🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Jangan Sentuh Milik Saya!
CUP!
Ciuman itu dengan cepat mendapatkan sorakan meriah dari orang-orang. Teman-teman satu angkatan Daliya bertepuk tangan heboh, hanya Silvi yang melihat mereka dengan wajah sebal dan Kevin yang melotot tidak percaya. Beberapa pengunjung restoran malah ada yang sudah mengacungkan handphone mereka, merekam kejadian romantis itu. Daliya sendiri terdiam mematung, bahkan saat Ren melepaskan bibir mereka, Daliya masih bingung dengan apa yang barusan terjadi padanya.
Hingga akhirnya, beberapa menit kemudian Daliya pamit untuk pergi ke toilet.
“Hah?” Barulah saat berada di toilet, Daliya menyadari apa yang baru saja terjadi. Ia menatap wajahnya sendiri pada pantulan cermin di atas wastafel dengan raut muka tidak percaya. “HAH? TADI AKU NGAPAIN?” Daliya berteriak sambil merremas rambutnya sendiri.
Memang sih, ciuman itu mungkin memang bukan ciuman sungguhan, hanya sebuah kecupan dimana bibir dengan bibir saling menempel. Namun masalahnya, ini adalah ciuman pertama Daliya, dan ia melakukannya bersama pria yang baru ia kenal lima belas menit yang lalu dan disaksikan pula oleh teman-teman seangkatannya di kampus!
“Gila banget..” Daliya berjongkok di depan wastafel, kakinya terasa lemas. "Sadarlah Daliya! Sadarlah!" Ia menepuk-nepuk kedua pipinya. Tapi mau bagaimanapun dia mencoba mengalihkan pikiran, tetap saja bayangannya tertuju pada saat dirinya dicium oleh Ren. Tanpa sadar otaknya sudah memutarkan kembali adegan itu diiringi dengan lagu-lagu romantis.
“STOP! STOP DALIYA! STOP MIKIRIN CIUMAN!” Daliya menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. “Oke Daliya, calm down. Kamu nggak boleh baper. Ciuman itu termasuk bagian dari rencana. Lagian itu efektif kan? Buktinya Silvi langsung diem, nggak berani ngomong lagi,” Daliya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ada rasa puas di dalam hatinya saat melihat ekpresi Silvi yang kesal tadi.
Setelah berdiam diri di toilet selama beberapa menit, barulah Daliya melangkah keluar. Ia berusaha mengontrol ekspresinya agar tidak terlihat gugup. Jangan sampai hal itu membuat Silvi menjadi curiga lagi padanya.
“Daliya,”
Tepat saat Daliya melangkah keluar, ia melihat Kevin menunggunya di depan pintu toilet. Laki-laki itu berdiri dengan punggung yang disandarkan pada tembok dan kedua tangannya terlipat di depan dadda.
“Hm?” Daliya berusaha bersikap tenang. Dia sebenarnya sudah tahu akan diinterogasi oleh Kevin. Bagaimanapun juga, Kevin adalah sahabatnya selama sepuluh tahun. Ia pasti akan bertanya tentang kemunculan Ren yang tiba-tiba. “Ada apa ya?”
“Kenapa kamu nggak pernah cerita sama aku?” Tanya Kevin sambil menatapnya tajam. “Kamu yakin mau pacaran sama laki-laki itu?”
“Aku bukannya nggak cerita, cuma belum aja,” Daliya menjawab setenang mungkin. “Lagian kenapa sih? Nggak semuanya tentang aku harus cerita ke kamu kan?”
“Tapi, tetep saja. Ini benar-benar nggak masuk akal. Masa kamu sudah pacaran sama laki-laki yang baru dikenal satu bulan? Memangnya kamu sudah tahu bagaimana latar belakangnya? Apa perkerjaannya? Gimana sifat aslinya? Kamu jangan mudah percaya sama orang cuma dari tampilan luarnya aja!”
Daliya menghela napas kesal. Satu hal yang ia tak sukai dari Kevin, yaitu sifatnya yang lumayan suka ikut campur dengan urusan Daliya.
“Ayolah Vin, Aku tuh baru pacaran, bukannya mau nikah. Lagipula, terserah aku dong mau menerima orang dari segi apanya? Aku memang suka dengan Ren dari wajahnya, dan menurutku itu sudah cukup.”
“Ya nggak bisa begitu dong. Setidaknya, kamu harus bilang ke aku sejak Ren ngejar-ngejar kamu. Kamu nggak tahu kan betapa berbahayanya orang-orang di luar sana? Laki-laki itu nggak ada yang bisa dipercaya, Liya..” Kevin tampak menjelaskan dengan wajah frustasi. “Setidaknya, kalau kamu ngomong ke aku, aku bisa kroscek dulu. Cowok itu baik nggak, suka main-main sama cewek apa nggak, beneran suka sama kamu apa nggak,”
“Ya ampun Kevin, please deh! Aku bukan anak kecil! Aku udah tahu mana yang bener mana yang salah! Lagipula, kalau memang nggak ada laki-laki yang bisa dipercaya, berarti kamu juga kan?”
”Bukan begitu Liya. Aku melakukan ini karena aku tuh sahabat kamu sejak dulu. Aku tahu mana yang terbaik buat kamu! Aku itu udah nganggep kamu seperti adikku sendiri!”
Deg!
Daliya merasa daddanya berdenyut saat mendengar kalimat itu. Adik? Jadi selama ini kamu cuma menganggap aku sebagai adik? Apa kamu memang nggak bisa memandang aku sebagai seorang wanita?
Tanpa sadar, air mata Daliya mulai merebak. Astaga, seharusnya Daliya tidak boleh menangis, atau dirinya akan terlihat semakin menyedihkan. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah ditolak bahkan sebelum mengungkapkan perasaannya.
“Sayang?” tangan besar seorang pria tiba-tiba melingkar pada pinggang Daliya. Daliya terkejut. Ternyata itu adalah Ren. “Aku sudah cari kamu kemana-mana, ternyata ada di sini,”
Sejenak, Ren bertatapan mata dengan Daliya dan terkejut melihat mata wanita itu sudah memerah. Dengan lembut, ia mendekap gadis itu ke pelukannya. Daliya tidak menolak, ia malah membenamkan wajahnya pada dadda bidang pria itu untuk menyembunyikan air matanya.
"Maaf, saya sedang bicara dengan Daliya, saya minta kamu pergi dulu," Kevin mengusir secara terang-terangan. Ia merasa kesal saat melihat Ren memeluk Daliya sesuka hatinya.
"Tapi, sepertinya pacar saya nggak mau bicara dengan Anda," Ren menjawab tak mau kalah.
"Ini urusan saya dengan Daliya. Mohon Anda sebagai orang asing jangan ikut campur. Saya dengan Daliya sudah bersahabat sejak lama, jadi saya paling tahu perasaan dia,"
"Orang asing? Sepertinya Anda salah. Saya adalah pacar Daliya, dan Anda hanya sekedar sahabatnya saja. Otomatis, pangkat saya berada di atas Anda," Ren kemudian mengalihkan pandangannya pada Daliya. "Sayang, apa kamu masih mau bicara dengan orang ini?" Bisiknya lembut. Daliya menggelengkan kepalanya perlahan.
"Tolong bawa aku pergi dari sini," bisiknya pada Ren.
"Anda dengar kan? Pacar saya sudah bilang sendiri kalau dia tidak mau bicara dengan Anda," Ren berkata sembari tersenyum penuh kemenangan. Ia lalu menuntun Daliya pergi dari sana.
"Tunggu!" Kevin berusaha mencegah dengan menahan tangan Daliya. "Daliya, aku masih mau bicara!"
"Jangan menyentuhnya!" Ren menepis tangan Kevin. "Kenapa Anda memaksa orang yang tidak mau bicara? Dan lagi, saya paling tidak suka jika ada orang lain yang menyentuh milik saya. Jangan sampai saya melayangkan tinju saya pada Anda,"
Ren berkata dengan nada tegas sambil menatap Kevin tajam. Karena Daliya juga tidak mengatakan apapun, terpaksa Kevin melepaskan pegangannya. Ia melihat kepergian mereka berdua sambil mengepalkan tangan menahan marah.
"Kita kembali ke restoran?" tanya Ren saat mereka keluar dari toilet. Daliya lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Saat ini wajahnya pasti terlihat sembab, dan teman-temannya akan bertanya apa yang terjadi. Daliya tidak ingin menunjukkan kesedihannya pada mereka, terutama di depan Silvi.
"Kalau gitu, kita mau kemana?" tanya Ren lagi.
"Terserah. Kemana saja. Asal jauh-jauh dari sini,"
"Oke kalau itu maumu," Ren menganggukkan kepala mengerti. Lalu ia membawa Daliya keluar menuju parkiran, menuju mobil Supercar miliknya yang terparkir di sana.
punya dendam kah sama Ren
Dali ya 🌹
kocak🌹