Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian Fluffernox
Malam itu, meski sempat terganggu oleh kedatangan Fluffernox yang menggelikan, Raka dan Aluna akhirnya kembali tidur dengan sedikit ketenangan. Fluffernox kecil, yang kini tampaknya telah memutuskan untuk mengikuti mereka, duduk di pojok kamar Raka, mengeluarkan suara mendengkur seperti kucing yang puas setelah makan. Meski awalnya Raka merasa ragu, dia akhirnya menerima kehadiran makhluk itu dengan setengah hati.
"Baiklah, kau boleh tinggal di situ, tapi jangan mengganggu tidurku, oke?" kata Raka sambil menunjuk Fluffernox yang tampak tidak peduli. Dia berbaring lagi di atas kasur, menarik selimut hingga ke dagu, dan mencoba menutup mata.
Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Di luar rumah Melina, suasana desa yang awalnya damai mulai berubah. Ada pergerakan di hutan—tidak seperti suara Fluffernox yang lucu, tetapi suara derap kaki yang berat, yang semakin mendekat. Suara itu disertai dengan hembusan angin dingin yang tiba-tiba muncul, menggoyang pepohonan di sekitar desa.
Aluna terbangun lagi, kali ini dengan perasaan yang jauh lebih serius. Dia mendengar suara itu, meski masih samar. Sebagai putri dari kerajaan sihir, instingnya sudah terlatih untuk mengenali ancaman—dan apa pun yang mendekat dari hutan, itu jelas bukan sesuatu yang ramah.
Dia segera keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar Raka. Kali ini, tanpa ragu, dia langsung mengetuk pintu dengan lebih keras.
"Raka!" bisik Aluna dengan suara tegas. "Bangun! Ada sesuatu di luar."
Raka, yang baru saja mulai tertidur lagi, mengerang pelan dan membuka matanya dengan lelah. "Apa lagi sekarang? Jangan bilang ada makhluk lain yang lebih aneh dari Fluffernox..."
Namun, ketika Aluna menatapnya dengan ekspresi serius, dia tahu ini bukan saatnya bercanda. Raka bangkit dengan cepat, meski masih setengah mengantuk, dan melihat bahwa Fluffernox kecil di sudut kamar juga tampak waspada. Mata makhluk itu berkilau dalam kegelapan, seolah-olah merasakan bahaya yang mendekat.
"Apa kau mendengar sesuatu lagi?" tanya Raka, kali ini suaranya lebih serius.
Aluna mengangguk, wajahnya tegang. "Suara kaki. Bukan manusia. Terlalu berat... terlalu besar."
Raka menelan ludah. "Oke, oke... Jadi kita lari lagi? Atau... mungkin kali ini kita bertarung?"
Aluna tidak langsung menjawab. Dia berjalan cepat ke jendela, mengintip ke luar dengan hati-hati. Dari bayangan pepohonan, dia bisa melihat sesuatu yang bergerak, tapi terlalu gelap untuk memastikan bentuknya.
“Kita harus keluar dari sini. Aku tidak tahu apa yang mendekat, tapi aku tidak mau menunggu untuk mengetahuinya,” kata Aluna akhirnya.
Raka, yang kini sudah sepenuhnya terjaga, meraih jaketnya dan bersiap. "Ayo. Aku nggak mau bertemu dengan makhluk yang lebih besar dari penjaga hutan itu."
Mereka berdua bergerak dengan cepat keluar dari rumah Melina, meski berusaha tidak membuat terlalu banyak suara. Namun, tepat saat mereka keluar dari pintu depan, suara derap kaki yang berat semakin jelas, dan kini mereka bisa melihat bayangan besar yang mendekat dari arah hutan.
"Aluna," bisik Raka, matanya melebar. "Apa itu?"
Aluna menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas. Bayangan itu mendekat, dan kali ini tampak lebih jelas dalam cahaya bulan. Itu adalah makhluk besar, jauh lebih besar dari Fluffernox, dengan tubuh berbulu kasar dan taring panjang yang menyembul dari rahangnya. Makhluk itu berdiri di atas empat kaki besar, seperti serigala raksasa yang sudah berevolusi menjadi monster.
"Mastara," desis Aluna. "Itu Mastara. Mereka adalah pemburu malam dari dimensi hutan gelap. Mereka tidak seharusnya ada di sini..."
Raka menatap makhluk itu dengan mulut ternganga. "Mastara? Apa mereka... suka manusia untuk makan malam?"
Aluna tidak menjawab langsung. Sebaliknya, dia merogoh kantong jubahnya lagi, mengambil tongkat sihirnya. "Mereka tidak memakan manusia. Tapi mereka akan menyerang siapa saja yang mereka anggap sebagai ancaman. Dan saat ini, kita adalah ancaman."
Mastara itu mendekat, langkahnya berat dan mengintimidasi. Dari belakangnya, terdengar suara gemeretak aneh, seperti ada sesuatu yang lain yang juga mendekat. Raka menelan ludah, merasa jantungnya berdetak semakin cepat.
“Jadi... kita lari atau bertarung?” tanya Raka lagi, kali ini dengan nada yang lebih mendesak.
Aluna mengambil napas dalam-dalam. “Kita tidak bisa lari dari Mastara. Mereka terlalu cepat. Kita harus melawannya.”
“Melawan? Oke, baiklah, aku... siap,” kata Raka meski terdengar tidak yakin. “Tapi bagaimana caranya kita melawan makhluk sebesar itu?”
Aluna menatap Raka dengan tegas. “Aku akan mencoba menahannya dengan sihir. Kau... pastikan Fluffernox tidak mengganggu.”
Raka melirik ke arah Fluffernox yang sekarang berdiri di sampingnya, tampak penuh semangat, meski jelas makhluk itu tidak mengerti situasi berbahaya di sekitarnya. "Baiklah, Fluffy... kau dengar itu? Jangan melakukan hal bodoh, oke?"
Fluffernox hanya mengeluarkan suara kecil, seperti mendengkur puas, tidak menyadari ancaman yang mendekat.
Aluna mengangkat tongkat sihirnya, memusatkan perhatian pada Mastara yang semakin dekat. Dengan satu gerakan cepat, dia mengayunkan tongkatnya ke udara, dan dari ujung tongkat tersebut muncul semburan cahaya biru yang menyala terang. Cahaya itu melesat ke arah Mastara, menciptakan penghalang tak terlihat yang menghentikan langkah makhluk besar itu.
Mastara mendengus keras, matanya yang merah menyala tampak marah. Makhluk itu berusaha menerobos penghalang yang dibuat oleh Aluna, mencakar udara dengan taringnya yang tajam. Namun, sihir Aluna cukup kuat untuk menahan serangan sementara waktu.
“Aku tidak bisa menahannya terlalu lama,” kata Aluna dengan suara tegang. “Aku butuh waktu untuk merapal mantra yang lebih kuat.”
Raka menoleh ke Aluna, matanya melebar. “Waktu? Kau bilang waktu? Bagaimana aku bisa memberimu waktu kalau dia hampir menghancurkan penghalang itu?!”
Aluna tetap fokus pada sihirnya, tidak teralihkan oleh keluhan Raka. “Kau bisa mengalihkan perhatiannya, Raka. Lakukan sesuatu. Apapun.”
Raka terdiam sejenak, mencoba berpikir dengan cepat. "Mengalihkan perhatian? Bagaimana caranya aku...?" Dia melirik ke sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang bisa digunakan. Tapi di tengah kepanikannya, dia tidak bisa berpikir jernih.
Tiba-tiba, Fluffernox kecil yang tadi hanya diam di sebelahnya, melompat ke depan. Makhluk itu mengeluarkan suara yang jauh lebih keras dari yang biasa dia buat, dan dengan keberanian tak terduga, dia berlari ke arah Mastara.
"Fluffy! Jangan! Itu bukan waktunya pamer keberanian!" teriak Raka dengan panik.
Namun, Fluffernox terus berlari ke arah Mastara dengan penuh semangat, meski tubuhnya jauh lebih kecil dibandingkan makhluk raksasa itu. Aluna, yang sedang berusaha menjaga penghalang, tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
“Mastara tidak akan menyerang makhluk kecil seperti itu... bukan?” tanya Raka sambil menutup matanya, takut melihat apa yang akan terjadi.
Namun, yang terjadi kemudian benar-benar tak terduga. Mastara, yang awalnya tampak marah dan siap menyerang, tiba-tiba berhenti dan menatap Fluffernox yang berlari ke arahnya. Alih-alih menyerang, makhluk raksasa itu mundur sedikit, tampak kebingungan.
Fluffernox, yang jelas-jelas tidak tahu kapan harus berhenti, terus melompat-lompat di sekitar kaki Mastara, menggigit ranting-ranting kecil dan berlari berputar-putar. Raka membuka matanya perlahan dan melihat adegan itu dengan mulut terbuka lebar.