" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sarapan
Wira sudah berseragam lengkap, ia berjalan ke arah dapur,
Saat ia berjalan ke arah dapur tanpa ia sadar ia menoleh ke arah jendela rumahnya yang jika di buka itu tembus langsung ke arah jendela kamar Mega.
Sebenarnya itu adalah kebiasaan wir setiap kali tidur dirumah ibunya, diam diam dia akan menatap jendela kamar yang sudah lama tidak di buka itu.
Namun sekarang jendela itu terbuka lebar, ia pun dapat melihat jelas tirai putih yang tergantung di atas tempat tidur Mega.
Sejak dulu, perempuan itu tumbuh bagaikan seorang putri bagi Wira,
Membuat Mega menangis pun Wira tidak berani,
Dan Apapun yang Mega mau, Wira akan berusaha menurutinya.
Wira membuang pandangannya, memilih untuk tidak lagi menatap kamar itu.
Kenanga tentang Mega kembali merangsek masuk, dan itu menyiksa Wira.
" Sarapanlah dulu Wira.." suara ibunya dari dapur,
Wira tidak menjawab, namun ia segera duduk di kursi makan.
Ibunya mengambilkan piring dan nasi, lalu meletakkannya di hadapan Wira,
" ambilah lauknya sendiri.." kata ibunya, lalu segera mengambil piring yang sudah terisi penuh lauk,
" nah itu buat siapa?" tanya Wira heran karena ibunya tidak begitu suka ikan.
" Buat Mega.. Biar untuknya sarapan.." jawab ibunya.
Wira terdiam sesaat,
" Mega sudah bukan anak kecil lagi Bu, dia sudah menjadi perempuan dewasa, jadi ibu jangan memanjakannya lagi.
Dia juga sudah lama hidup di kota,
Ibu pikir dia suka makan masakan desa?
sudah letakkan saja Bu, lebih baik ibu berikan pada tetangga di belakang rumah kita." ujar Wira,
Ibunya terlihat kaget dengan kata kata Wira, putranya itu terdengar sinis.
" Kau ini ketempelan apa pagi pagi? Setan di sanggar tarimu ikut pulang ya?" tanya ibunya dengan dahi berkerut,
" Sudah Bu, dia tidak butuh sikap yang baik dari kita lagi."
" Wira?" panggil ibunya dengan suara tenang, di tatap putranya baik baik,
" ibu tau, kau kecewa dengan Mega,
ibu tau kau tumbuh bersamanya dan sudah menganggapnya adikmu sendiri..
Tapi tidak benar sikapmu sekarang Wira..
Mega juga punya alasan sendiri kenapa dia pergi dan tidak kembali.."
Wira tersenyum getir mendengar kata kata ibunya.
" Ibu menyayangi Mega layaknya putri ibu sendiri,"
" mana ada seorang putri yang meninggalkan ibunya selama sepuluh tahun lebih, dan kejamnya dia tidak datang kesini sama sekali dalam sepuluh tahun itu." tandas Wira.
" Tidak hanya kita yang tidak di kunjungi, tapi Kakung dan uti juga?
Kau kan tidak tau permasalahan apa yang sudah terjadi antara Kakung dan papanya Mega?"
" itu bukan alasan untuk tidak datang kesini sama sekali.
beberapa manusia memang seperti itu Bu.
mudah melupakan orang lain saat mendapatkan kehidupan dan orang orang baru yang lebih menyenangkan."
Ibunya bisa melihat dengan jelas rasa sakit hati Wira.
sejujurnya ibunya tau, Wira adalah orang yang paling kecewa saat Mega pergi,
Bahkan Wira sempat terpuruk selama berbulan bulan, hingga akhirnya ia di jemput oleh pamannya.
Ibunya pikir, kekecewaan itu sudah sirna tergerus oleh waktu,
toh hubungan keduanya sudah seperti saudara, pastinya ketika Mega kembali, hati Wira akan mencair, itu pemikiran ibu Wira.
" kau terlalu berprasangka buruk Wira..
Mega tidak seburuk itu..
Ibu bisa melihat jelas di matanya, banyak kerinduan untuk kita..
Dia juga menyesal karena selama ini tidak berani pulang kesini..
ibu sudah bicara banyak dengannya Wira.."
Wira terlihat kesal,
Ia tidak lagi menjawab ibunya,
laki laki berseragam loreng itu bangkit, dan berjalan menjauh dari meja makan.
" Wira makan di kantin saja." kata laki laki itu sembari terus berjalan keluar.
Mega mengendarai mobil kakungnya dengan kecepatan sedang, ia ada janji sore ini dengan Nadira teman SMA nya dulu.
saar keluar dari jalan besar kampung, ia menuju jalan utama, tiba tiba ia teringat ucapan utinya tentang sanggar tari tempat Wira berlatih.
Mega menemukan sanggar tari yang berbentuk pendopo itu, cukup besar.
Pikirannya tiba tiba kembali pada Wira,
Pasti menyenangkan jika ia bisa melihat Wira menari lagi,
Apalagi laki laki itu sudah tidak lagi seorang pemuda seperti sepuluh tahun lalu,
bagaimana ya gerak tubuhnya sekarang?
Apa masih selincah dulu?
Apa semangatnya masih semembara dulu?
mega penasaran.
Tapi lagi lagi ia di ingatkan dengan sikap Wira yang sinis.
Keinginannya itu tiba tiba surut.
Mega menginjak gas mobilnya, dengan kecepatan yang tidak berbeda jauh, hanya saja ia menambah kecepatannya sedikit karena sudah memasuki jalan raya.
Sekitar dua puluh menit Mega menyetir, ia akhirnya sampai di sebuah area perumahan,
Mega masih mengingat jelas rumah itu,
" Dira?!" panggil Mega saat sudah turun dari mobil kakungnya,
" Mega!" Nadira yang sudah menunggu di teras itu berjalan keluar, menyambut Mega, keduanya berpelukan melepas rindu.
" masuklah!" Nadira menarik lengan Mega.
Keduanya lama berbincang, membicarakan hal hal yang sudah mereka lalui selama mereka tidak bertemu, sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Setelah lelah berbincang keduanya memutuskan untuk keluar dan makan di suatu cafe yang lumayan terkenal di kota kecil ini.
Mega seperti lupa akan beban pikirannya saat bertemu dengan nadira,
meski hanya setahun bersama di kelas satu, namun keduanya sudah cukup dekat.
" Sudah bertemu dengan mas Wira mu itu?" tanya Nadira setelah menghabiskan makanannya.
Mendengar pertanyaan Nadira Mega tiba tiba murung,
" melihat wajahmu yang seperti itu, sepertinya pertemuan itu tidak berjalan dengan baik," gumam Nadira,
" kau benar.. Dia membenciku sekarang.." jawab Mega.
" Masuk akal.."
" kok masuk akal Dira?" Mega semakin murung,
" dengan apa yang sudah kau lakukan padanya, dengan janjimu yang kau langgar..
Kalau aku jadi Wira aku juga akan membencimu.."
" astaga Dira, bukannya menenangkanku kau malah menambah kesedihanku.."
Nadira tersenyum mengerti,
" aku hanya bicara jujur Mega.. Janganlah kau sedih, kita sudah bukan remaja lagi.."
" Tapi tetap saja, aku terkejut dengan sikapnya padaku..
Dia yang selalu lembut dan perhatian padaku,
Berubah drastis begitu.."
" apa dia sudah menikah Mega?"
" entahlah, mungkin sudah.. Mana mungkin di usianya yang sekarang dia belum menikah.." jawab Mega,
" tapi dia kan berjanji padamu Mega.. Kau sendiri yang mengatakan padaku kalau hanya kau yang akan menjadi istrinya nanti?"
" aku tidak bisa menagih janji itu dira, karena akupun sudah ingkar..
Biarlah dia bahagia dengan pasangannya sekarang..
Aku hanya bisa mendoakannya.." ucap Mega dengan wajah sayu,
" kau sungguh sungguh Mega?" tanya Dira,
" maksudmu Dira?"
" apa hatimu kuat melihatnya yang sekarang sudah bersanding dengan perempuan lain?"
" ah.. Kau edan.." suara Mega setengah mengeluh, ia bahkan tidak mampu membayangkan itu, dan ia berharap tidak akan pernah bertemu dengan istri Wira sekalipun selama dirinya disini.
" Kau masih menyimpan cinta untuknya kan?" Dira terus saja mengorek Mega,
" sudah lah Dira.. Bukankah itu semua masa lalu.."
" yang sangat sulit di lupakan.. Tapi..
seharusnya, jika mas Wira itu sudah berkeluarga, ia tidak perlu bersikap sesinis itu padamu..
Apalagi usianya sudah kepala tiga, tentunya dia mempunyai kebijakan untuk memaafkanmu yang tidak bisa menepati janji dan malah meninggalkannya,"
" menikah dengan laki laki lain?"
" iya sih.. tetap saja ia manusia biasa.. Pasti hatinya sakit.."
Mega mengangguk pelan, sembari meminum minumannya.
" Lalu sekarang rencanamu apa Mega?" tanya Dira,
" aku akan berada disini sementara Dira, apa kau punya saran untukku?"
" Sebelumnya kesibukanmu apa di Surabaya?"
" setelah lulus kuliah aku langsung menikah, dan Yudha tidak mengijinkan ku untuk bekerja.."
" wah.. Kau pengangguran premium rupanya.."
" tapi aku tidak sepenuhnya menganggur Dira..
aku membuka kelas menggambar dan melukis.."
" nah itu.. Kau bisa membuka kelas juga disini,"
" di desa ini? Aku tidak yakin.."
" yah.. Beda dengan orang kota yang akan membayarmu mahal.. Tapi cobalah dulu.."
Mega terlihat berpikir,
" kau ini, tidak bekerjapun Kakung akan tetap menghidupimu.. Tapi masa kau senang begitu?"
" tentu tidak Dira, aku mempunyai aset dari papa yang sudah kujual sebelum kesini.. Itu bisa ku pakai untuk hidup selama disini..
tapi.. Beberapa hari ini aku melihat kondisi di desaku..
Aku jadi berpikir..
rasanya aku ingin membuka sebuah perpustakaan umum,
Aku ingin anak anak di desa ini bisa membaca buku dengan bebas dan gratis.."
Dira menatap Mega serius,
" kau yakin Mega?"
" sudah kupikirkan dengan matang.."
" lahannya?"
" banyak tanah milik Kakung di desa kan.. Aku bisa membelinya sedikit.."
Dira tertawa mendengar itu,
" jangan beli, minta saja..!" kata Dira.
Kedua perempuan itu larut dalam pembicaraan mereka, sampai tak terasa hari sudah malam.
jadi terpaksa saya buat yg baru.. hikhikhiks..
bingung ini gmn caranya nerusin novelnya.. judul ini keputus..😢🙏
Bau2nya Wira bakal diinterogasi Mega 😂