Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Dua hari sudah Andrian dan Lasya berlibur di sini. Saat ini mereka sedang melakukan perjalanan santai dengan kapal kecil menuju tengah laut. Di kapal ini hanya ada Lasya, Andrian dan juga sopir kapal.
Lasya pikirannya terus berkecamuk. Dia sedari tadi terus mencuri-curi pandangan kepada Andrian.
Apa Andrian tidak tahu? Jelas saja dia tahu, tapi dia memilih masa bodo dan membiarkan Lasya terus menatap sesuka hatinya.
Andrian menyangga tubuhnya dengan ke dua tangan di belakang. Rambutnya terombang-ambing seiring angin yang menerpa dengan kuat. Pandangannya lurus ke depan, menatap hamparan lautan yang biru.
" Mas.."
Akhirnya Lasya bersuara juga. Dia berkata sembari menata surai rambutnya.
" Hem."
" Aku boleh tanya sesuatu nggak?"
" Hem."
Jantungnya Lasya belum apa-apa sudah dah dig dug sendiri. Seketika itu juga dia menjadi keringat dingin. Dia menatap Andrian, lidahnya sebenarnya berat ingin mengucapkan apa yang ada di dalam pikirannya.
" Ehm, kenapa kita nggak melakukan hubungan suami-istri?"
Ke dua alis Andrian sontak berkerut. Dia menoleh menatap Lasya dengan ekspresi biasa, padahal aslinya dia sendiri kaget sekaligus tidak menyangka kalau Lasya ini akan menanyakan sesuatu yang bisa di katakan pertanyaan cukup berani.
" Kamu ingin aku menyentuh mu!" Tanya Andrian datar.
Lasya sepertinya dengan yakin mengangguk.
" Bukankah kita ke sini untuk berbulan madu mas. Tapi sampai sekarang kita belum melakukan apa-apa."
Andrian bibirnya masih rapat. Dia hanya menatap Lasya saja.
Sungguh, mendapatkan tatapan seperti ini Lasya serasa di introgasi, dia menjadi semakin grogi. Jantungnya rasanya tak karuan.
" A-apa aku boleh mencium mu?"
Lasya menunjuk bibir Andrian. Wajahnya sedikit menunduk karena malu.
" Hem."
Mata Lasya seketika membulat, dia tidak mengira kalau Andrian akan mengijinkannya begitu saja, bahkan Andrian menjawab dengan sangat ringan dan mantap. Melihat Andrian yang masih berdiam diri dengan menatapnya. Lasya pun menyondongkan badannya maju, membuat jarak di antara mereka menjadi semakin dekat.
Dengan memberanikan diri, Lasya mengecup bibir Andrian. Dia mengecupnya saja, tanpa melakukan pelumatan apapun.
Sudah! Hanya seperti itu!
Lasya langsung memundurkan badannya. Membenarkan duduknya kembali semula.
Sebelah alis Andrian terangkat.
" Hanya seperti itu." Ucapnya mengejek.
" hah!" Lasya cengo.
" Terus harus bagaimana lagi mas? Maaf aku belum pernah ciuman sebelumnya. Kamu juga satu-satunya pria yang menyentuh ku."
Mendengar ini Andrian seketika kembali teringat. Dimana di malam pertama itu dia melihat bercak darah di sprei bawah Lasya. Dia masih mengingat bagaimana kasarnya dia memperlakukan Lasya pada malam itu. Tapi dia tidak menyesal. Apa yang dia lakukan menurutnya adalah hal benar. Ini adalah upah untuk Lasya yang sudah berani menerima tawaran perjodohan ini. Jadi sudah menjadi resiko dia. Dia adalah istri Andrian, terserah Andrian mau melakukan apa saja.
Sebelah tangan Andrian menarik leher Lasya. Dia melayangkan ciumannya yang kasar. Dia memagut bibir Lasya dengan sangat brutal. Bahkan dia terus memagutnya tanpa membiarkan lawannya yang masih pemula ini untuk mengambil napas.
" Ehm.."
Lasya kelabakan. Dia hanya bisa menggenggam erat baju Andrian. Rasanya dia sudah kehabisan napas, belum lagi Andrian menarik lidahnya dengan begitu kuat.
" Argh....!"
Pagutan bibir ini terlepas setelah Andrian mengigit bibir bawah Lasya. Merasakan ada cairan yang merembes,Lasya seketika mengusap bibirnya. Cairan itu ternyata adalah darah.
Lasya menatap Andrian dengan raut kebingungan. Dia menatap darah yang menempel di jarinya ini serta Andrian secara bergantian.
Andrian sama sekali tidak mengatakan maaf atau apapun. Dia malah berdiri menuju kemudi. Dia terlihat mengambil alih kemudi ini dan mengarahkan perahu ini berbalik ke tepian.
•
Andrian sudah menarik tangan Lasya dengan kasar. Genggaman tangan yang sangat kencang ini terasa membuat sakit di pergelangan tangan Lasya. Lasya ingin mengatakan itu kepada Andrian. Tapi Andrian terus saja berjalan dengan cepat, membuat Lasya sampai tergopoh-gopoh demi bisa menyamai langkah kakinya.
Mereka sudah memasuki Vila. Andrian terus membawa Lasya masuk dan menaiki anakan tangga menuju kamar.
" Mas, pelan mas. Aku bisa jatuh."
Andrian sama sekali tidak menggubris. Dia terus menarik Lasya, membawanya semakin dekat dengan kamar.
SRET..
BUGH..
Badan Lasya terdorong kasar dan terjerambab ke atas kasur. Andrian dengan kasar membalik Lasya menjadi posisi terlentang. Dia mencekal sebelah tangan Lasya ke atas. Netra mereka berdua saling bertemu. Napas Lasya terengah-engah akibat lelah mengikuti langkah Andrian tadi, belum lagi dia kaget dengan tindakan Andrian yang tiba-tiba mendorongnya ke kasur.
" M-mas."
Lasya berucap walau dengan terbata.
Andrian sama sekali tidak menjawab. Dia menatap Lasya dengan tatapan dingin dan kejam. Lasya sedikit ketakutan melihat ini.
" Ehmpt..."
Andrian dengan begitu saja mencium Lasya dengan ganas. Dia sudah mengumpulkan tangan Lasya ke atas kepala, lalu mencekalnya dengan sangat erat.
Lasya benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Lagi-lagi Andrian menciumnya dengan sangat kasar dan kuat. Bahkan sobekan di bibir Lasya seakan tidak di hiraukan oleh sang pencipta luka.
Ciuman Andrian beralih turun. Dia mengendus leher jenjang Lasya. Dia mengendusnya seolah dia suka dengan aroma tubuh Lasya. Tapi.....
" Argh...."
Lasya merintih dan memekik saat tiba-tiba Andrian mengigit bahunya yang satunya. Dia menggigitnya kencang, membuat sudut mata Lasya mengeluarkan air mata.
" Sakit mas." Rintih Lasya dengan kepala terdongak. Rasanya dia sudah tersiksa sebenarnya. Bahunya yang satu belum sembuh, sekarang Andrian melukai bahunya yang satunya lagi.
" Ergh...."
Lasya meremat bahu Andrian. Dia bahkan mencakar bahu itu sebagai rasa pelampiasan.
Andrian menyeringai. Dia menghentikan gigitannya lalu menatap Lasya tanpa rasa iba.
" Kamu yang minta, jadi kamu harus bisa menanggung akibatnya."
Setelah mengatakan ini, Andrian melepas kaosnya. Dia menunduk berganti melepaskan baju Lasya dengan secara paksa.
Lasya hanya bisa pasrah, walau air matanya ini terus menetes.
•
Percintaan di antara mereka sudah selesai. Andrian membuang benihnya ke lantai. Melihat ini tentu saja hati Lasya menjadi sakit. Dia seketika berpikir, apakah Andrian belum siap memiliki anak, ataukah ada alasan lainnya?
Sekarang Lasya hanya di kamar seorang diri. Andrian sudah pergi keluar setelah kegiatan di antara mereka selesai.
Lelehan air mata Lasya masih berjatuhan. Tubuhnya semua terasa sakit. Ke dua bahunya terasa berdenyut, belum lagi luka yang ada di dahinya.
Lasya menyeka air matanya. Mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap balkon. Suara ombak air laut terdengar keras dari dalam kamar. Sekeras usaha Lasya demi bisa mendekati Andrian.
" Kapan kamu akan menerima ku Mas?" Gumamnya sendiri.
Dia memejamkan mata, menikmati rasa sakit di tengah suara ombak yang ada.
" Andrian."
Bianka sudah menelpon Andrian terlebih dulu.
" Ada apa." Balas Andrian santai. Dia menerima telepon Bianka dengan jari yang mengapit rokok.
" Aku sekarang di rumah sakit Andrian. Aku sakit."
" Sakit? Sakit kenapa?" Balas Andrian dingin.
" A-aku, aku tadi terserempet mobil Andrian.
Ini semua gara-gara aku kurang fokus saat jalan. Di pikiran ku hanya terus mikirin kamu Andrian. Hiks... kamu pulang sekarang ya! Badan ku rasanya sakit semua."
Bianka mengadu, mengiba penuh kesungguhan, memelas layaknya sang aktris bintang.