Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang itu adalah..
Fendi menyerahkan map berisi data diri orang tersebut sudah begitu lengkap di sertai pula dengan foto yang semakin memperjelas.
Hesa meraihnya lalu membuka identitas orang yang mempunyai niat jahat kepadanya itu.
"Dia??!!!"
Hesa dan Naya sama-sama terkejut karena melihat nama dan juga foto orang yang mereka kenal.
"Ini?" Hesa menatap Fendi.
"Iya, gue juga baru tau kalau dia jadi dokter di sini setelah gue menemukan wanita yang bernama Mirna itu"
"Dokter Hana Mas?"
"Iya, padahal Mas merasa nggak pernah kenal sama dia"
"Dia itu adik satu almamater sama lo. Mungkin lo nggak terlalu memperhatikan Hana waktu kuliah. Terus wanita yang bernama Mirna itu adalah asisten rumah tangga yang dia minta untuk menyamar jadi pelayan di hotel"
"Tapi kenapa dia mau jebak gue? Ada masalah apa?"
"Malam itu, dia memesan kamar di hotel punya bokap lo. Jadi, mungkin kalau obat itu bereaksi, dia bisa bawa lo ke kamar hotel yang dia pesan. Tapi sayangnya lo udah keburu pergi dan justru melampiaskannya sama Naya"
"Jadi motifnya?"
"Hanya ada satu kemungkinan, dia suka sama lo!"
"Ngaco lo!" Hesa menyangkal dugaan dari Fendi. Dia menyandarkan tubuhnya ke belakang dan meletakkan tangannya di belakang badan Naya.
"Terus tujuannya apa coba? Sekarang, lo lihat tanggal berapa dia mengajukan resumenya ke sini?"
Hesa tampak mengingat-ingat tentang resume milik Hana yang dia lihat beberapa hari yang lalu.
"Kalau nggak salah sehari atau dua hari setelah seminar"
"Nah kan bener. Dia merasa rencananya gagal makanya dia masuk ke sini"
Naya menoleh pada Hesa yang ada di sampingnya.
"Apa Mas yakin kalau nggak kenal dokter Hana. Mungkin aja Mas lupa pernah kenal atau dekat sama dokter Hana"
"Mas yakin kalau Mas nggak kenal sama dia sayang!"
Fendi sampai melotot mendengar lagi panggilan Hesa pada Naya. Sahabatnya itu ternyata bisa manis juga pada wanita padahal dari dulu isi otaknya hanya belajar dan belajar sampai Fendi gerah sendiri melihatnya.
"Tapi kenapa dokter Hana melakukan itu?"
Naya tampak kecewa dengan Hana. Wanita itu terlihat baik dengan cara bicaranya yang manis dan selalu menunjukkan senyum di bibirnya. Tapi di balik itu semua, ternyata Hana yang ada di balik hancurnya hidup Naya waktu itu.
"Tapi sebenarnya apa yang terjadi tadi? Apa Hana benar-benar memintamu menulis resep itu?" Hesa jadi semakin yakin kalau mundurnya jadwal operasi adalah ulah Hana.
"Iya Mas. Naya juga nggak tau kenapa dokter Hana meminta itu sama Naya. Dokter Hana juga meminta Naya langsung menyerahkan resep itu ke bagian farmasi. Resepnya juga benar-benar Mas temukan di sana kan? Tapi kenapa dokter Hana masih saja mengelak dan menyalahkan ku?"
"Kamu benar sayang. Sebenarnya Mas juga tau kalau semua itu memang ulah Hana. Tapi karena dari bagian farmasi tak punya bukti apa-apa, jadi Mas nggak bisa mengambil tindakan tegas pada dokter Hana"
"Tunggu, sebenarnya ada apa? Apa yang di lakukan Hana?" Fandi tak paham apa yang Hesa dan Naya bicarakan.
"Tadi....." Hesa menceritakan apa yang Hana lakukan pada Naya.
"Wah jelas, kalau ini jelas dia suka sama lo Sa. Buktinya dia sengaja membuat Naya itu disalahkan oleh orang banyak, targetnya itu Naya!"
"Saya? Memangnya saya kenapa Pak Fandi?" Naya masih belum mengerti apa hubungannya dirinya dan dokter Hana. Kenapa dia yang menjadi sasaran Hana.
"Kalau dia benar-benar suka sama Hesa, itu tandanya dia cemburu sama kamu Naya. Dia menganggap bahwa kamu saingannya makanya dia menjadikan kamu sasarannya"
Naya mengerti sekarang. Tak heran jika dokter Hana menyukai Hesa sampai ingin mengajaknya. Pria seperti Hesa, seorang dokter tampan, berkarisma dan kaya. Tentu saja menjadi incaran banyak wanita termasuk Hana yang menggunakan cara kotor.
Melihat wajah Naya yang berubah cemas, Hesa langsung meraih tangan Naya. Menggenggamnya dengan erat dan mengusap punggung tangan Naya dengan jarinya.
Hesa ingin memberitahu Naya melalui sentuhannya itu kalau dia tidak mempunyai ketertarikan sedikitpun pada Hana.
"Terus sekarang gimana caranya cari bukti tentang apa yang dia lakukan itu. Atau gimana caranya gue tau kalau dia benar-benar ada tujuan lain dengan menjadi dokter di sini?" Tanya Hesa.
Fendi tampak berpikir. Dia juga belum bisa memastikan apa yang di lakukan Hana pada Hesa waktu itu akan masuk pasal apa. Karena apa yang direncanakan Hana telah gagal jadi mereka tak punya bukti.
"Caranya kita harus bisa ketemu sama Mirna. Dia kunci dari apa yang Hana lakukan. Tapi masalahnya adalah, Hana nggak pernah mengijinkan Mirna keluar dari rumahnya sama sekali sejak malam itu. Kalau cara lainnya, nanti gue pikirin. Sekarang gue mau ke ruangan istri gue yang paling cantik dulu" Fendi berdiri untuk meninggalkan ruangan Hesa.
"Dasar bucin!" Cibir Hesa.
Fendi merasa ucapan Hesa itu sedikit menyinggungnya. Pria yang sebentar lagi jadi Ayah itu menatap Hesa dengan senyum miringnya.
"Kayaknya lo butuh kaca segede gaban deh"
Hesa hanya mendelik mendapat serangan balik dari Fendi. Namun Fendi justru tertawa puas melihat reaksi Hesa itu.
"Emangnya buat apa kaca segede gaban Mas?" Tanya Naya dengan polos setelah Fendi keluar dari ruangannya.
"Fendi kalau di rumah emang suka kaca yang gede makanya dia mau beliin Mas kayaknya" Sahut Hesa dengan asal karena dia gemas sendiri dengan kepolosan istrinya.
"Tapi kan di kamar Mas udah ada kaca gede juga. Jadi buat apa?"
"Kamu polos banget sih Nay. Udah nggak usah pikirin omongannya Fendi" Hesa mengusap pucuk kepala Naya dengan gemas.
Lagi-lagi Hesa memang bisa membuat jantung Naya tidak sehat.
"Tapi Mas. Emm, masalah yang di ucapkan Pak Fendi tadi. Kalau dokter Hana memang suka sama Mas. Apa Mas mau mempertimbangkan dokter Hana?"
"Maksud kamu?" Hesa menatap Naya dengan serius.
"Maksudnya, dokter Hana itu kan cantik, pintar dan juga profesinya sama kaya Mas. Kalian berdua cocok yang satu cantik dan yang satunya lagi ganteng. Kalau Mas emang mau sama dokter Hana, nanti kalau anak kita lahir, Mas boleh kok melepaskan Naya"
Mungkin Naya memang sudah benar-benar jatuh cinta pada Hesa karena bibirnya berkata demikian namun hatinya terasa begitu sakit.
"Jadi menurut kamu Mas ini ganteng?" Hesa mengunci mata Naya.
"M-maksudnya, i-itu.." Naya kelimpungan sendiri karena ucapannya.
"Siapa yang bilang Mas mau sama dia? Siapa juga yang mau melepas kamu. Jangan aneh-aneh deh!!" Hesa menutup laptopnya. Dia marah dengan ucapan Naya namun dia berusaha untuk tetap tenang karena Hesa tau Naya sampai saat ini belum yakin dengan arah pernikahan mereka yang akan di bawa ke mana.
"Ayo ikut Mas aja!" Hesa mengambil jasnya lalu menuntun Naya keluar dari ruangannya.
"Mau ke mana Mas? Tadi katanya Mas masih ada kerjaan?" Naya berjalan di samping Hesa dengan tangan yang di genggam erat oleh suaminya itu.
"Kencan. Daripada kamu makin aneh-aneh di dalam sana"
"K-kecan?"
"Iya, kan kita udah pacaran. Nggak salah dong kencan sama pacar sendiri?"