Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24.
Pagi harinya pun pukul setengah 7, sepasang pasutri itupun sudah berada di jalan menuju ke arah sekolah mereka seperti biasanya.
" Kenapa?" tanya Fajar tanpa menoleh ke arah Amira, karena pandangannya tetap lurus ke depan jalan.
Dia yang semula sedang fokus menyetir mobil, tiba-tiba saja fokusnya langsung terbagi karena sejak awal dia sudah menyadari bahwa Amira sesekali selalu melirik ke arahnya, seolah dia ingin mengatakan sesuatu kepada dirinya, tetapi Amira seperti tidak berani untuk mengatakannya.
" Berhenti lirik saya, kalau kamu enggak mau ngomong sesuatu." tegur Fajar, karena istrinya itu masih saja diam dan malah langsung memalingkan wajahnya ke arah samping.
Amira langsung mengubah pandangannya ke arah kiri jalanan, yang kini sudah dipadati oleh kendaraan yang lain.
" Ada yang mau kamu omongin sama, saya?" tanya kembali Fajar tanpa melirik ke arah Amira.
Setelah mendengar Fajar berbicara seperti itu, kini barulah Amira berani menghadap kembali ke arah Fajar, yang ternyata dibalas samaan dengan lirikan lelaki itu.
" Kemarin malam kamu kemana?" tanya Amira dengan perasaan sedikit ragu, begitu pandangan mereka langsung bertemu.
Mulai dari semalam, bahkan saat tadi di meja makan, dia terus memikirkan hal itu, awalnya dia tidak ingin memikirkan hal itu, karena itu memang bukan urusannya.
Namun, entah mengapa, pertanyaan itu selalu saja muncul di benaknya, bahkan sampai mereka di perjalanan seperti ini, pertanyaan itu terus menganggunya.
" Kenapa emangnya?" tanya balik Fajar, tapa menjawab pertanyaan dari Amira sebelumnya.
" Kemarin Bibi bilang, kalau kamu selalu keluar malam." ucap Amira, karena Fajar masih belum menjawab pertanyaan nya.
" Iyah, lalu kenapa?" tanya kembali Fajar yang masih fokus mengemudi.
Amira pun kini langsung menggelengkan kepalanya, dengan pandangan yang kini langsung kembali menatap ke arah depan.
Dia sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, tetapi dia menyadari, bahwa dirinya itu tidak berhak bertanya hal itu kepada Fajar.
" Kamu gak mau tau atau penasaran, sama apa yang saya lakukan di luar sana setiap malamnya?" tanya Fajar, setelah terjadi keheningan beberapa saat di antara mereka.
Mereka benar-benar terdiam, hingga yang terdengar hanyalah suara mobil dan motor yang berlalu lalang memadati jalanan di area itu.
" Ehm, Bibi bilang kalau kamu suka keluar malam untuk bekerja dan juga ketemuan sama temen-temen kamu, apa itu bener?" tanya Amira sambil melirik ke arah Fajar.
Dan kali ini, Fajar pun langsung menjawab pertanyaan dari Amira itu.
" Yah, itu bener, terus?" tanyanya, sambil menatap Amira sesaat.
Amira pun langsung berdehem pelan, sebelum bertanya lagi hal selanjutnya.
Dari cara suaminya itu menanggapi obrolannya, Amira dapat menyimpulkan bahwa Fajar tidak akan keberatan oleh pertanyaan yang nanti akan di lontarkan nya.
Justru malah sebaliknya, Fajar malah secara tidak langsung menggiring Amira untuk terus membicarakan tentang apa yang Fajar lakukan setiap malamnya.
" Bibi bilang kamu kerja, kalau boleh tau kamu kerja apa?" tanya Amira dengan hati-hati.
Dia bukan sengaja ingin berpikir buruk tentang pekerjaan dari suaminya itu, melainkan dia hanya ingin memastikan pekerjaan apa dilakukanya setiap malamnya.
" Saya punya sebuah bengkel." jawab langsung Fajar.
Jawaban itupun langsung membuat Amira mengangkat kedua alisnya, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
" Kamu kerja di bengkel?" tanya Amira dengan eskpresi wajahnya yang terlihat sedikit terkejut mendengar hal itu.
Fajar pun bergumam pelan, sebagai respon atas pertanyaan Amira, yang seolah tidak percaya dengannya.
" Kenapa?, kamu malu punya suami yang kerjanya di bengkel?" tanya Fajar tanpa melirik ke arah Amira.
Dan pertanyaan itupun sontak saja membuat Amira panik, dan langsung membuat Amira menggelengkan kepalanya dengan cepat.
" B-bukan gitu maksud aku, aku cuman kaget aja kalau kamu kerja di sana." ucap Amira.
Dia langsung meluruskan pemikiran Fajar yang sudah salah tentang dirinya, mana mungkin dia malu dengan pekerjaan yang dijalani oleh Fajar yang seperti itu.
Dia malah selalu mensyukuri setiap pekerjaan, apapun itu, selagi itu halal dilakukan, dan tidak melanggar syarat yang sudah ditetapkan dalam agama mereka.
Namun, yang menjadi bingung Amira yaitu tentang profesi Fajar yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga suaminya itu.
Amira sudah sangat tau bagaimana kedua orang tua Fajar yang memiliki banyak perusahaan, juga perpustakaan besar yang terkenal tidak hanya didalam kota saja.
Bahkan Amira sendiri menjadi salah satu karyawan yang bekerja di perpustakaan itu.
Jadi jika Fajar memang ingin bekerja, lantas mengapa dia tidak bekerja di perusahaan kedua orang tuanya atau gak bekerja di perpustakaan milik keluarganya saja?.
Begitulah pikir Amira.
" Kenapa, kamu kaget karena saya bekerja di sebuah bengkel?" tanya Fajar, atas pertanyaan Amira sebelumnya.
" Iya, soalnya itu bertolak belakang sama kepribadian kamu dan juga kondisi ekonomi keluarga kamu." jawab Amira jujur.
" Kamu tau pribadi saya?" tanya Fajar yang langsung melirik Amira.
Amira pun lantas langsung mengangguk pelan dan juga ragu.
" Tau, tapi cuman yang kamu tunjukkin aja, yang enggak kamu tunjukkin, mana bisa aku tau itu." ucapnya.
Yang membuat Fajar tidak menjawab lagi, hingga hanya ada keheningan di antara mereka.
" Buka bengkel malam-malam, emang ada pelanggan nya, ya?" tanya Amira, yang entah kenapa pertanyaan itu tiba-tiba saja terlintas di pikirannya.
Namun setidaknya, pertanyaan itu berhasil memecah keheningan di antara mereka.
" Apa ramai bengkelnya kalau buka malam-malam?" tanya Amira kembali begitu penasaran.
" Tergantung." jawab Fajar jelas, singkat dan padat dan tentu saja tidak jelas bagi Amira, yang membuat Amira tidak memahaminya.
" Tergantung?" ulang Amira, karena masih bingung.
Ditambah kebingungan nya itu semakin jadi, kala Fajar menjawabnya hanya dengan sebuah anggukan saja.
Bagi Fajar, peluang buka di siang hari ataupun di malam hari, itu sama saja sebenarnya, karena tidak ada yang tau, kapan kendaraan orang akan datang untuk di perbaiki ke bengkelnya.
" Kamu buka bengkelnya di malam hari aja?" tanya Amira kembali, entah sudah yang berapa kalinya dia sudah bertanya.
Dia mendadak sangat antusias membahas tempat bengkel Fajar bekerja.
" Setiap waktu, bukan cuman malam aja." jawab Fajar singkat.
Yang membuat Amira langsung mengangguk dan juga langsung terdiam.
Dia diam bukan rasa penasarannya sudah hilang, dia diam karena ada hal baru yang dia pikirkan tentang bengkel itu.
" Kamu bilang setiap waktu, sedang siangnya kamu sekolah, kan?" tanya Amira menghilangkan kebingungan nya.
" Pas di sekolah, ada orang lain yang bantu handle." jawab Fajar, yang menghilangkan rasa kebingungan yang dirasakan oleh Amira.
" Oh iyah juga kamu kan bisa minta tolong orang lain buat handle itu." gumam Amira pelan.
Entah kenapa dia tidak kepikiran tentang hal itu, dia tidak tau harus memberikan respon apalagi.
" Ada lagi?" tanya Fajar, seolah menyadari bahwa sepertinya masih ada yang belum tuntas Amira katakan.
Amira menjawab nya dengan gelengan pelan, dia agak ragu ingin bertanya tentang hal lain, dan juga merasa tidak enak, karena dia sudah sekali banyak bertanya tentang hal pribadi dan kehidupannya Fajar.
Walaupun mereka memang sudah menikah, tetapi jangan lupakan kalau pernikahan mereka terjadi karena hasil perjodohan.
' Sebaiknya aku jangan bertanya tentang hal itu.' batin Amira, memilih untuk mengabaikan pertanyaan yang sebelumnya ingin dia tanyakan.
" Beneran, sudah cukup?" tanya Fajar sekilas menatap kedua manik-manik mata Amira.
Amira pun langsung mengangguk, kemudian mengubah kembali pandangannya ke samping kiri.
Melihat sorot mata Amira, Fajar bisa menebak bahwa masih ada sesuatu yang ingin lagi Amira bicarakan kepada dirinya.
Dan Fajar mengetahui itu, namun dia memilih untuk mengabaikannya, hingga menunggu sejauh mana Amira bisa merendam hal itu untuknya.
Menurutnya, Amira pasti akan mengatakan apa yang sedang tengah dia pikirkan itu, jika Amira memang ingin benar-benar mengetahuinya.
TO BE CONTINUE.