Bertransmigrasi kedalam tubuh Tuan Muda di dalam novel.
Sebuah Novel Fantasy terbaik yang pernah ada di dalam sejarah.
Namun kasus terbaik disini hanyalah jika menjadi pembaca, akan menjadi sebaliknya jika harus terjebak di dalam novel tersebut.
Ini adalah kisah tentang seseorang yang terjebak di dalam novel terbaik, tetapi terburuk bagi dirinya karena harus terjebak di dalam novel tersebut.
Yang mau liat ilustrasi bisa ke IG : n1.merena
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Pertarungan Dengan Orion.
Kami berdua, aku dan Orion, terus bertukar pukulan, tak ada ampun di antara kami. Tinju, tendangan, bahkan gigitan menjadi senjata dalam pertarungan liar ini. Tak ada sihir yang digunakan—ini adalah pertempuran fisik yang sepenuhnya primitif. Orion, dengan tubuh kekarnya, terus menghantamku dengan kekuatan mentahnya, sementara aku mengimbangi dengan kecepatan dan kelincahan yang telah kutempa.
Suara benturan antara daging dan tulang terdengar nyaring di tengah hutan yang sunyi. Darah kami berdua mengalir, membasahi tanah dingin Night Forest. Banyak pepohonan di sekitarnya tumbang terkena dampak dari serangan kami. Aroma darah dan getah pepohonan bercampur, menciptakan suasana yang semakin mengerikan.
Aku tersenyum tipis meski darah mengalir dari sudut bibirku. "Kau masih belum menyerah, kan?" tanyaku dengan nada mengejek, mataku menatap Orion yang kini tubuhnya dipenuhi luka lebam dan darah. Meski tubuhku juga penuh luka, rasa lelah belum menggerogoti semangatku.
Orion, meski napasnya mulai terdengar berat, masih menunjukkan seringai gilanya. "Hah... Tenang saja. Aku masih bisa melanjutkan ini." Suaranya serak, tapi kekuatan fisik dan mentalnya belum sepenuhnya hancur. Kakinya bergetar, namun dia tetap berdiri, menolak menyerah.
Tanpa berpikir panjang, aku melesat ke arahnya lagi, meninju perutnya dengan kuat. Orion, meski terhuyung, berhasil menahan seranganku dengan kepalan tangannya. Tapi aku tidak berhenti di sana—dengan cepat, aku membenturkan kepalaku ke tengkoraknya. Suara benturan keras bergema, diikuti oleh suara retakan yang memecah udara malam. Retakan itu bukan dari kepalaku, tapi dari tengkorak Orion.
Darah segar memancar dari hidungnya, tapi Orion masih tertawa, meski dengan bibir yang gemetar. "Kau benar-benar keras kepala," katanya sambil mengusap darah dari hidungnya.
Sebelum dia bisa melancarkan serangan balasan, aku melancarkan pukulan telak ke rahangnya. Orion tersentak ke belakang, tubuhnya akhirnya menyerah pada tekanan yang sudah tak tertahankan. Dia jatuh dengan keras ke tanah, tubuhnya terhempas tak berdaya.
"Kau cukup kuat, Orion," kataku, memandangnya dengan rasa hormat. "Tapi aku tidak akan membunuhmu. Orang seperti kau layak diberi kesempatan untuk bertahan." Membunuh lawan yang kuat seperti Orion bukan hanya bodoh, tetapi juga menyia-nyiakan potensi masa depan.
Aku duduk di sebelah tubuhnya yang pingsan, menatap langit malam yang hanya dihiasi oleh bintang-bintang. Bulan yang menggantung tinggi tampak redup, seperti merestui pertarungan ini. Udara dingin terasa tajam, tapi adrenalin yang mengalir di tubuhku membuatku tetap hangat.
Suara langkah lembut terdengar di belakangku. Tanpa menoleh, aku berbicara, “Kau datang untuknya?” Suaraku tenang, meski aku sudah menyadari kehadirannya sejak awal. Sosok bertopeng hitam muncul dari balik bayangan pepohonan, mendekat dengan langkah yang nyaris tanpa suara.
“Ini perintah dari sang pemenang,” aku berkata dengan nada tegas. "Obati lukanya dan pastikan dia selamat. Jika tidak, aku yang akan memburu hidupmu dan memastikan penderitaan lebih buruk daripada kematian."
Pria bertopeng itu tidak berkata sepatah kata pun, hanya membungkuk dalam dan dengan sigap mengangkat tubuh Orion yang pingsan. Dia bergerak dengan cekatan, nyaris seperti bayangan yang hidup, menghilang di antara pepohonan yang gelap.
Aku berdiri perlahan, menggerakkan tubuhku yang mulai terasa pegal. Pertarungan tadi cukup menarik, tapi bukan tantangan yang sesungguhnya. “Siapa yang akan datang selanjutnya?” bisikku sambil menatap jauh ke depan, ke dalam kegelapan hutan yang seolah memanggilku untuk maju lebih dalam.
Senyum dingin menghiasi wajahku. Aku tahu, di dalam kegelapan itu, lebih banyak musuh menunggu. Dan aku siap menyambut mereka semua.
the darkest mana
shadow mana
masih ada lagi tapi 2 itu aja cukup