Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Pagi itu Ibrahim sudah berangkat bekerja. Arumi juga menyelesaikan semua pekerjaan di rumahnya.
Arumi kini tengah membaringkan tubuh lelahnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar.
Arumi menoleh ke arah jam dinding yang masih menunjukkan 10 pagi.
Entah kenapa Arumi merasa waktu yang di habiskannya di rumah terasa sangat lama dan membosankan.
Mungkin karena Arumi terus mengulang kegiatan setiap hari, tanpa adanya hal yang baru.
Arumi bangkit dari rebahannya lalu melangkah menuju kamar mandi.
Setelah menuntaskan hajatnya, Arumi menatap pantulan wajahnya didepan cermin yang bertengger di atas wastafel sambil mencuci tangan.
Arumi meringis saat menatap wajahnya yang jauh dari kata terawat, bahkan untuk pencuci wajah saja ia merangkap dengan sabun mandi.
Tatapan teralihkan pada plester lucu yang masih menempel di sudut bibirnya. Ia lalu meraba plester bermotif doraemon itu.
"Kayanya lukanya udah sembuh deh." Arumi bergumam sambil menatap pantulan wajahnya di cermin.
Arumi mulai mengulik ujung plester itu lalu menariknya dengan perlahan.
Arumi menatap lekat plester doraemon yang kini berada ditangannya yang seketika membuat bibir Arumi mengukir senyum.
Ia kembali teringat saat Erlan menempelkan benda itu di bibirnya. Sebuah hal yang membuat perasaan Arumi seketika menghangat.
"Mas Erlan dapet dari mana plester lucu kaya gini?" Gumam Arumi dengan senyum yang masih setia menghiasi.
"Ya ampun!!! Aku kenapa lagi sih? Kenapa cuma liatin plester aja sampe senyum-senyum sendiri kaya orang gila." Arumi memukul-mukul kepalanya untuk mengusir bayangan Erlan lalu dengan cepat membuang plester itu ketempat sampah.
Tapi, plester itu hanya singgah sebentar di tempat sampah karena Arumi kembali mengambil plester itu lalu memasukannya ke laci nakas dimana ada sapu tangan pemberian Erlan terlipat rapi disana.
Arumi bahkan mengabaikan tingkah bodohnya karena dengan seperti itu dia bisa merasa sedikit bahagia.
"Mas Erlan lagi apa ya? Kenapa aku pengen banget ketemu sama dia?" Pertanyaan itu terus saja memenuhi isi kepala Arumi.
"Sadar... Arumi.. sadar.. dia suami orang. Lagian kamu juga udah punya suami. " Arumi menepuk kedua pipinya dengan kedua tangan untuk membuatnya kembali menerima kenyataan.
Tapi ternyata hal itu tak semudah yang dibayangkan, karena pada akhirnya Arumi beranjak menuju dapur.
Berharap ia bisa melihat seseorang yang terus saja memenuhi angan-angannya.
***
Arumi mulai menyibukan diri di dapur, tempat dimana dirinya bisa melihat Erlan meskipun dari jauh.
Akhirnya ia putuskan membuat kesibukan dengan memasak opor ayam untuk suaminya. Meski sebenarnya itu hanya sebatas alibinya saja.
Setelah cukup lama berkutat di dapur akhirnya Arumi bisa melihat pria yang beberapa hari terakhir memenuhi isi pikirannya.
Pria itu terlihat fokus memotret beberapa objek di depannya yang entah bertujuan untuk apa dan selalu terlihat tampan seperti biasanya.
Entah kenapa Arumi cukup merasa damai meksi hanya bisa melihatnya dari jauh. Sikap tenang yang ditujukan Erlan seolah mengalir ke dalam tubuh Arumi meski hanya dengan menatapnya saja.
Meski pemandangan di depan mata cukup menyejukan tak membuat Arumi lupa dengan aktivitas memasaknya, Arumi memasukan beberapa bumbu ke dalam wajan yang berisi opor ayam yang hampir matang dengan tatapan yang tak mampu berpaling dari Erlan.
Setelah waktu cukup lama berlalu akhirnya tanpa sengaja Arumi kembali bertemu tatap dengan Erlan. Dan seperti sebelumnya Arumi menghindar dengan memalingkan wajah.
Arumi kembali berpura-pura sibuk dengan aktivitas memasaknya, ia terus mengaduk opor ayam dalam wajan yang sebenarnya sudah matang sejak tadi.
Arumi yang merasa Erlan sudah tak lagi memperhatikannya kembali melirik sekilas ke arah Erlan.
Tapi, Arumi sedikit merasa kecewa karena pria itu kini tak lagi berada ditempanya tanpa jejak sama sekali.
Arumi yang melihat objeknya menghilang dari pandangan secara refleks melangkah ke arah pintu dapur.
Ia melongokkan kepalanya disana untuk memastikan penglihatannya. Dan ternyata Erlan memang sudah tak ada lagi disana.
"Haahh.." Arumi menghela napas kasar.
Hidup Arumi seolah terasa kembali suram setelah Erlan menghilang dari pandangannya.
"Baaa!!" Tiba-tiba Erlan mengejutkan Arumi dari balik semak-semak.
Erlan yang tadi melihat Arumi seorang diri di dapur menyelinap keluar dari pintu samping dan bersembunyi dibalik semak untuk mengejutkan Arumi.
"Mbak Arumi lagi nyari aku ya?" goda Erlan dengan tawa renyahnya.
Arumi sama sekali tak bergeming, apa yang dilakukan Erlan barusan hampir saja membuat jantungnya keluar dari tempatnya.
Rasa terkejut bercampur malu membuat wajah Arumi memerah bak kepiting rebus.
"Siapa bilang aku lagi nyari Mas Erlan, aku cuma lagi nyari angin kok." kilah Arumi.
"Mbak Arumi baru beres masak?" Erlan mengalihkan pembicaraan karena tak ingin Arumi terus merasa malu.
"Iya."
Erlan hanya tersenyum, meski ia tahu betul kalau Arumi sedang berbohong.
"Padahal, aku berharap Mbak Arumi nyariin aku, sebenarnya aku juga mau ketemu sama Mbak Arumi." Ucap Erlan tiba-tiba.
"Mas Erlan mau ketemu sama aku?"
"Iyaa."
"Buat apa?"
"Kangen soalnya." Jawab Erlan tanpa ragu.
"Apa!!!" Arumi seketika memekik kaget.
"Hehe... Bercanda kok Mbak!" Erlan seketika tertawa seperti kebiasaannya.
"Lukanya udah sembuhya Mbak?" tanya Erlan mengalihkan pembicaraan sambil melihat ke arah bibir Arumi.
"Iya, udah sembuh Mas." Arumi mengangguk pelan.
"Alhamdulillah kalau gitu." Erlan menghela napas lega.
"Mbak Arumi masak apa?" tanya Erlan sambil melongokkan kepalanya ke belakang Arumi mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya.
"Aku masak ...." Ucapan Arumi terjeda lalu menoleh ke arah wajan yang berada tepat disampingnya.
"Masak opor ayam ya? Wangi kecium sampai kesini." Erlan mencoba menebak karena ia mencium aroma rempah khas opor ayam.
Dan sesuai dugaannya, Arumi menganggukan kepalanya
"Pantes wangi harum banget, kayaknya opornya enak."
"Mas Erlan mau nyoba?" Arumi meruntuki dirinya karena sudah bertanya seperti itu.
"Beneran!! Aku boleh nyobain masakan Mbak Arumi?"
Meski sedikit menyesal sudah memberinya tawaran, Arumi hanya bisa mengangguk pelan.
"Sebentar ya aku ambilin. Opornya udah mateng kok." tanpa sadar Arumi langsung bersemangat dan melangkah menuju kompor.
Arumi yang merasa gugup tanpa sadar menyentuh telinga wajan yang masih panas tanpa alas apapun.
Sontak Arumi memekik saat kelima ujung jarinya terasa panas.
Erlan yang mendengar Arumi memekik seketika panik. Tanpa menunggu lama ia langsung ke dalam dapur tetangganya itu.
Erlan dengan cepat meraih tangan Arumi lalu meniup lembut ujung jari Arumi yang kini mulai terlihat memerah.
Di rasa tindakan itu saja tak cukup, Erlan menarik tangan Arumi ka arah wastafel lalu mengguyur tangan Arumi dengan air keran.
Setelah terkena guyuran air akhirnya rasa panas di tangan Arumi sudah terasa berkurang seiring berkurangnya rasa cemas Erlan.
"Masih sakit gak Mbak?" tanya Erlan yang masih meniup ujung jari Arumi.
Arumi hanya mengangguk sambil menatap manik mata Erlan, tatapan cemas itu jelas terlihat tulus.
"Mas Erlan tadi ...." Arumi menjeda ucapannya.
Tapi ucapan Arumi membuat Erlan seketika tersadar dengan apa yang tengah dilakukannya.
Erlan dengan cepat melepas tangan Arumi, saat itu juga ia sadar kalau dirinya sudah lancang dengan memasuki dapur orang lain.
"Maaf ya Mbak, aku tanpa sadar malah masuk ke sini." Ucap Erlan panik.
Ia bergegas melangkah ke arah pintu dapur, tapi langkahnya seketika terhenti saat merasakan sesuatu menarik ujung bajunya.
"Jangan gini Mbak, malu. Nanti kalau Mas Ibrahim tiba-tiba pulang gimana?" Erlan berusaha melepas tarikan di ujung bajunya tapi ia merasa Arumi menariknya lebih kencang.
"Mbak jangan gini dong, gak enak kalau di lihat orang." lagi Erlan berkata tanpa menoleh.
"Gak enak kenapa, Mas. Mas Erlan kenapa masih disini?" tanya Arumi bingung saat melihat Erlan masih mematung di samping meja makan.
Erlan yang terkejut mendengar pertanyaan Arumi seketika menoleh, ia melihat berdiri di belakangnya tanpa melakukan apapun.
Lalu pandangannya beralih pada ujungnya yang sejak tadi terasa di tarik seseorang.
"Astaga!! Jadi dari tadi bukan Mbak Arumi yang narik ujung bajuku? Ternyata ujung bajuku nyangkut di kursi meja makan. " Erlan membatin dengan rasa malu yang rasanya sudah di puncak ubun-ubun.
Arumi yang sadar dengan situasi seketika tertawa terbahak melihat tingkah Erlan.
Sementara Erlan hanya bisa tersenyum getir sambil menahan rasa malu. Ingin sekali rasanya ia menggali lubang lalu mengubur diri disana.
************
************