Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Rangga semaput, menahankan rasa sakit yang amat sangat di alat vitalnya sambil tertatih tatih mencari keberadaan Nadira.
Dari segala jejak telah ia telusuri, namun keberadaan gadis itu tidak juga terlacak.
"Kemana perginya gadis jalang itu?", keluhnya sambil misuh misuh.
" Ada apa denganmu Rangga?"
Seorang pemuda tampan, teman dari Rangga yang berprofesi sebagai seorang Andrologi, melihat temannya itu dengan kening berkerut, heran.
Rangga gantian menatap Bima Anggara, nama temannya itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ada apa dengan kamu?", tanya Bima Anggara mengulang pertanyaannya karena Rangga cuma bengong saja.
" Apa kamu bisa dipercaya memegang rahasiaku?", tanya Rangga ragu.
"Terserah kamu bagaimana menilaiku, kita sudah berteman lebih dari sepuluh tahun.
Ku tentu paham bagaimana sifatku. Tapi jika kamu tidak yakin, ya sudah, aku tidak memaksa kamu untuk bercerita padaku!"
"Huuh..!"
Rangga menghembuskan nafasnya dengn berat.
Pandangannya kosong mengarah ke sembarang objek.
"Aku bingung dan aku juga sakit", cicitnya sedih.
" Ku kulihat, sehatnya kau! Apamu yang sakit?", tanya Bima Anggara tak percaya.
"Itulah, aku mau ngomong tapi aku takut".
" Ngomong sajalah! Apa sih susahnya?" kejar Bima.
"Begini ceritanya...!"
Lantas, meluncurlah cerita dari mulut Rangga tentang kejadian yang sudah menimpanya.
"Wah, berat Bro! Jika kamu laporkan gadis itu ke pihak yang berwajib, tentu petugas akan mengorek keterangan yang sejujur jujurnya dari kamu.
Lalu, apa kau sanggup mengatakannya? Dan bisa jadi mereka malah menjebakmu lalu kamulah yang menjadi tersangka.
Tapi sebelum itu, kebejatanmu akan menyebar kemana mana Tuan Rangga yang terhormat.
Nama baikmu akan hancur dalam sekejap, dan julukan penjahat kelamin akan melekat pada dirimu!"
Panjang lebar Bima mengatakan apa yang ada di pikirannya kepada Rangga.
"Jadi aku harus bagaimana Bima?", erang Rangga dalam rasa putus asa yang pekat.
" Lupakan gadis itu! Karena ia juga punya senjata untuk menghabisimu!
Lebih baik kita obati dulu benda pusakamu itu. Syukur syukur bisa disembuhkan.
Jika tidak, terimalah kenyataannya! Itu hukuman buat kejahatan kamu!"
"Bima, tolong sembuhkan aku! Aku juga mau menikah dan punya anak yang banyak.
Bagaimana aku bisa menikah jika si Jhoni ini berulah?", tanya Rangga dengan mimik yang menyedihkan.
" Datanglah besok ke tempat praktekku! Besok kita periksa dan kita lihat apa hasilnya.
Berdoalah banyak banyak, semoga semuanya baik baik saja!"
Mendengar penjelasan Bima, Rangga cuma menggelengkan kepalanya dan sibuk.menyesali perbuatannya pada gadis di tepi sungai itu.
"Oh ya, memangnya apa profesi gadis itu sehingga ia bisa menggunakan jarum suntik?"
Pertanyaan Bima memutus lamunan Rangga.
"Dia sedang menempuh pendidikkan di akademi perawat tingkat akhir!"
"Kamu bisa mendatangi kampusnya dan bertanya pada mereka tempat tinggal gadis itu".
" Sudah! Tapi gadis itu tidak ada di asramanya, dia pergi entah kemana", keluh Rangga lelah.
"Gadis pintar!", gumam Bima dengan senyum bertengger di sudut bibirnya.
Di dalam hatinya, Bima sibuk mencemooh temannya itu.
" Casanova kena batunya!"
Bima terus mentertawakan Rangga habis habisan.
"Besok, setelah jam istirahat, datanglah ke rumah sakit tempat aku bekerja, karena pada jam segitu biasanya tidak banyak pasien".
***
Keesokan harinya, pada waktu yang telah disepakati sebelumnya kedua pria dewasa itu bertemu.
Bima sebaga dokter Andrologi dan Rangga sebagai pasiennya.
Mereka duduk saling berhadapan dengan dipisahkan oleh sebuah meja kerja yang berukuran cukup besar.
" Naiklah ke tempat pemeriksaan, biar aku periksa masalahmu. Jangan lupa buka celanamu!"
Walau menahan malu setengah mati, Rangga mengikuti apa yang telah diperintahkan oleh Bima.
Untuk mengusir malunya, Rangga menutup matanya.
Lagi pula lampu sorot sangat menyilaukan pandangannya.
"Lihatlah Rangga, hasil kerja gadis itu! Kerusakan yang ditimbulkan akibat tusukkan benda tajam sudah mencederai saraf di sistem reproduksimu.
Ada luka sayatan, karena selain dicucuk, gadis itu juga menggeser jarumnya.
Dan lebih parahnya lagi ada cairan berbahaya yang disuntikkan ke tempat itu.
Nanti akan keperiksa cairan apa itu dan menentukan tindakan serta pengobatan yang harus kami/lakukan".
Mendengar omongan Bima, Rangga cuma melongo, karena ia tidak paham apa maksudnya.
Yang ia tahu, ia sudah cacat, karena organ vitalnya tidak.lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Ia pernah berkencan beberapa kali dengan wanita penghibur dan hasilnya si Jhoni tetap loyo, lumpuh layu.
Seganas atau sebringas apa pun lawannya menyerang, benda pusakanya itu tetap diam, tidak terbangun sedikit pun.
" Bima, tolong sembuhkan aku!", pinta Rangga memelas.
Harga diri seorang pria adalah kejantanannya. Jika keperkasaannya telah hilang, apa lagi yang bisa ia lakukan?
"Kau salah memilih lawan, Rangga! Betapa perempuan yang kau lecehkan itu bukan perempuan sembarangan, ia pasti perempuan tangguh. Terbukati ia begitu cermat mempersiapkan perlindungan diri, walau ia sudah ternoda, namun ia sukses melumpuhkan kamu,Rangga!"
Ujung bibir Bima terangkat sedikit, ia seperti mengejek pada Rangga.
"Jadi apa yang harus ku.lakukan Bima?", tanya Rangga putus asa.
Terbayang olehnya, betapa ayah dan ibunya yang sudah tua, sibuk menyuruhnya untuk segera menikah.
Dengan keadaan dia yang seperti ini, mana berani ia mendekati seorang perempuan yang akan dijadikan istrinya kelak.
" Mungkin operasi bisa menolongmu!", ucap Bima tidak yakin.
Sepanjang ia menggeluti profesinya sebagai dokter, baru kali ini ia menemukan kasus seperti ini.
"Tolonglah Bima! Lakukan apa pun yang menurutmu baik!"
Sekali lagi Rangga memohon penuh harap pada Bima.
Karena memang tidak lagi yang bisa dilakukan oleh Bima, ia meminta temannya itu untuk keluar dari ruangannya.
"Kau boleh pulang Rangga! Selanjutnya tunggulah kabar dariku!"
Setelah Rangga keluar dari ruangannya, Bima menarik nafas berat.
Sesungguhnya ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu Rangga.
Akibat yang ditimbulkan oleh tindakan siswi perawat itu sungguh fatal.
Dengan obat obatan atau pun tindakan operasi, paling paling hanya menyembuhkan luka fan membuang racunnya saja, namun tidak bisa mengembalikan fungsinya seperti semula.
Dengan kata lain, Rangga mengalami cacat permanen untuk.kesuburan dan kejantanannya.
"Ya Tuhan, bagaimana aku harus menyampaikan hal ini pada Rangga?
Melihat identitas perempuan yang menyerang Rangga, sepertinya aku tahu di mana letak kampus gadis itu.
Akan aku coba mencarinya, dimulai dari kampusnya", ucap Bima pada dirinya sendiri.
Sedangkan Rangga, meninggalkan ruang kerja Bima dengan langkah lesu.
Penyesalannya begitu dalam, bertubi tubi menghantam dinding jiwanya.
Ia masih ingat akan rasa nikmat yang ia dapatkan saat ia berhasil.menembus selaput dara gadis itu.
Begitu sempit dan sangat sulit ditembusnya, dan juga ia merasakan sebuah kenikmatan tiada tara yang tidak akan terlupakan seumur hidupnya.
Namun setelah itu ia harus membayar dengan harga yang sangat mahal.
Masa depannya yang suram, karena jika ia menua kelak, tak ada keluarga yang bakal menemaninya.