Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.
Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.
Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan dengan Takdir
Hari-hari setelah pertemuan itu terasa berlalu lambat bagi Alyssa. Meskipun dia berusaha untuk menjalani rutinitasnya seperti biasa, pikirannya selalu kembali pada pertemuan dengan Arka. Dia merasa terjebak dalam labirin perasaan yang sulit dijelaskan. Antara harapan dan ketakutan, Alyssa merasakan beban yang semakin berat di pundaknya.
Sekolah masih berlangsung seperti biasanya, meskipun Alyssa merasa dunia di luar sana seolah tidak lagi berarti. Ia duduk di bangku belakang di kelas IPS, berusaha mendengarkan pelajaran dari guru. Namun, semua itu terasa hampa. Teman-temannya, Rani dan Amel, yang selalu ceria dan penuh semangat, mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu Alyssa.
"Hey, Alyssa! Kamu baik-baik saja? Sejak kapan kamu jadi pendiam begini?" tanya Rani dengan nada khawatir, matanya meneliti ekspresi Alyssa.
Alyssa memaksakan senyum, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit banyak pikiran." Jawabnya pelan, meskipun hatinya merasa berat.
Amel, yang duduk di samping Rani, menatap Alyssa dengan penasaran. "Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, kita di sini untuk mendengarkan. Teman-teman itu penting, lho."
Ketika bel sekolah berbunyi, Alyssa merasa lega bisa meninggalkan kelas sejenak. Dia menghabiskan waktu di perpustakaan, tempat di mana dia bisa melupakan sejenak semua masalah yang ada di kepalanya. Buku-buku adalah pelarian yang baik baginya. Namun, hari itu, pikirannya sulit untuk fokus. Dia membuka buku tanpa benar-benar membacanya.
Dengan pandangan kosong, Alyssa teringat kembali pertemuannya dengan Arka. Ia tidak bisa menghilangkan kenangan akan tatapan hangat dan senyum tulusnya. Namun, ada juga rasa khawatir yang menghantuinya. Arka adalah seorang pria dari keluarga kaya, dan Alyssa khawatir tentang perbedaan yang ada di antara mereka. Apakah dia akan diterima? Apakah dia bisa memenuhi harapan keluarganya?
Setelah jam sekolah berakhir, Alyssa pulang dengan hati yang masih bergetar. Di rumah, Ibu sudah menunggu dengan segudang pertanyaan. "Alyssa, bagaimana dengan persiapan pernikahanmu? Kapan kamu akan bertemu lagi dengan Arka?"
Alyssa menghela napas, "Ibu, aku... aku tidak tahu. Kami baru saja bertemu sekali. Rasanya terlalu cepat."
Ibu mengangguk, memahami ketidakpastian di hati putrinya. "Aku tahu ini semua terasa asing bagimu. Tapi ingat, ini juga demi kebaikan kita semua. Arka adalah pria yang baik. Keluarganya juga ingin membantu kita."
Setelah percakapan tersebut, Alyssa berusaha untuk lebih terbuka dan menerima kenyataan. Dia tahu, tidak ada jalan lain yang bisa dia ambil selain menjalani apa yang sudah ditentukan. Namun, hatinya masih dipenuhi oleh keraguan. Hari demi hari berlalu, dan rasa cemas mulai merayap ke dalam hidupnya.
Seminggu setelah pertemuan pertama, Alyssa kembali diundang untuk bertemu Arka. Keluarganya ingin mengadakan acara resmi untuk memperkenalkan Alyssa kepada kerabat dekat Arka. Dia merasa tertekan, tapi juga sedikit bersemangat. Mungkin ini adalah kesempatan untuk mengenal Arka lebih baik, dan mengatasi semua keraguannya.
Hari itu, Alyssa memilih gaun yang sederhana namun elegan, berusaha tampil percaya diri meskipun dia merasa cemas. Ketika tiba di rumah Arka, suasana terasa lebih hidup dibandingkan pertemuan pertama. Keluarga Arka telah menyiapkan berbagai hidangan lezat dan mengundang beberapa kerabat dekat. Alyssa merasakan campuran antara ketegangan dan rasa ingin tahunya.
Saat memasuki ruang tamu, Alyssa disambut oleh Arka yang sudah menunggu. "Selamat datang, Alyssa. Aku senang kamu bisa datang lagi," katanya dengan senyum lebar.
"Terima kasih, Arka," jawab Alyssa, merasakan kehangatan dari sambutannya.
Acara dimulai dengan perkenalan dari masing-masing keluarga, di mana Alyssa diharapkan untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang dirinya. Meski rasa cemas menyelimuti, dia berusaha untuk tampil baik. Arka tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan yang membuatnya sedikit lebih tenang.
Setelah beberapa waktu, suasana menjadi lebih santai. Alyssa mulai berbincang dengan beberapa kerabat Arka dan menemukan bahwa mereka semua sangat ramah. Saat berbincang, dia mulai merasakan kenyamanan yang sebelumnya tidak ia harapkan. Ternyata, ada kesamaan minat dengan beberapa dari mereka yang membuatnya merasa lebih diterima.
Namun, di tengah kesenangan itu, Alyssa tidak bisa menghindari perasaan bahwa semua ini adalah sebuah permainan. Meskipun ia merasa senang, ada ketidakpastian di dalam hati yang terus mengganggu. Ia masih merasa belum sepenuhnya mengenal Arka. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pernikahan ini adalah langkah yang tepat adalah dengan mengenal pria ini lebih dalam.
Saat acara berlanjut, Alyssa dan Arka terpisah untuk sejenak berbincang dengan tamu lain. Arka memperkenalkan Alyssa kepada sepupu-sepupunya dan berbagi cerita tentang masa kecilnya. Alyssa tidak bisa menahan senyumnya saat mendengarkan cerita lucu tentang Arka yang pernah terjatuh dari sepeda saat belajar mengendarainya. Cerita itu membuatnya merasa lebih dekat dengan Arka, dan untuk pertama kalinya, dia merasa nyaman berada di sisinya.
Namun, saat mata mereka bertemu, Alyssa merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa nyaman. Ada ketegangan di antara mereka, sesuatu yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Momen itu terasa intim, dan Alyssa tahu bahwa dia tidak bisa terus-menerus menutupi perasaannya. "Arka," katanya, suaranya bergetar. "Kita perlu berbicara lebih serius."
Arka mengangguk, memahami. "Ya, aku tahu. Mari kita pergi ke taman belakang. Di sana lebih tenang."
Mereka melangkah keluar, menuju taman yang indah dengan bunga-bunga berwarna cerah. Ketika mereka duduk di bangku taman, Alyssa merasakan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan. "Arka, aku merasa bingung. Ini semua terasa begitu cepat. Kita belum mengenal satu sama lain dengan baik."
Arka memandang Alyssa dengan tatapan serius. "Aku mengerti, Alyssa. Ini semua terasa aneh untuk kita berdua. Tapi aku ingin kita saling mengenal lebih baik. Mari kita lakukan ini bersama-sama."
Alyssa menatap Arka, melihat ketulusan dalam matanya. Dia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Mungkin, justru di situlah harapan terletak dalam usaha untuk saling mengenal dan membangun sesuatu yang lebih dari sekadar perjodohan yang dipaksakan.
Alyssa dan Arka menghabiskan malam itu berbicara dengan penuh keterbukaan. Mereka saling berbagi impian, ketakutan, dan harapan. Alyssa mulai merasa seolah mereka sedang membangun jembatan di antara dunia mereka yang berbeda. Arka tidak hanya sekadar seorang pria dari keluarga kaya, tetapi dia adalah seseorang yang memiliki impian dan cita-cita, sama seperti Alyssa.
Saat mereka kembali ke dalam rumah, Alyssa merasa ada perubahan dalam dirinya. Rasa takut dan keraguan yang sebelumnya membelenggu jiwanya mulai berkurang. Mungkin, hanya mungkin, pernikahan ini bisa menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar paksaan. Dia ingin percaya bahwa dengan waktu, mereka akan menemukan cara untuk mencintai satu sama lain meskipun semua ini dimulai dari sebuah perjodohan yang tidak diinginkan.
Ketika malam berakhir, Alyssa pulang dengan perasaan yang lebih ringan. Dia merasa sedikit lebih optimis tentang masa depannya dan pernikahan yang akan datang. Mungkin, justru dalam ketidakpastian inilah, mereka bisa menemukan makna cinta yang sesungguhnya.
Dengan harapan baru yang muncul dalam hatinya, Alyssa berjanji pada diri sendiri untuk terus membuka hati dan menjelajahi jalan yang telah ditetapkan untuknya. Akankah ini menjadi perjalanan yang penuh cinta, ataukah hanya akan berujung pada rasa sakit? Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan itu. Namun, untuk saat ini, dia ingin menikmati setiap momen yang ada dan berusaha untuk menjadikan pernikahan ini berarti.