Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lukisan Kebahagiaan
Malam mulai menyergap ketika Lily dan Isaac sibuk mempersiapkan pesta BBQ kecil untuk merayakan kesembuhan Lily dan kehidupan baru mereka bersama. Isaac sedang mengatur panggangan dan memastikan arang menyala dengan sempurna, sementara Lily menata meja dengan piring dan gelas untuk tamu-tamu spesial mereka, Agatha, Calvin, dan Lucas.
"Lily, weekend ini nggak cuma BBQ aja ya, kita juga akan ke pantai besok,” ucap Isaac sambil tersenyum dan melirik istrinya.
Lily menatap Isaac dengan penuh kebahagiaan. “Pantai? Kok kamu ngomongnya dadakn, sih?”
Isaac menghentikan aktivitasnya lalu menatap Lily dengan sedikit khawatir, “kenapa? Kamu nggak suka?”
“Bukan nggak suka, aku belum tahu mau pake baju apa buat besok,” ujar Lily
Isaac mendekat dan memeluk Lily dari belakang, “kamu cantik pake baju apapun, bahkan lebih cantik kalo nggak pake baju,” goda Isaac.
“Sayanggg,” rengek Lily seraya melepas pelukan Isaac.
“Aku serius,” sambungnya.
“Aku juga serius,” sahut Isaac dengan wajah yang dibuat serius meskipun ingin sekali tertawa melihat ekspresi kesal Lily.
Belum sempat Lily menjawab, Agatha tiba dengan membawa gitar kesayangannya dan sekotak besar camilan. Agatha yang enerjik langsung menyapa dengan ceria.
“Aku bawa makanan ringan sama gitar, siap-siap saja nanti dengerin lagu kesayanganku!” seru Agatha seraya meletakan gitar dan koak camilan. Dia memeluk Lily lalu bersalaman dengan Isaac.
“Seharusnya kamu bawa drum sekalian,” goda Isaac yang membuat Agatha mencebikkan bibirnya.
Tak berselang lama, Lucas datang dengan membawa sebuah tas berisi alat lukis. Selain menjadi dokter yang handal, Lucas memang punya hobi melukis.
“Lucas, kamu bisa melukis?” tanya Lily heran. Selama ini, dia hanya tahu sosok Lucas yang pendiam, acuh dan lumayan dingin.
“Hm,” gumam Lucas seraya mengeluarkan alat-alat lukis dan menatanya sedemikian rupa. Malam ini dia akan menunjukkan bakatnya di depan teman-temannya.
“Ck, paling juga lukis gunung terus ada sawahnya,” ejek Agatha yang mengundang gelak tawa Lily dan Isaac.
Lucas melirik sekilas, lalu kembali fokus pada peralatan lukisnya.
Terakhir, Calvin datang dengan beberapa kantong besar penuh bahan makanan dari restorannya. Sebagai seorang pengusaha restoran, Calvin memang terkenal ahli dalam menyiapkan makanan yang lezat.
“Aku bawa beberapa bahan segar dari restoran, dan tenang saja, ini spesial buat kalian. Kita bakal pesta BBQ yang nggak akan terlupakan!”
Mereka berlima mulai sibuk menyiapkan segala sesuatu dengan penuh tawa dan canda. Agatha langsung memainkan beberapa nada ringan dengan gitarnya sambil bernyanyi kecil, membuat suasana semakin hidup.
Sementara itu, Lucas dan Calvin membantu Isaac menyiapkan panggangan dan memotong bahan-bahan makanan.
“Calvin, tunjukan bakatmu,” kata Isaac sambil mengamati Calvin yang sedang dengan cekatan mengolah beberapa daging dan sayuran segar.
“Percayakan pada ahlinya,” sahut Calvin sambil tersenyum bangga. “Aku jamin, kalian pasti ketagihan sama masakanku.”
“Jangan sampe gosong ya, aku alergi makanan gosong,” cibir Agatha membuat Calvin melotot. Mulut Agatha memang suka berbicara sembarangan, namun justru mencairkan suasana.
Lily memandang teman-teman terdekatnya dengan mata berbinar. Rasa syukur dan bahagia terpancar jelas di wajahnya. Setelah semua makanan siap, mereka duduk bersama di meja yang sudah di dekorasi sederhana namun elegan.
Semua tertawa dan berbagi cerita, saling mengingat masa-masa sulit dan betapa bersyukurnya mereka bisa melalui semua itu bersama.
Saat suasana makan mulai tenang, Agatha tiba-tiba membuka gitarnya dan memulai sebuah lagu berjudul “Under the Same Moon.” Suara Agatha yang merdu mengisi halaman belakang rumah, mengalir lembut dan menyentuh hati semua yang mendengarkannya.
Calvin, yang duduk di sampingnya, terlihat terpesona dan tak bisa melepaskan pandangannya dari Agatha. Dia terpesona dengan keindahan suara Agatha yang ternyata begitu memukau.
Selesai bernyanyi, Agatha mendapatkan tepuk tangan meriah dari semua. Wajahnya merona malu, namun dia terlihat senang.
“Ternyata mulut pedes kamu merdu juga kalo nyanyi,” kata Calvin sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ck, suaraku emang terlalu merdu. Harusnya aku jadi penyanyi aja, bukan scriptwriter,” ujar Agatha dengan nada sombong.
Ucapannya di sambut gelak tawa oleh teman-temannya. Suara Agatha memang tidak bisa diragukan lagi.
Setelah itu, Lucas mengeluarkan kanvas dan kuasnya, bersiap untuk melukis Isaac dan Lily sebagai kenang-kenangan dari malam yang istimewa ini.
“Oke, Isaac dan Lily, duduk berdua di sini ya,” instruksi Lucas sambil menyiapkan peralatan lukisnya. Mereka berdua menurut, duduk berdekatan dengan saling menggenggam tangan, seolah merayakan perjalanan panjang yang akhirnya membuat mereka lebih kuat bersama.
Lucas mulai melukis dengan serius, fokus menggambarkan kehangatan yang terpancar di antara keduanya. Sesekali, teman-teman lain ikut melihat dan mengomentari kemajuan lukisan itu.
Agatha dan Calvin bahkan saling melontarkan lelucon untuk membuat Isaac dan Lily tertawa, sehingga senyum keduanya semakin tampak alami di kanvas.
“Kalian keliatan keren di lukisan ini,” komentar Agatha sambil tersenyum bangga pada teman-temannya.
Lily menyandarkan kepala di bahu Isaac, merasa begitu tenang dan damai.
Setelah lukisan selesai, mereka semua mengaguminya. Gambar Isaac dan Lily duduk berdua, dengan latar belakang halaman rumah yang sederhana, namun penuh cinta dan kehangatan.
“Lukisan ini kita pajang di ruang tamu sebagai pengingat malam ini,” kata Isaac dengan suara yang dalam dan tulus. Dia berterima kasih pada Lucas yang telah membuat kenangan ini semakin abadi.
“Nggak nyangka, meskipun auranya dingin, tapi lukisannya bagus juga,” kata Agatha yang disambut senyum miring oleh Lucas.
“Kenapa? Kamu mau digambarin juga?” tanya Calvin
“Sana duduk, biar aku yang lukis,” tambah Calvin seraya memberi intruksi kepada Agatha untuk duduk.
“Nggak makasih, bisa-bisa mukaku hancur lebur,” kata Agatha setengah tertawa.
Malam itu berlalu dengan begitu indah, tawa, dan kehangatan. Tak ada rasa canggung, hanya ada persahabatan, cinta, dan kebahagiaan yang murni di antara mereka.
Mereka semua tahu bahwa apa yang mereka miliki bukan hanya sekadar pertemanan, tetapi juga ikatan yang tak tergantikan.
Isaac menatap Lily dengan senyum hangat, dan Lily membalasnya dengan penuh cinta. Mereka sadar bahwa perjalanan mereka belum selesai, tetapi dengan dukungan satu sama lain dan teman-teman yang selalu ada, mereka yakin bisa melalui semua tantangan di masa depan.
Malam itu, mereka berlima duduk di bawah sinar bulan dan bintang-bintang, menikmati momen kebahagiaan sederhana yang akan selalu mereka kenang.
Ketika malam sudah semakin larut, Lily dan Isaac pamit untuk tidur terlebih dahulu. Sebelum berlalu pergi, Lily memberi pesan kepada Agatha untuk tidur di kamar tamu, sementara Lucas dan Calvin tidur di ruang TV.
Setelah kepergian Lily dan Isaac, Lucas memisahkan diri sambil membawa secangkir kopi tanpa gula dan peralatan lukisnya. Malam ini dia akan melukis bulan dalam pekatnya malam.
Sedangkan Agatha sibuk memetik gitar, menyanyikan sebuah lagu berjudul Talking to the Moon milik Bruno Mars.
“Kamu suka nyanyi sejak kecil?” tanya Calvin yang kini sudah duduk disamping Agatha setelah Agatha menyelesaikan satu lagu.
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor