Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2. Percikan Ditengah Reruntuhan
“Kau tidak akan bertahan lama jika hanya berdiri di sana.”
Suara itu membuat Kael menoleh. Di belakangnya, berdiri seorang wanita dengan rambut perak yang bersinar seperti cahaya bulan. Pakaian lusuh namun bercahaya yang ia kenakan membuatnya tampak seperti berasal dari dunia lain. Di tangan kanannya, ia memegang sebuah tongkat panjang dengan kristal bercahaya di ujungnya.
“Siapa kau?” Kael bertanya dengan nada gugup.
“Namaku Lysara,” jawabnya singkat. “Aku berasal dari dunia yang sekarang sudah mati. Dunia ini akan bernasib sama jika kita tidak segera bertindak.”
Kael mengerutkan dahi. “Apa maksudmu? Apa hubungan semua ini dengan proyek Nexus?”
Lysara menatapnya tajam, seperti melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia ketahui. “Jadi kau tahu tentang Nexus? Itu menjelaskan banyak hal. Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya, tapi dengar ini: dunia kita tidak seharusnya bertemu. Retakan itu bukan hanya bencana—itu panggilan.”
“Panggilan? Dari siapa?”
Lysara tidak sempat menjawab. Salah satu makhluk bercahaya tadi sudah memperhatikan mereka. Makhluk itu berbalik dengan gerakan tiba-tiba, matanya yang bercahaya biru terang terkunci pada mereka.
“Kita harus pergi sekarang!” seru Lysara, menarik lengan Kael.
Kael tersentak, tapi ia tidak punya waktu untuk protes. Bersama-sama, mereka berlari menuruni jalan yang penuh reruntuhan, menghindari makhluk-makhluk yang mulai mengejar mereka. Setiap kali makhluk itu memancarkan semburan energinya, Lysara mengangkat tongkatnya, menciptakan perisai energi yang menahan serangan tersebut.
“Apakah tongkat itu semacam teknologi?” tanya Kael sambil terus berlari.
“Sihir,” jawab Lysara singkat.
Kael hampir tersandung mendengar jawaban itu. Ia ingin membantahnya, tapi situasi ini tidak memberikan ruang untuk debat.
Setelah berlari tanpa henti, mereka sampai di sebuah gedung tua yang sebagian besar sudah runtuh. Lysara mendorong pintu yang setengah hancur, membawa mereka masuk ke dalam ruang bawah tanah yang gelap.
“Kita aman untuk sementara,” katanya sambil menyalakan kristal di tongkatnya, menerangi ruangan kecil itu.
Kael duduk di lantai, mencoba mengatur napas. “Kau bilang dunia kita tidak seharusnya bertemu. Lalu bagaimana ini bisa terjadi?”
Lysara menatapnya serius. “Karena seseorang mencoba memainkan peran sebagai dewa. Dunia kita, Orania, dihancurkan oleh eksperimen yang sama. Aku datang ke sini untuk memperingatkan kalian, tapi sudah terlambat. Portal itu sudah terbuka, dan sekarang kedua dunia ini terikat. Dan ketika dua dunia tidak bisa hidup berdampingan, hanya satu yang akan bertahan.”
Kael terdiam, pikirannya berputar-putar. Apakah ayahnya tahu ini semua akan terjadi? Apa hubungannya dengan kematian ayahnya?
Namun, sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, tanah di bawah mereka bergetar lagi. Lysara berdiri cepat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
“Mereka menemukan kita,” katanya.
Kael menatap Lysara dengan tekad baru. “Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan?”
Lysara mengangkat tongkatnya, dan kristal di ujungnya berkilau lebih terang. “Kita melawan, atau kita mati.”
Kael dan Lysara berlari keluar dari ruang bawah tanah, menuju lorong sempit yang hanya diterangi oleh kilau kristal di ujung tongkat Lysara. Setiap langkah mereka bergema dalam keheningan yang mencekam, sementara suara gemuruh dari luar semakin keras, menandakan kedekatan makhluk-makhluk bercahaya yang kini mengepung kawasan kota.
Kael merasa setiap serat tubuhnya tegang. Adrenalin mengalir deras, dan meskipun rasa takut meliputi dirinya, ada sesuatu yang lain—sebuah dorongan yang tidak bisa ia jelaskan. Sesuatu dalam dirinya merasa terhubung dengan dunia yang tengah berubah ini. Dunia yang, meskipun penuh kehancuran, juga menawarkan sebuah misteri yang belum terpecahkan.
Lysara bergerak cepat di depan, matanya tetap fokus ke depan, meski mereka tahu bahwa mereka dikejar. "Jangan berhenti," katanya, nadanya datar, namun penuh ketegasan.
"Ke mana kita akan pergi?" tanya Kael, hampir tersandung saat berlari.
Lysara tidak menoleh, tetapi suaranya tetap tenang. "Ada sebuah tempat, di luar kota. Sebuah tempat yang aman—untuk sementara."
"Tempat aman? Di tengah kekacauan ini?" Kael mengernyit, hampir tidak bisa mempercayai kata-katanya. Bagaimana mungkin ada tempat yang aman ketika seluruh dunia sudah runtuh?
Namun, ia tahu saat itu bukan waktu untuk bertanya lebih banyak. Mereka sampai di ujung jalan, dan di sana berdiri sebuah kendaraan besar, terlihat seperti sebuah alat transportasi militer, tetapi jauh lebih kuno dan memiliki elemen-elemen organik yang tidak bisa ia pahami. Kendaraan itu dipenuhi dengan orang-orang yang tampaknya sudah siap untuk berangkat.
Lysara langsung mendekat ke salah satu penumpang, seorang pria bertubuh besar dengan kulit hitam yang berkilau seperti batu obsidian. Kael mengenali pria itu sebagai salah satu penjaga yang dilatih di dunia Lysara.
“Kita harus pergi sekarang,” kata Lysara, suaranya tanpa emosi.
Pria itu mengangguk, membuka pintu kendaraan, dan memberi isyarat agar mereka naik. Kael melangkah ragu, namun Lysara sudah terlebih dahulu masuk, menariknya agar ikut. Begitu mereka berada di dalam, pintu kendaraan tertutup dengan cepat, dan mesin yang terdengar seperti desisan udara mulai hidup.
Di dalam kendaraan, Kael duduk di sebelah Lysara yang duduk dengan tenang, seolah-olah situasi ini bukanlah hal yang luar biasa. Di sekitar mereka, para penumpang lain—semuanya tampak seperti berasal dari dunia yang berbeda—berbicara dengan bahasa yang tidak Kael pahami. Beberapa mengenakan pakaian bersalut logam berkilauan, yang lain dengan jubah sederhana yang tampak kuno. Semuanya tampak siap untuk berperang.
Sementara kendaraan itu bergerak, Kael memandangi luar jendela. Di sana, reruntuhan kota Novaris semakin jauh, digantikan oleh padang luas yang dipenuhi oleh tanaman dengan akar bercahaya dan pohon-pohon besar yang tampaknya tidak berasal dari dunia ini. Begitu banyak hal yang tidak bisa ia jelaskan. Segalanya tampak asing, tapi juga familiar, seolah dunia ini adalah potongan puzzle yang hilang dari kehidupan sebelumnya.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan," kata Lysara, menatap Kael dengan tajam. "Dunia ini tidak seperti yang kau kenal. Tidak lagi. Dunia kita—Orania—sudah punah karena kesalahan manusia. Sekarang, dunia kalian akan menjalani nasib yang sama."
Kael menelan ludah, kata-kata Lysara terasa seperti cambuk yang menyentuh kesadarannya. Dunia yang dikenalnya sudah tidak ada lagi, dan yang tersisa adalah kegelapan yang tak terduga. "Tapi… bagaimana dengan mereka? Mereka yang masih hidup di kota?"
Lysara menghela napas. "Hanya sedikit yang akan selamat. Dunia kita sudah dilahap oleh dimensi lain. Yang tersisa hanyalah kehancuran, dan kalian akan merasakannya juga."
Kael menatap ke luar jendela, tak tahu harus berkata apa. Ia sudah melihat bagaimana bangunan-bangunan besar runtuh, bagaimana teknologi yang mereka banggakan selama bertahun-tahun menjadi tak berarti di hadapan kekuatan yang tak terdefinisikan. Tapi masih ada satu pertanyaan yang terus mengganggu pikirannya.
"Apa yang menyebabkan semua ini? Mengapa dunia kita harus bertemu? Apa tujuan sebenarnya dari eksperimen Nexus itu?"
Lysara diam sejenak, lalu menoleh kepadanya. "Tujuan Nexus bukan untuk menyatukan dunia kita dengan dunia kalian. Tujuan mereka adalah untuk mengeksplorasi energi tak terbatas yang ada di dalam dimensi lain. Tetapi mereka tidak memperhitungkan bahwa setiap dimensi itu terhubung, dan energi yang diambil dari satu dimensi akan merusak keseimbangan di dimensi lainnya."
Kael berusaha memahami apa yang baru saja dikatakannya, tetapi semakin banyak ia mendengar, semakin banyak juga kebingungannya. "Jadi, mereka… mereka membukakan portal ini dengan tujuan mengambil energi?"
"Ya. Dan mereka tidak pernah memperhitungkan konsekuensinya. Sekarang dunia kalian sudah terikat dengan dunia kami, dan dunia yang lebih besar—yang tak terlihat oleh mata manusia—akan mulai bangkit. Dimensi ini bukan satu-satunya yang akan terpengaruh. Ada dimensi lain yang lebih gelap, lebih tua, yang mulai membanjiri kedua dunia."
Suaranya mulai terdengar lebih berat. Kael menyadari bahwa ancaman yang mereka hadapi jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Mereka bukan hanya menghadapi teknologi yang rusak, atau makhluk asing dari dunia lain. Mereka menghadapi kekuatan yang berasal dari jauh di luar batas pemahaman mereka—sesuatu yang jauh lebih tua dan lebih kuat.
Setelah beberapa jam dalam perjalanan, kendaraan itu berhenti di sebuah kawasan hutan yang dikelilingi oleh gunung-gunung besar. Tempat ini tampak jauh lebih aman, jauh dari kehancuran kota. Di sini, tidak ada tanda-tanda retakan biru yang memecah langit.
Namun, Kael tahu bahwa kedamaian ini hanya sementara. Dunia yang baru saja dimulai ini akan mengubah segalanya.
Lysara turun dari kendaraan, diikuti oleh Kael. Mereka berjalan menuju sebuah tempat terbuka di tengah hutan, di mana sebuah bangunan besar berdiri—terlihat seperti sebuah benteng kuno yang berasal dari dunia yang jauh berbeda. Kael merasakan getaran energi yang kuat di dalamnya. Di sinilah mereka akan memulai langkah mereka untuk menghadapi dunia yang kini terikat oleh takdir yang lebih besar.
"Kau siap?" tanya Lysara.
Kael mengangguk, meski dalam hatinya, ada ketidakpastian. Tapi satu hal yang ia tahu: perjalanannya baru saja dimulai, dan apa pun yang terjadi, ia tidak bisa mundur.