuti wilayah Estyor dengan kegelapan yang tenang, hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang memantulkan sinarnya di permukaan danau yang sebelumnya bergolak. Putra Mahkota Arion, ditemani oleh Jenderal Kylen dan Calix, bergerak hati-hati menyusuri tepian danau. Patroli ini dilakukan untuk memastikan bahwa ancaman dari retakan dunia bawah benar-benar telah berlalu, meskipun perasaan tak nyaman masih menyelimuti mereka.
Arion berjalan dengan penuh waspada, matanya menyapu permukaan air yang tampak tenang, seolah tak pernah ada monster mengerikan yang muncul dari kedalamannya. Namun, ketenangan ini terasa ganjil, seolah ada sesuatu yang bersembunyi di bawah permukaan, menunggu saat yang tepat untuk kembali mengancam.
"Aimya begitu tenang, seolah tidak ada apa-apa yang pernah terjadi," gumam Jenderal Kylen, matanya menyipit saat mengamati danau. "Aku tidak suka ini. Sepertinya retakan itu menghilang, tapi... aku tidak yakin kita sudah sepenuhnya aman."
Arion mengangguk, merasakan hal yang sama. "Benar. Ketenangan ini terlalu mendadak. Retakan dunia bawah tidak mungkin hilang begitu saja. Kita harus tetap waspada."
Sementara mereka terus berpatroli, langkah kaki yang berat terdengar dari arah lain, dan mereka menoleh untuk melihat siapa yang datang. Tetua Josh De Estyor muncul, dengan wajah serius namun tidak bisa menyembunyikan rasa lega yang samar, la melangkah mendekati Arion dengan langkah mantap, tangannya menggenggam erat tongkat yang selalu ia bawa.
"Putra Mahkota," panggil Josh dengan nada tegas namun hormat, "saya datang untuk menyampaikan kekhawatiran saya. Namun, saya juga harus mengakui, sejak kedatangan Anda dan pasukan Anda, danau ini tampak... berbeda."
Arion menatap Josh dengan penuh perhatian. "Berbeda bagaimana, Tetua Josh?"
Josh berhenti sejenak, menatap permukaan danau yang kini tenang seperti cermin. "Sejak retakan pertama kali muncul, danau ini selalu tampak gelisah-aimya tidak pernah tenang, dan sering kali ada getaran yang terasa. Namun, setelah Anda tiba... segalanya berubah. Air danau ini kembali tenang, seolah-olah tidak pernah ada masalah."
Arion menoleh ke arah Jenderal Kylen dan Calix yang juga tampak bingung. "Apakah kau yakin retakan benar-benar menghilang?"
Josh mengangguk perlahan. "Saya tidak mengatakan retakan itu hilang, Putra Mahkota. Hanya saja, sesuatu yang terjadi setelah kedatangan Anda dan rombongan tampaknya membuat danau ini kembali seperti sediakala. Saya tidak tahu apakah ini pertanda baik atau buruk, tapi ini membuat saya khawatir."
Arion terdiam sejenak, memikirkan hal ini. Dia tahu betapa berbahayanya retakan dunia bawah, dan ketenangan yang tiba-tiba ini terasa terlalu tidak wajar. "Mungkin retakan ini masih ada, tapi sesuatu sedang menahannya. Kita tidak bisa lengah."
Jenderal Kylen menyela, suaranya rendah namun penuh keyakinan. "Sepertinya kita hanya menunggu saat yang tepat. Retakan mungkin belum hilang sepenuhnya, tapi ada sesuatu yang menahannya untuk saat ini. Kita harus tetap berjaga-jaga dan bersiap untuk kemungkinan terburuk."
Calix, yang berada sedikit di belakang mereka, mengamati dengan cermat situasi di sekitar, tapi tidak banyak bicara. Dia tahu saat seperti ini adalah saat di mana tidak ada ruang untuk kesalahan. Semua orang harus tetap fokus dan bersiap jika sesuatu yang lebih besar muncul dari balik ketenangan ini.
"Yang Mulia," lanjut Josh, menatap Arion dengan mata yang penuh pengalaman, "ini bukan pertama kalinya retakan seperti ini muncul, tapi kali ini terasa berbeda. Saya hanya berharap, apa pun yang terjadi selanjutnya, kita siap menghadapi apa pun yang datang dari dunia bawah."
Arion mengangguk dalam-dalam, memahami ketidakpastian yang dirasakan Josh. "Kita akan tetap waspada, Tetua. Aku tidak akan membiarkan kerajaan kita hancur oleh sesuatu yang kita tidak mengerti sepenuhnya."
Josh menatap danau yang tampak tenang sekali lagi, lalu menoleh kembali kepada Arion. "Saya percaya pada Anda, Putra Mahkota. Tapi saya juga tahu, ini baru permulaan dari sesuatu yang lebih besar."
Arion memandang danau itu, wajahnya penuh dengan tekad. Dia tahu bahwa ini bukan akhir, hanya ketenangan sementara sebelum badai besar datang. Sesuatu yang lebih besar sedang menunggu mereka, dan apa pun itu, Arion bersumpah bahwa dia akan melindungi orang-orang yang ia sayangi, tidak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya.
Malam itu, meskipun danau tampak tenang, hati setiap orang dipenuhi dengan rasa was-was. Retakan itu belum benar-benar hilang, dan mereka semua tahu bahwa ketenangan ini mungkin hanyalah jeda sementara sebelum ancaman yang lebih besar datang menghampiri.
Di dalam kamar yang sunyi, Rere duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi jendela yang menghadap ke danau Estyor. Malam itu, udara terasa dingin, tetapi pikirannya lebih tertuju pada informasi yang baru saja dia dengar. Lory, peri kecil yang sering menemani Rere, telah memberitahunya tentang sesuatu yang aneh. Danau yang sebelumnya bergejolak kini berubah menjadi tenang setelah kedatangan rombongan Putra Mahkota Arion.
"Ada sesuatu yang terjadi dengan danau itu, Rere," kata Lory, suaranya berbisik lembut sebelum ia kembali ke dalam kalungnya. "Air yang tenang sepertinya dipengaruhi oleh sesuatu, atau... seseorang.
Pikiran Rere semakin terguncang. Semakin lama la merenung, semakin kuat perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Lalu, tiba-tiba, dari dalam kalungnya, Undine, peri air yang setia menemaninya, muncul dengan perlahan, melayang di udara dengan cahaya biru lembut yang memancar dari tubuhnya.
"Rere, aku harus bicara denganmu," kata Undine dengan nada serius.
Rere menatap Undine, merasakan bahwa kata-katanya akan membawa sesuatu yang penting. "Ada apa, Undine?" tanya Rere, meski di dalam hatinya, dia sudah menduga ini tentang peristiwa di danau
Undine melayang lebih dekat, cahaya di sekelilingnya berpendar lembut. "Aku sudah mengamati air di danau itu, dan aku yakin ada hubungan antara perubahan di alam ini dengan bayi yang ada di dalam kandunganmu."
Rere terdiam, jantungnya berdegup kencang mendengar pernyataan Undine. "Apa maksudmu? Bayiku... mempengaruhi alam?"
Undine mengangguk pelan, suaranya penuh dengan kepastian.
"Bayi yang kau kandung memiliki mana yang sangat kuat, lebih kuat dari yang kita duga sebelumnya. Kekuatan yang ada dalam dirinya bukan hanya kekuatan biasa. Mana itu memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keseimbangan alam di sekitarnya. Itulah sebabnya air di danau menjadi tenang setelah kedatanganmu."
Rere memandang Undine dengan campuran rasa takjub dan kebingungan. "Jadi... mana dari bayi ini yang mengendalikan air di danau? Apakah ini terjadi karena dia?"
Undine tersenyum tipis, meskipun tatapannya menunjukkan betapa seriusnya situasi ini. "Bayi ini adalah bagian dari sesuatu yang besar, Rere. Mana yang dia miliki bukan hanya mana biasa. Dia terikat pada takdir yang besar, mungkin bahkan pada retakan dunia bawah itu sendiri. Itulah sebabnya pergerakan alam di sekitarnya bisa berubah. Air danau itu hanya merespons kekuatan yang dia bawa."
Rere menghela napas panjang, mencoba mencerna semua informasi ini. Bayi yang ada di dalam kandungannya bukanlah bayi biasa, dan fakta bahwa dia bisa mempengaruhi keseimbangan alam membuatnya semakin penasaran dan sekaligus cemas.
"Apa artinya semua ini, Undine?" tanya Rere pelan, suaranya dipenuhi kebingungan. "Apakah bayi ini akan... berbahaya?"
Undine menggeleng pelan. "Tidak, bukan berbahaya. Tapi dia akan membawa perubahan besar. Dia adalah bagian dari ramalan yang telah lama kami ketahui, ramalan tentang keseimbangan antara dunia kita dan dunia bawah. Dan kau, sebagai ibunya, juga bagian dari takdir itu."
Rere merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Takdir yang disebutkan Undine terasa begitu berat, seolah-olah beban yang dia bawa jauh lebih besar dari yang pernah dia bayangkan.
"Bayi ini," kata Undine dengan penuh perhatian, "adalah kunci bagi keseimbangan yang akan datang. Tapi kau harus berhati-hati, Rere. Tidak semua orang akan memahami kekuatan yang dia bawa."
Rere menunduk, matanya memandang perutnya yang kini terasa lebih hidup dari sebelumnya. Bayi ini-anak dari Arion dan dirinya-akan memainkan peran penting dalam nasib dunia.
"Jadi... apa yang harus aku lakukan?" tanya Rere, tatapannya penuh keraguan.
Undine mendekat, menenangkan Rere dengan suaranya yang lembut. "Kau harus tetap dekat dengan ayahnya. Hanya dengan begitu kekuatan bayi ini akan tetap seimbang. Itulah sebabnya aku tidak membiarkanmu menjauh dari Arion. Bayi ini butuh keberadaan ayahnya agar kekuatannya tetap terjaga."
Kata-kata Undine membuat segalanya lebih jelas. Rere sekarang mengerti mengapa dia harus tetap di sisi Arion, meskipun ada banyak hal yang belum terungkap. Bayi ini terikat pada takdir yang lebih besar dari apa yang dia bisa bayangkan, dan meskipun ia takut akan masa depan, ia juga tahu bahwa ia harus melindungi anaknya, apapun yang terjadi.
Malam itu, Rere tidak bisa tidur dengan tenang. Bayinya, anak yang membawa kekuatan besar, mungkin adalah kunci dari semua misteri yang melingkupi dunia mereka.
Malam telah larut, tetapi suasana di istana Taewon tidak seperti biasanya. Areum De Vorbest kembali datang dengan harapan bisa bertemu dengan Ratu Liliana, namun begitu tiba di istana, dia mendapati pemandangan yang membuat alisnya mengernyit. Para prajurit dan kesatria tampak tergopoh-gopoh, berjalan cepat dengan ekspresi tegang di wajah mereka, seolah-olah ada sesuatu yang mendesak sedang terjadi.
Areum berdiri di pintu gerbang utama, mengamati dengan seksama setiap pergerakan yang terjadi di dalam istana. "Apa yang sedang terjadi di sini?" gumamnya pelan, bertanya-tanya apakah ini ada hubungannya dengan retakan yang baru-baru ini muncul di wilayah Estyor.
Dia mendekati salah satu pelayan yang sedang lewat dan mencoba mendapatkan informasi, tapi pelayan itu tampak terlalu sibuk untuk menjawab dengan jelas. Mereka hanya menunduk hormat sebelum buru-buru melanjutkan tugas mereka, meninggalkan Areum dengan kebingungan.
"Kenapa semua orang terburu-buru seperti ini?" pikir Areum, matanya masih menyapu sekitar, mencari sosok Ratu Liliana. Namun, saat dia menanyakan keberadaan Ratu, seorang pelayan memberitahunya bahwa Ratu Liliana tidak ada di istana saat ini.
Areum mendengus, merasa sedikit frustrasi. "Tentu saja. Tidak ada saat aku benar-benar membutuhkannya," katanya pelan dengan nada kesal. Dia tidak bisa memahami kenapa semuanya seolah-olah berjalan di luar rencananya hari ini.
Namun, Areum bukanlah seseorang yang mudah menyerah. Dia tahu bahwa dia harus mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Ratu Liliana, dan lebih dari itu, dia harus membuat Ratu Liliana mendukungnya sebagai calon istri Arion. Rencana keluarganya-khususnya ayahnya, Robin De Vorbest-bergantung pada keberhasilannya.
"Besok," bisik Areum pada dirinya sendiri sambil melangkah keluar dari istana. "Besok aku harus memastikan bisa bertemu dengan Ratu. Aku akan menjadi anak anjing penurut jika perlu, asalkan Ratu mau menjodohkanku dengan Arion."
Areum tahu bahwa sikap rendah hati bukanlah sesuatu yang sering ia tunjukkan, tapi jika itu berarti bisa mendapatkan Arion dan mengamankan posisinya sebagai Putri Mahkota, dia akan melakukannya. Dia harus memastikan bahwa Ratu Liliana percaya bahwa dia adalah pilihan terbaik bagi Arion.
Sambil berjalan keluar istana, Areum menyusun rencananya. Dia akan kembali ke istana besok, kali ini dengan sikap yang lebih lembut dan penurut, memastikan bahwa Ratu Liliana melihatnya sebagai sosok yang sempurna untuk menjadi pendamping Putra Mahkota. Apa pun yang terjadi, dia tidak akan membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja.
Dengan tekad yang kuat, Areum berjanji pada dirinya sendiri, besok, dia
akan memastikan bahwa Ratu Liliana tidak punya pilihan lain selain menjodohkannya dengan Arion.
pliz jgn digantung ya ...
bikin penasaran kisah selanjutnya
apa yg dimaksud dgn setengah peri dan manusia? apakah rere?