(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata juga mental yang kuat untuk marah-marah!)
Sheila, seorang gadis culun harus rela dinikahi secara diam-diam oleh seorang dokter yang merupakan tunangan mendiang kakaknya.
Penampilannya yang culun dan kampungan membuatnya mendapat pembullyan dari orang-orang di sekitarnya, sehingga menimbulkan kebencian di hatinya.
Hingga suatu hari, Sheila si gadis culun kembali untuk membalas orang-orang yang telah menyakitinya di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedapatan
Kak Marchel..." panggil Sheila.
"Ehm..."
"Kenapa Kak Marchel tidak mau menjemput Kak Audry. Bagaimana kalau ibu tersinggung karena Kak Marchel tidak menuruti permintaan ibu?"
Marchel mendekat pada Sheila dan tanpa aba-aba memeluknya. "Kenapa kau begitu polos? Ibu sengaja memintaku menjemput Audry untuk bisa mendekatkanku dengannya."
Sheila berusaha melepaskan pelukan Marchel, namun semakin erat Marchel melingkarkan tangannya. "Kenapa? Kau tidak suka aku memelukmu."
"Bu-bukan begitu."
"Apa kau tidak akan keberatan, kalau suamimu berdua dengan wanita lain di dalam mobil malam-malam?"
"Tapi kenapa aku harus keberatan? Kak Marchel kan hanya menjemputnya..."
Marchel melepaskan pelukannya sesaat. Lalu mendudukkan Sheila di bibir tempat tidur. "Apa kau tidak akan merasa cemburu? Aku saja merasa cemburu setiap kali teman laki-lakimu itu mendekatimu."
"Cemburu?"
"Iya, aku cemburu! Kenapa? Tidak boleh?" Marcel menatap tajam Sheila membuat nyali gadis kecil itu menciut.
"Rayhan kan hanya temanku. Tidak lebih..."
Marchel membelai rambut Sheila, kemudian mengecup keningnya. "Itulah yang aku maksud. Dia memang hanya temanmu. Tapi tetap saja aku merasa cemburu. Karena itulah aku tidak mau ada wanita lain yang mendekat padaku. Aku tidak mau kau merasa cemburu."
"Aku tidak akan cemburu," ucap Sheila dengan polosnya.
Marchel pun berdiri dari duduknya, lalu menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja nakas. "Baiklah, kalau istriku tidak cemburu kalau aku dekat dengan gadis lain. Aku akan pergi menjemput Audry. Kami akan berdua saja di dalam mobil. Sesuatu bisa saja terjadi." Marchel mencoba menakut-nakuti Sheila dengan mengatakan hal-hal yang tidak-tidak.
"Ap-apa?" Ucapan Marchel seperti sengaja memancing Sheila. Gelagapan, gadis yang masih terbilang remaja itu segera bangkit dari duduk manisnya, menarik lengan Marchel.
"Kak Marchel jangan pergi!"
Sambil menahan tawa, Marchel melirik Sheila yang sudah terlihat gusar. "Kenapa jangan? Kau tidak akan cemburu, kan?"
Wajah Sheila sudah semerah udang rebus, gadis itu hanya dapat menunduk malu. Memikirkan Marchel akan berdua dengan Audry di dalam mobil membuatnya merasa akan terbakar. Namun Sheila yang polos sama sekali belum mengerti cemburu itu seperti apa.
"Aku tidak mau Kak Marchel pergi..." cicit Sheila yang terlihat begitu menggemaskan bagi Marchel.
"Itu namanya cemburu, Sheila..." Tanpa aba-aba, Marchel meraih tubuh Sheila dan menggendongnya, kemudian membaringkan di tempat tidur, membuat gadis kecil itu gelagapan. Seketika wajahnya kembali merona merah ketika Marchel terus memandangi seraya membelai lembut wajah tirusnya.
Marchel melepas kacamata tebal milik Sheila dan meletakkannya di atas meja nakas, sehingga tampaklah wajah Sheila yang terlihat lebih manis tanpa benda itu.
"Kak Marchel... Kacamataku..."
"Zzttt!!" Marchel meletakkan jari telunjuknya di depan hidung, menatap dalam-dalam wajah sang istri. Kemudian ikut berbaring di sana. "Bukankah kau hanya membutuhkan kacamata itu untuk bisa melihat sesuatu yang jaraknya agak jauh darimu? Sekarang aku sangat dekat denganmu. Kau tidak butuh kacamata itu untuk bisa melihatku, kan?"
Marchel mendekatkan wajahnya, semakin lama semakin dekat hingga hanya tersisa jarak beberapa centi saja. Sheila begitu terpaku memandangi wajah Marchel yang baginya sangat sempurna. Dan, tanpa banyak bicara lagi, Marchel menempelkan bibirnya dengan bibir Sheila. Kembali menikmati sensasi manis dari benda kenyal itu.
Sheila hanya dapat memejamkan matanya, dengan alis mengerut. Dengan irama detak jantungnya yang sudah tidak beraturan. Sheila meletakkan telapak tangannya di dada Marchel, berusaha menahan suaminya itu. Tubuh Sheila bahkan gemetar setiap kali Marchel menciumnya. Namun, Marchel seakan tidak peduli, tetap menghadiahi Sheila dengan ciuman yang manis dan lembut.
Tidak ada yang bisa dilakukan Sheila selain meremass kain seprai dengan kedua tangannya, merasakan aroma mint yang menguar dari mulut sang suami. Sesekali Marchel terasa menggigitnya dengan lembut. Marchel pun begitu dimabukkan dengan rasa manis itu. Tangannya menahan tengkuk Sheila, agar tidak terlepas darinya.
Tanpa disadari oleh Marchel dan Sheila, pintu kamar itu terbuka. Ibu yang berdiri di ambang pintu begitu syok dengan pemandangan kemesraan anak dan menantunya. Wanita paruh baya itu membelalakkan matanya.
"Marchel!!" panggil ibu dengan nada menekan membuat Marchel segera melepaskan ciumannya. Menoleh pada sosok ibu yang berdiri di ambang pintu.
"Ibu?" Marchel bangun dari posisi berbaringnya, kemudian melirik Sheila sekilas sambil tersenyum. Seakan ingin berkata jangan takut, ketika melihat wajah Sheila yang sudah memucat. Dengan segera menarik lengan sang istri dan membantunya bangun. "Kenapa ibu tidak mengetuk pintu dulu?"
Ibu masih mematung, lidahnya terasa kaku setelah menyaksikan adegan yang paling tidak diharapkannya. Wanita paruh baya itu benar-benar tidak ingin jika Marchel dan Sheila sampai melakukan hubungan yang lebih dari apa yang barusan dilihatnya.
Sambil menahan rasa kesalnya, wanita paruh baya itu mengatakan maksud kedatangannya ke kamar itu.
"Makan malam sudah siap. Cepatlah turun!" ucap ibu sambil melirik tajam pada Sheila, sebelum akhirnya meninggalkan kamar itu menuju lantai bawah.
Sheila yang sudah merasa takut hanya dapat menunduk, tubuhnya bahkan terasa meremang. "Kak Marchel, ibu pasti sangat marah."
"Kenapa harus marah? Kita sepasang suami-istri Sheila. Bahkan kalau kita melakukan sesuatu yang lebih dari itupun, ibu tidak berhak marah."
"Tapi aku takut, Kak!"
Marchel membelai puncak kepala Sheila, "Sudah, jangan takut. Aku tidak akan meninggalkanmu berdua dengan ibu." Marchel kemudian membenarkan pakaian milik Sheila yang sedikit berantakan karena ulahnya, lalu memakaikan kembali kacamatanya. "Ayo... Kita kebawah."
"Aku akan makan nanti. Kak Marchel duluan saja."
"Ayolah, Sheila... Selama ada aku, ibu tidak akan berani memarahimu."
Marchel kemudian merangkul Sheila menuju ruang makan dimana ibu sudah lebih dulu ada di sana.
Makan malam itupun berlalu dengan diamnya sang ibu, geram melihat perhatian Marchel pada Sheila. Marchel seakan benar-benar ingin menunjukkan pada ibu status Sheila sebagai istrinya dengan memberi perhatian pada sosok gadis kecil itu. Bahkan tanpa rasa malu, Marchel sesekali menyuapi Sheila, membuat ibu merasa tidak tahan berada di sana.
Untung saja Audry belum pulang, sehingga tidak perlu melihat adegan menjijikkan ini. Marchel, kau benar-benar keterlaluan. Apa lebihnya anak culun itu jika dibandingkan dengan Audry yang jelas-jelas cantik dan berkelas. Audry memiliki masa depan cerah.
****
BERSAMBUNG
Resiko emak berdaster gabut hobi rebahan sambil baca novel...
ulang" trus novel yg favorit tp gak prnah bosan😁😁
blm bisa move on kk 🤭🤣🤣🤣🤣
nihh kudu balik baca lg 😁😁
/Ok//Good/
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/