Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08
Alice mengitari rumah nya dengan penuh rasa penasaran, saat ini pukul setengah delapan malam.
Dia tidak bisa tidur tenang karena masih banyak hal yang belum ia ketahui tentang
tubuh yang ia tempati sekarang.
Sudah lima belas menit dia memasuki kamar demi kamar yang ada di dalam rumah besar ini.
Tidak ada yang istimewa hanya kumpulan lukisan serta beberapa alat musik yang sudah tidak terpakai.
Oh satu lagi, sebuah ruangan yang penuh dengan berbagai jenis minuman keras alias alkohol.
Dari yang memiliki kadar terendah hingga tertinggi, dia tidak tahu itu milik siapa. Tangan nya gatal, ingin mencicipi sebuah anggur merah yang terlihat cukup enak.
Namun dia ingat kalau pemilik tubuh ini masih di bawah umur. Dan dia tidak tahu, apakah Alice memiliki toleransi terhadap alkohol atau tidak.
Rasa penasaran nya semakin kuat ketika memasuki sebuah ruangan yang di dalam nya terdapat foto besar sebuah keluarga.
Di dalamnya, ada ibu Alice yang sedang menggendong bayi, di sampingnya ada seorang pria tampan yang seperti nya adalah ayah Alice.
Ya, hanya itu yang dapat ia tebak. Di dalam foto, semua terlihat bahagia dengan senyuman manis penuh sambil menghadap ke arah kamera yang mengabadikan momen mereka.
Dia menatap bayi itu dengan lekat, tangan nya tanpa sadar menyentuh foto itu dengan halus.
Entah mengapa, dia merasakan sesuatu yang salah disini. Bayi itu, em... tidak mirip dengan Alice. Hanya naluri nya saja tapi dia sangat yakin akan nalurinya itu.
Sudahlah, dia pun berbalik dan pergi meninggalkan ruangan itu. Alice tidak sempat melihat, di pergelangan tangan bayi tersebut, ada sebuah tahu lalat kecil.
Yang akan memberikan jawaban akan kegundahan nya. Alice kembali ke kamar nya, pada petualangan nya kali ini. Dia tidak mendapatkan hal yang berguna selain dia sudah tahu wajah ayah pemilik tubuh, tidak ada foto keluarga lain di rumah ini.
Bahkan, foto tadi terletak di ruangan tertutup dan jarang di lewati. Yang menandakan, foto itu sengaja untuk di hindari.
Tidak tahu alasannya apa, semua masih rancu bagi diri nya. Lebih baik dia kembali beristirahat, besok dia harus menghadapi semua hal tentang sekolah. Hah, dia malas! Otaknya yang sudah tua, tidak berniat di bumbui dengan pelajaran-pelajaran anak SMA.
Tapi, mau bagaimana lagi, ini sudah nasib nya. Alice pun berbaring di tempat tidur, setelah memasang alarm yang kemarin ia lempar dengan bantal.
Mungkin itu akan berguna baginya nanti jadi dia membuatnya di samping kepalanya. Haha.
Gadis itu menutup kedua matanya dan memasuki mimpi.
Dengan alis bertaut, Alice membaca sebuah buku di tangannya. Dia sedang berada di perpustakaan sekolah sekarang, terlalu malas berbaur dengan manusia-manusia sekitar membuat nya menepikan diri di ruangan yang penuh dengan buku.
Entahlah, apa yang membuatnya tiba-tiba ingin membaca. Namun, sesuatu di otaknya menyuruh nya untuk menghabiskan waktu di perpustakaan saja. Mungkin ini reaksi alami tubuh nya, bisa saja sebelum ia memasuki tubuh ini, Alice asli sering pergi ke perpustakaan untuk bersembunyi dari dunia luar yang sangat mengganggu nya.
"Cerita apa ini? Para tokoh nya sangat bodoh, sudah jelas perempuan yang mereka lindungi hanya mahluk bermuka dua. Dan kenapa antagonis perempuan nya sangat lemah? Hanya mengandalkan harta orang tua dan tanpa otak."
Alice menggerutu dan mengomentari isi buku atau novel yang ia baca. Niat nya, hanya ingin menghabiskan waktu sebentar dengan mengambil buku dengan asal.
Rupanya, dia mengambil jenis buku yang sangat suka di baca oleh para remaja, yaitu novel.
Yang membuat nya marah dan kesal, cerita novel itu sangat klasik, seperti para tokoh laki-lakinya akan melindungi satu orang perempuan yang mencuri hati mereka dengan segala sikap malaikat nya yang ternyata palsu, belum lagi antagonis nya sangat bodoh dan lemah.
Hanya mengandalkan harta orang tuanya untuk menggertak tokoh utama perempuan yang sudah jelas di lindungi oleh banyak orang.
Dia merasa jijik dengan karakter-karakter di dalam novel ini. Belum lagi, latarnya bertema anak sekolahan, melangsir perlakuan yang di terapkan oleh para pemain, Alice merasa itu agak di luar nalar nya.
Meski hanya sebuah cerita, dia merasa ini sedikit berlebihan. Para tokoh ini terlalu bringas dan ganas, hati tua nya tidak dapat menerima semua keanehan yang ada di dalam novel.
Karena itu, demi menenangkan diri hati mungil nya, dia pun menghentikan bacaan nya. Alice meletakkan novel itu dengan asal, dia menelungkupkan kepala nya di antara tangan.
Perutnya lapar tapi dia malas ke kantin. Belum lagi dia masih mengikuti jalur hidup Alice yang tidak bisa berbicara maupun mendengar.
Jika, dia nekat pergi dia hanya akan menjadi bahan tertawaan. Sikap bengis nya, tidak akan tinggal diam nanti namun apalah daya, semua mahluk disini hanya berisi anak sekolah SMA yang masih labil. Dia tidak mau di bully sambil menahan emosi.
"Darrel... kamu kenapa sih nggak mau terima aku jadi pacar kamu? Aku kurang apa? Atau karena Ruby ya, maka nya aku nggak di anggap sama kamu?"Suara centil seorang gadis masuk ke pendengaran Alice yang sedang tiduran di atas meja.
Dia hampir saja membalik meja di depan nya karena mendengar Suara yang sangat tidak ia sukai.
Sangat menjijikkan, centil dan genit seperti itu, apa tidak bisa orang berbicara dengan normal saja? Kenapa harus di buat-buat seperti itu.
"Jangan bawa-bawa Ruby, dia nggak tahu apa-apa disini"Jawab seorang pemuda dengan dingin.
Alice membuka mata nya dan melongok untuk melihat siapa kedua orang yang telah menampilkan drama opera sabun di dekat nya.
Tidak jauh dari tempatnya duduk, kedua
orang lawan jenis sedang berdiri dan beradu bacot.
Si cewek seperti nya tidak terima pada si cowok yang membela cewek lain di depan nya. Lihat saja, dia sudah menatap cowok di depan nya dengan kekesalan yang dapat menimbulkan tanduk iblis di atas kepala nya.
Namun, si cowok seperti titisan Raja Es dari kutub, yang tidak terpengaruh kepanasan si cewek di depan nya.
"Berhenti mengganggu gue dan Ruby. Lo bisa cari pemuda lain untuk semua obsesi lo itu"Lanjut si cowok dengan penuh kesadaran, Alice sedikit menyayangi keputusan si cowok.
Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu pada cewek cantik, meski dia sedikit centil dan genit.
Si cewek, menggertakkan gigi nya menahan emosi yang ingin meledak ledak. Tanpa sengaja mata nya melihat ke arah Alice yang masih melongok menatap kedua orang itu.
Mungkin karena malu dia baru saja di tolak untuk kesekian kali nya pada orang yang sama, si cewek itu pun pergi dengan telinga memerah.
Pemuda itu hanya membiarkan lawan bicaranya tadi pergi begitu saja, ia pun berbalik badan dan bersitatap dengan Alice yang masih kepo.
Aw, kali ini Alice melihat definisi ketampanan yang benar-benar tampan. Pantas saja, si cewek rela membuang harga diri nya demi bersanding dengan cowok ini.
Lihatlah, tatapan tajam dan dingin nya, tubuh tinggi dan tegap penuh dengan otot, bibirnya yang tebal dan merah alami alis terbentuk seperti pedang, serta rahang nya yang tegas.
Dan jangan lupakan hidung mancung itu, dia pemuda yang sempurna.
Pemuda itu mengerutkan keningnya melihat gadis yang terbodoh sambil memandang diri nya dengan rakus.
Dia pun berjalan melewati Alice tanpa perduli dengan apa yang sedang dilakukan oleh gadis itu. Alice segera tersadar dari lamunan nya, dia melihat sekeliling, sudah tidak ada pemuda tampan itu.
Hah... belajar dari pengalaman, biasanya yang tampan tidak memiliki hati yang baik.
Jadi abaikan saja, dia mengembalikan buku yang ia ambil tadi ke rak. Dan segera keluar dari perpustakaan, di lorong masih banyak murid-murid yang berlalu lalang.
Dia memasang earphonenya dan mendengar kan lagu dengan tenang. Beberapa murid menunjuk nunjuk ke arah nya, terutama para perempuan.
Dia tidak perduli, kakinya terus melangkah dengan dagu yang terangkat.
***
Srashh
Atau mungkin tidak. Mungkin tidak sepantasnya dia mendapatkan kan sebuah
ketenangan bahkan jika dia telah berpindah raga.
Alice menatap tubuh nya yang basah karena air yang di siram padanya oleh beberapa murid perempuan, yang sungguh dia tidak kenal!
Dimana dia sekarang? Toilet, apa lagi. Sebelum bel masuk berbunyi, dia berjalan memasuki toilet untuk sekedar membersihkan wajah nya dengan membasuh menggunakan air wastafel.
Hm, dia melihat beberapa murid perempuan yang sedang ber-make up di depan cermin toilet.
Entahlah, mungkin saja mereka tidak suka dengan diri nya, itulah sebabnya mereka tiba-tiba saja menarik rambut nya dan mendorong tubuh nya hingga menabrak dinding.
Belum selesai dia membuka suara, tubuh nya segera di siram menggunakan ember yang berisi air.
Untung saja, itu bukan air bekas pel yang di gunakan oleh para pekerja sekolah untuk mengepel.
Jika iya, dia tidak akan memiliki kesabaran untuk hanya berdiam diri sambil menatap keempat gadis yang sedang tertawa di depan nya ini.
"Lihat wajah si bisu, dia sungguh lucu, ahahaha..."Ucap gadis di tengah yang memakai pita merah muda di rambut nya. Sepertinya dia ketua dari geng gadis-gadis nakal ini.
"Gue kesal lihat mata nya, setiap dia natap kita"Ungkap gadis di samping si ketua. Dia memilik rambut pendek yang di potong rapi sebahu, terlihat agak sangar untuk kelompok perempuan centil yang nakal.
Seorang gadis lain nya yang memiliki pipi cabi serta rambut yang di ikat ala pony tail mendecih sinis, "Seharusnya dari kemarin kita ngerjain dia"Ucapnya sambil tersenyum miring pada Alice.
Tuk
Ember yang di gunakan tadi untuk menyiram nya di lempar ke kaki Alice, untung saja tidak mengenai nya.
Dia melirik gadis terakhir yang melakukan hal itu padanya, di banding kan yang lain, gadis terakhir lebih terlihat kusam.
Seperti nya dia hanya seorang pesuruh disini, dari gaya pakaian nya saja dia berbeda dari ketiga orang ini.
Dia pun hanya menatap datar Alice tanpa mengatakan apa-apa.
Pintu toilet di buka dari luar, ketiga orang yang menghina nya tadi segera berbalik dan berpura-pura sibuk dengan alat-alat make up mereka sedangkan gadis terakhir, dia berjalan keluar dari toilet.
Alice melihat siapa yang baru saja datang, itu gadis yang sangat cantik menurutnya, dia memiliki rambut cokelat panjang bergelombang.
Mata almond nya nampak polos dan tajam di saat bersamaan, hidung nya mancung dan kecil serta bibir tipis merah yang di poles dengan pewarna bibir dengan halus.
Dia terlihat seperti boneka hidup menurut Alice dari seragam nya, mereka seangkatan juga.
Di sampingnya kanan kiri nya ada dua orang gadis yang juga cantik sama seperti gadis tadi hanya saja kesan mereka lebih tegas dan terlihat dominan di bandingkan gadis bak boneka tadi.
Mereka bertiga melirik Alice bingung, mungkin karena dia sedang basah-basahan. Kemudian, mereka melihat ke arah gadis-gadis yang sibuk
dengan alat make up tadi.
Mereka tahu, pikir Alice.
Ketiga orang ini tahu dan sadar kalau dia sedang di bully? Apa ini sudah masuk kasus pembullyan, entah lah.
Namun tidak ada respon lebih dari mereka hanya melenggang dan masuk ke dalam bilik toilet masing-masing, oh satu lagi mereka membawa paper bag di tangan mereka.
Satu hal yang Alice tangkap, ketiga orang ini ingin mengganti pakaian. Tidak ada niat ingin membantunya atau sekedar menanyakan keadaan nya.
Ternyata, memiliki wajah cantik juga tidak
mencerminkan kepribadian yang baik. Alice tersenyum tipis, beginilah keras nya hidup di antara anak-anak SMA yang labil dan egois serta berasal dari keluarga kaya.
Dia menatap ketiga orang yang mengerjainya tadi seperti orang-orang ini sudah selesai dengan urusan mereka dan segera keluar meninggalkan Alice sendirian dengan keadaan yang basah kuyup.
"Diam ku di salah artikan ternyata, haha"Ucap Alice penuh dengan sarkasme.
Dia mengelap wajahnya dan berjalan keluar dari kamar mandi. Dia akan mengingat wajah-wajah mereka yang membuat nya seperti ini termasuk ketiga gadis yang baru masuk ke toilet tadi.
Meski mereka tidak meletakkan tangan padanya tetap saja, sikap diam saat melihat orang lain kesusahan seperti itu, dia tidak menyukainya. Sama sekali tidak menyukai nya.
"Lo kenapa?"Tanya sebuah suara dingin dari belakang Alice ketika dia sudah berada sedikit jauh dari toilet.
Gadis itu berbalik dengan cepat dan melihat pemuda kemarin, siapa namanya? Hm, Gama kalau tidak salah.
Si ketua OSIS yang membuat nya menerima hukuman karena bolos.
Alice menaikan bahu nya sekilas, "Biasa lah"Jawabnya singkat, dia lagi tidak mood untuk berbicara banyak. Atau seharusnya memang tidak sama sekali.
Gama menatap gadis itu dengan bingung, biasa apa yang di maksud gadis ini? Dia sedang dalam keadaan basah kuyup dan itu sudah biasa maksud nya atau gimana?
Dia ingin membuka mulutnya lagi untuk bertanya namun,
"Jangan tanya. Aku lagi malas ngomong"Lanjut Alice sambil menatap datar Gama. Yang dia inginkan sekarang adalah pergi ke tempat sunyi sambil menunggu baju nya kering, dia tidak tahu apakah Alice memiliki loker tempat menyimpan baju lain nya atau apa lah.
Dia sudah malas. Gama kembali menutup mulutnya dan tidak jadi bertanya, melihat gadis ini seperti sedang dalam suasana hati yang tidak baik. Pemuda itu pun mengangguk dan berjalan melewati Alice, namun sebelum
sempat menjauh dia berhenti sebentar dan melirik Alice.
"Lo bisa beli baju baru di ruang tata usaha dari pada menunggunya kering."
Setelah mengatakan hal itu, dia pun melanjutkan perjalanan nya menuju tangga yang tidak jauh dari sana.
Alice menatap kosong kepergian pemuda tadi, hm kenapa dia tidak berpikir kesana ya? Beli baju baru di tata usaha.
Tapi, dia tidak tahu dimana itu ruang tata usaha, sialan! Apa beda nya, hah...
Alice memilih untuk pergi ke taman belakang saja, beli baju? Sudahlah, lebih baik tidak usah.
Dia malas berkeliling sekolah hanya untuk mencari ruang tata usaha dan lebih tidak mungkin lagi dia bertanya pada murid sekitar sedangkan dia sedang berpura pura bisu.
Satu lagi, akan aneh jika dia bertanya dimana ruang tata usaha berada padahal dia murid lama disini.
Pilihan terbaiknya hanyalah menyendiri di tempat yang jarang di datangi dan menunggu baju nya kering.
Di sisi lain,
"Kalian lihat gadis tadi kan? Dia anak dari kelas ll IPA 3, yang terkenal bisu dan tuli. Tapi sekolah masih memprioritaskan nya karena dia seorang jenius Selo"Ucap seorang gadis cantik yang di temui Alice saat berada di kamar mandi tadi.
Sebuah name tag terlihat di seragam olahraga nya, Ruby Anne Everest.
Kedua gadis di samping nya mengangguk, salah satu dari mereka memilik tahi lalat di bawah mata kiri nya yang membuatnya terlihat unik, membuka mulut menanggapi, "Dia di bully, gue kira hanya sebatas rumor."
Gadis satu nya yang memiliki gaya rambut poni di atas mata pun terkekeh, "Rumor apa? Dia sudah menjadi incaran para gadis sadis di sekolah, kalian lihat tadi Stella dan teman-teman nya kan. Gue yakin, gadis itu basah karena perbuatan mereka"Timpal nya dengan santai. Name tag gadis itu bertuliskan, Mora Bratajaya. Sedangkan yang satu nya bernama Ziva Nugraha.
Ketiga gadis populer ini berjalan menuju lapangan sekolah, mereka memasuki pelajaran olahraga. Itulah kenapa mereka berada di toilet untuk menukar seragam mereka.
Ruby, gadis yang berjalan di antara kedua gadis lain hanya mengangkat bahu nya acuh, "Selama itu tidak merugikan kita, gue tidak mau ikut campur"Ucapnya datar.
Wajah memang tidak sesuai dengan sikap, gadis ini malah terlihat berhati dingin di bandingkan wajah nya yang seperti malaikat.
Mora tersenyum, "Memang seharusnya begitu."Kata nya tidak berperasaan.
Ziva hanya meringis melihat hati dingin kedua sahabatnya itu, dia sebenarnya ingin membantu namun dia juga tidak ingin terlibat masalah dengan para gadis perundung itu. Hanya karena hati nya yang terlalu lembek.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah
semangat kk