🔥Bocil dilarang mampir, dosa tanggung masing-masing 🔥
———
"Mendesah, Ruka!"
"El, lo gila! berhenti!!!" Ruka mendorong El yang menindihnya.
"lo istri gue, apa gue gak boleh pakek lo?"
"El.... kita gak sedekat ini, minggir!" Ruka mendorong tubuh El menjauh, namun kekuatan gadis itu tak bisa menandingi kekuatan El.
"MINGGIR ATAU GUE BUNUH LO!"
———
El Zio dan Haruka, dua manusia dengan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang terpaksa diikat dalam sebuah janji suci pernikahan.
Rumah tangga keduanya sangat jauh dari kata harmonis, bahkan Ruka tidak mau disentuh oleh suaminya yang merupakan Badboy dan ketua geng motor di sekolahnya. Sementara Ruka yang menjabat sebagai ketua Osis harus menjaga nama baiknya dan merahasiakan pernikahan yang lebih mirip dengan neraka itu.
Akankah pernikahan El dan Ruka baik-baik saja, atau malah berakhir di pengadilan agama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Sesampainya di Gramedia, Diego menyandarkan helm di jok motornya lalu berjalan santai di samping Ruka. Dia tampak begitu santai, meski sesekali mencuri pandang ke arah gadis di sebelahnya.
"Lo suka baca novel, kan?" tanyanya tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka. "Rekomendasiin gue dong novel yang bagus."
Ruka menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Emang lo suka baca novel?" tanyanya balik dengan nada skeptis.
Diego mengangguk, "Ya... mau nyoba, siapa tahu seru."
"Kalau gue sih sukanya novel horor. Tapi bukannya lo takut sama yang berbau mistis?" godanya dengan nada jahil.
Diego refleks menggaruk tengkuknya yang jelas tidak gatal, sebuah kebiasaan yang selalu muncul saat dia merasa gugup. "Dikit sih," akunya jujur.
"Tuh kan! Gue udah bilang, lo gak bakal kuat baca horor. Lebih baik lo baca novel romance aja, Di. Kalau gue yang rekomendasiin, berat. Favorit gue semua horor."
Diego tertawa pelan, matanya tak lepas dari wajah Ruka yang tampak ceria saat bicara tentang novel favoritnya. "Kalau gue baca romance, lo gak takut gue malah baper sama lo?"
"Diego!" seru Ruka, menyikut lengannya sambil mendengus kesal. "Serius dong! Gue lagi ngomongin rekomendasi buku."
"Oke, oke. Cariin yang bagus kalau gitu." pintanya sambil mendorong pintu masuk toko buku itu.
Mereka melangkah masuk ke toko, aroma khas buku baru segera menyambut mereka. Diego berjalan di sampingnya, tanpa sadar menciptakan sebuah kenyamanan yang diam-diam mulai merasuki hati Ruka.
Ruka gegas menuju rak novel. Tangannya menyusuri deretan buku, sesekali menarik satu untuk membaca sinopsisnya. "Lo tuh harus eksplor lebih banyak genre, Di. Masa baca novel horor aja takut."
"Ya maaf, gue kan lebih suka baca yang ringan," Diego membela diri sambil memperhatikan Ruka yang tampak serius memilih buku.
"Kalau gitu, lo baca ini aja." Ruka menarik sebuah novel dari rak dan menyerahkannya pada Diego. "Ini romance, tapi plotnya menarik. Gue yakin lo suka."
Diego menerima buku itu, membaca judulnya dengan alis sedikit terangkat. "Hmm... kayaknya asik. Lo udah baca ini?"
Ruka mengangguk sambil tersenyum tipis. "Udah. Gue baca pas SMP. Waktu itu buku ini bikin gue nangis seminggu."
"Wah, novel bisa sehebat itu?" Diego bertanya, menatap buku itu dengan rasa ingin tahu yang semakin besar.
Ruka mengangguk, "baca aja, nanti juga kebawa emosinya. Gak cuma sedih, ada greget-gregetnya gitu."
"Menarik," gumamnya, "karena udah bantu gue pilih novel, gue bayarin satu buku, bebas lo mau pilih yang mana."
"Baik banget sih, tapi gue lagi gak ada waktu buat baca novel, Di. Gimana kalau ganti traktirannya dengan es krim aja?"
"Setuju!"
Setelah memutuskan untuk membeli buku itu, mereka berjalan ke kasir. Diego tidak berhenti mengomentari selera baca Ruka sepanjang jalan, membuat suasana menjadi lebih santai. Setelah selesai membayar, Diego menatap Ruka sambil mengangkat kantong belanjaannya. "Thanks, ya. Lo bener-bener penyelamat gue hari ini. Mungkin kalau bukan lo, gue bakal beli komik lagi."
Ruka tersenyum kecil. "Ya udah, habis ini lo baca dulu bukunya. Kalau selesai, kasih tahu gue apa lo nangis atau enggak."
Diego tertawa lagi, tapi tatapan matanya tetap lembut saat memandang Ruka. "Deal. Tapi, kalau gue nangis, lo kudu traktir gue es krim."
"Loh kok gitu?"
"Iyalah, kan udah bikin gue nangis."
"Ah.. nyesel deh gue rekomendasiin novel sedih itu."
Diego terkekeh melihat ekspresi Ruka yang sedih tapi mengemaskan, tangannya terulur mencubit pipi bakpao gadis itu, "udah terlanjur, jadi siap-siap aja traktir gue es krim."
***
Setelah puas berkeliling Gramedia, Diego dan Ruka memutuskan untuk mampir ke sebuah kedai es krim kecil di dekat toko buku. Kedai itu sederhana tapi memiliki suasana yang hangat, dengan lampu kuning temaram dan meja-meja kayu yang tertata rapi.
Diego langsung memesan es krim rasa cokelat kesukaannya, sementara Ruka memilih rasa stroberi dengan tambahan topping choco chips. Mereka memilih duduk di pojokan, jauh dari keramaian.
"Lo udah lama suka horor, ya?" Diego membuka pembicaraan sambil menyendok es krimnya.
Ruka mengangguk sambil tersenyum kecil. "Sejak SMP, sih. Menurut gue, horor itu seru. Rasanya kayak diajak masuk ke dunia lain yang gelap tapi bikin penasaran."
Diego mengangkat alis. "Gue gak paham sih, apa serunya bikin diri sendiri takut. Gue lebih suka yang santai-santai, kayak komedi atau komik. Yang penting, gak bikin gue susah tidur."
Ruka terkekeh. "Makanya gue bilang tadi, lo gak bakal kuat kalau gue rekomendasiin novel horor."
"Mungkin suatu saat gue harus coba, tapi lo harus temenin gue bacanya. Kalau gue takut, gue bisa langsung protes ke lo."
Ruka menggeleng sambil mendengus, "Kayaknya gak bakal deh. Lo itu pengecut soal horor."
"Pengecut?!" Diego pura-pura tersinggung, meletakkan sendok es krimnya dengan dramatis. "Gue ini pemberani, tahu!"
"Iya, iya. Pemberani kalau nonton komedi," balas Ruka sambil tertawa.
Percakapan mereka mengalir ringan, penuh dengan tawa dan lelucon. Ruka mulai merasa lebih santai berada di dekat Diego, melupakan statusnya sebagai istri El.
Apalagi saat Diego menatapnya dengan senyum hangat itu, Ruka tak bisa membohongi dirinya sendiri. Bersamanya, dia merasa lebih ringan, lebih bebas, dan... lebih dihargai. Sore itu berakhir dengan rasa manis.
***
Namun, rasa manis itu tak bertahan lama. Ketika ia masuk ke rumah tatapan judes dari suaminya langsung menghujam jantungnya.
"Bahagia banget," sindir El.
"Iya dong, gue berhak bahagia." sahut Ruka sambil meletakkan sepatunya di rak.
"Cih, dia cowok lo?"
"Kenapa emang? Masalah buat lo? Enggak, kan?" Ruka berlalu melewati El yang berdiri di sebelahnya.
"Haruka!"
Ruka menghentikan langkahnya, tapi tidak langsung berbalik. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Suara El tadi terdengar lebih tajam dari biasanya, dan itu membuat hatinya sedikit berdebar.
"Apa lagi sih?" Ruka bertanya tanpa menoleh.
"Lo gak ngerasa aneh jalan-jalan sama cowok lain sementara status lo istri gue?"
Ruka berbalik, menatap El dengan ekspresi menantang. "Istri lo? Lo sendiri yang bilang kita ini cuma formalitas. Jadi, gue bebas ngelakuin apa yang gue mau."
El mendengus, "Formalitas bukan berarti lo bisa ngelupain batasan, Ruka."
"Lo cemburu?"
El tertawa kecil, "Cemburu sama cowok cupu kayak Diego? Enggak banget."
"Kalau gitu, gak usah urusin gue." Ruka berbalik lagi, hendak melangkah pergi. Tapi sebelum ia sempat meninggalkan ruangan, El menarik pergelangan tangannya.
"Dengerin gue dulu." Suara El lebih rendah sekarang, seperti berusaha menahan sesuatu.
"Elo yang harusnya dengerin gue!" potong Ruka, menarik tangannya dari genggaman El. "Gue mau jalan sama siapapun itu bukan urusan lo, El. Begitupun sama lo, gue gak akan peduli lo mau jalan sama cewek lain, bahkan tidur dengannya sekali pun. Gue gak akan marah."
"Setahun, cukup setahun kita bersandiwara, El. Setelah lulus sekolah, gue akan mengajukan gugatan cerai."
"Oke, jangan pernah jatuh cinta sama gue, Haruka!"
"Tenang aja, lo bukan tipe gue!" Final Ruka, melangkah cepat menuju kamarnya, meninggalkan El yang masih berdiri di tempatnya, dengan rahang mengeras dan tangan mengepal.
Bersambung...