Karena sebuah mimpi yang aneh, Yuki memutuskan untuk kembali ke dunia asalnya. Walaupun Dia tahu resikonya adalah tidak akan bisa kembali lagi ke dunianya yang sekarang. Namun, saat Yuki kembali. Dia menemukan kenyataan, adanya seorang wanita cantik yang jauh lebih dewasa dan matang, berada di sisi Pangeran Riana. Perasaan kecewa yang menyelimuti Yuki, membawanya pergi meninggalkan istana Pangeran Riana. Ketika perlariaannya itu, Dia bertemu dengan Para Prajurit kerajaan Argueda yang sedang menjalankan misi rahasia. Yuki akhirnya pergi ke negeri Argueda dan bertemu kembali dengan Pangeran Sera yang masih menantinya. Di Argueda, Yuki menemukan fakta bahwa mimpi buruk yang dialaminya sehingga membawanya kembali adalah nyata. Yuki tidak bisa menutup mata begitu saja. Tapi, ketika Dia ingin membantu, Pangeran Riana justru datang dan memaksa Yuki kembali padanya. Pertengkaran demi pertengkaran mewarnai hari Yuki dan Pangeran Riana. Semua di sebabkan oleh wanita yang merupakan bagian masa lalu Pangeran Riana. Wanita itu kembali, untuk menikah dengan Pangeran Riana. Ketika Yuki ingin menyerah, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Namun, sesuatu yang seharusnya menggembirakan pada akhirnya berubah menjadi petaka, ketika munculnya kabar yang menyebar dengan cepat. Seperti hantu di malam hari. Ketidakpercayaan Pangeran Riana membuat Yuki terpuruk pada kesedihan yang dalam. Sehingga pada akhirnya, kebahagian berubah menjadi duka. Ketika semua menjadi tidak terkendali. Pangeran Sera kembali muncul dan menyelamatkan Yuki. Namun rupanya satu kesedihan tidak cukup untuk Yuki. Sebuah kesedihan lain datang dan menghancurkan Yuki semakin dalam. Pengkhianatan dari orang yang sangat di percayainya. Akankah kebahagiaan menjadi akhir Yuki Atau semua hanyalah angan semu ?. Ikutilah kisah Yuki selanjutnya dalan Morning Dew Series season 3 "Water Ripple" Untuk memahami alur cerita hendaknya baca dulu Morning Dew Series 1 dan 2 di profilku ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Suara Pangeran Riana menggema di telinganya, tetapi Yuki hanya bisa berlari. Dia ingin meninggalkan istana itu secepat mungkin, menjauh dari kenangan yang menyakitkan. Angin dingin musim dingin berhembus, membawanya semakin cepat melangkah, meskipun jantungnya berdebar kencang.
Yuki berlari melewati taman, melintasi jalan setapak yang dipenuhi salju, pikirannya kacau. Dia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi di belakangnya—Pangeran Riana dan wanita bangsawan itu, ketegangan yang menggantung di udara.
Setiap detik terasa seabad saat dia berusaha menjauh dari perasaan campur aduk yang menyelimutinya. Tidak peduli seberapa keras Yuki mencoba untuk menenangkan pikirannya, bayangan ciuman antara Pangeran Riana dan wanita itu terus menghantuinya. Dia tidak ingin kembali. Dia tidak ingin menghadapi kenyataan itu lagi.
Sesampainya di gerbang belakang, Yuki melihat sebuah kuda yang terikat di tiang. Hatinya bergetar—kuda itu tampak tenang, seolah tahu bahwa Yuki butuh pertolongan. Selama berada di dunia ini, Yuki telah mempelajari cara menunggang kuda dan sedikit bela diri untuk melindungi dirinya sendiri. Kini, saat melihat kuda itu, dia merasa seolah-olah menemukan harapan untuk melarikan diri.
Dua orang penjaga terlihat sibuk membongkar kotak kayu dari gerobak seorang petani, tak menyadari kehadiran Yuki. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan tanpa ragu melepaskan ikatan kuda tersebut. Dalam hati, dia berharap semua berjalan sesuai rencananya.
Yuki berusaha memanjat ke punggung kuda, setelah beberapa kali gagal. Di lompatan terakhir, dia akhirnya berhasil naik dan merasakan kebebasan yang seakan menjanjikan jalan keluar dari rasa sakitnya. Namun, saat dia bersiap untuk memacu kuda itu, suara familiar menginterupsi.
Pangeran Riana berlari mendekat, suara tegas. “Yuki! Tunggu!”
Yuki terkejut mendengar suara Pangeran Riana. Dia belum siap menghadapi pangeran itu, apalagi di saat dia berusaha melarikan diri. Pangeran Riana berlari dengan cepat, langsung menarik tali kekang kuda, menahan Yuki dari pelariannya.
“Turun Yuki, sekarang !!”
Yuki merasakan ketegangan saat Pangeran Riana berusaha menahan kuda. Dia mengerahkan semua kekuatan untuk menarik kembali tali kekang itu.
“Kembali ke dalam istana, kita akan bicara !”
Yuki merasakan air mata di sudut matanya, tetapi dia mengatur napasnya dan berusaha mempertahankan sikap. Dia harus melawan rasa sakit di dalam hatinya, melawan segala perasaan yang mengikatnya pada Pangeran Riana.
Suasana di sekitar gerbang belakang istana mulai menarik perhatian. Yuki merasa berat untuk melihat Pangeran Riana, tetapi ketika dia berusaha mengangkatnya dari punggung kuda, dia menahan pegangan Pangeran Riana dengan sekuat tenaga. Menolak mematuhi Pangeran Riana.
Yuki dengan suara dingin, berusaha mengendalikan emosinya. “Maaf, Pangeran. Aku baru saja tiba dan ingin segera pulang untuk beristirahat.”
Pangeran Riana, meski berusaha keras, tetap tidak mau melepaskannya. Dia mengangkat wajahnya, menunjukkan ketegasan yang menyakitkan hati Yuki.
“Pulang ke mana? Akulah rumahmu!”
Saat ketegangan meningkat, tiba-tiba Putri Bangsawan yang sebelumnya bersama Pangeran Riana muncul di belakangnya. Dia tampak anggun dan percaya diri, memanggil Pangeran Riana dengan lembut, seolah ingin menarik perhatian Riana dari Yuki.
Putri Bangsawan dengan suara lembut “Riana…”
Ketika Pangeran Riana menoleh ke arah Putri Bangsawan itu, genggaman tangannya pada Yuki sedikit mengendur. Yuki melihat kesempatan itu dan segera menepiskan tangan Pangeran Riana. Dalam sekejap, dia menepuk punggung kuda dan memacu kuda itu keluar dari istana dengan secepat mungkin.
Dari belakang, teriakan Pangeran Riana menggema, dengan kepanikan dan rasa putus asa.
“Yuki! Kembali !”
Yuki tidak berbalik. Dia hanya bisa merasakan jantungnya berdegup kencang saat kuda melesat cepat menjauh dari istana.
...****************...
Pangeran Riana segera berbalik dan berlari menuju kandang kuda, bertekad untuk mengejar Yuki yang telah melarikan diri. Namun, Putri Marsha dengan cepat mencegahnya, menghalangi langkahnya dengan ekspresi tegas.
Putri Marsha dengan suara tenang, tapi penuh kekuatan berkata “Riana, biarkan saja. Jika dia sudah tenang, dia akan kembali sendiri.”
Pangeran Riana, tidak tahan dengan sikap Putri Marsha, mendorongnya dengan kasar, berharap agar dia mengerti betapa seriusnya situasi ini.
“Pergi! Jangan menghalangiku!”
Ketika situasi semakin tegang, Bangsawan Xasfir dan Bangsawan Voldermon muncul, Mereka awalnya datang ke istana untuk mengurus masalah kerajaan. Tapi atas permintaan Ibu Jaena, yang Mereka temui di taman belakang, Mereka pergi untuk menyusul Yuki di gerbang belakang.
Namun, saat mereka tiba di gerbang belakang, mereka mendapati Riana sedang berusaha melepaskan diri dari Putri Marsha yang mengganggunya.
Bangsawan Xasfir mendekati dengan penasaran.
“Apa yang terjadi di sini? Kenapa kalian berdua berselisih?”
Putri Marsha dengan marah menanggapi, menginginkan semua perhatian terfokus padanya.
Putri Marsha dengan nada menyindir berkata “Putri Yuki pergi hanya karena melihat kita berciuman, seperti seorang anak kecil yang cemburu.”
Pangeran Riana mencibir, tidak ingin terlibat dalam permainan Putri Marsha. Dia berusaha untuk menahan emosinya dan tetap fokus pada Yuki.
“Bagaimana kalian sampai berciuman?” Kata Bangsawan Xasfir terkejut.
“Itu bukan urusanmu! Siapa yang tidak tahu, Riana dan aku memiliki sejarah!”
Bangsawan Voldermon dengan nada serius. “Apa kalian kembali bersama?”
Pangeran Riana menatap keduanya dengan dingin, mengabaikan pertanyaan tersebut. Tapi kemudian Pangeran Riana dengan tegas menjawab “Tidak.”
Putri Marsha tidak mau kalah. Dia berdiri tegak, berusaha menunjukkan bahwa dia masih memiliki pengaruh di hati Riana. “Kami sudah lama bersama. Apa salahnya jika kami kembali?”
Pangeran Riana tidak menggubris Putri Marsha, karena saat itu, semua pikirannya tertuju pada Yuki. Dia mulai bergerak untuk menyusulnya ketika Ibu Jaena datang dengan pesan mendesak.
“Pangeran Riana, Ibu Suri meminta agar Pangeran segera menemuinya.”
Pangeran Riana berhenti sejenak, merasakan berat di dadanya saat mendengar perintah itu.
Ibu Jaena melanjutkan “Ibu suri berpesan, Jika bukan dengan Putri Yuki, lebih baik Pangeran datang sendirian.”
Pangeran Riana merasakan ketegangan di dalam dirinya. Dia tahu bahwa Ibu Suri tidak akan membiarkannya pergi begitu saja, terutama setelah insiden yang baru saja terjadi. Sementara Putri Marsha berdiri di sampingnya, memandangi Riana dengan harapan bahwa dia akan kembali padanya.
Bangsawan Voldermon menepuk bahu Pangeran Riana dengan empati, mencoba menenangkan emosi yang memuncak.
“Biar aku yang mencarinya. Kau temui saja Ibu Suri.”
Pangeran Riana mengangguk, merasa sedikit lega mendengar tawaran itu. Dia langsung pergi untuk menemui Ibu Suri dengan langkah cepat, hatinya penuh kekhawatiran akan keadaan Yuki.
Putri Marsha, merasa diabaikan, memprotes dengan keras sambil menatap Bangsawan Voldermon dengan kemarahan.
“Kenapa kalian begitu peduli dengan Yuki? Dia hanyalah seorang gadis biasa!”
Bangsawan Voldermon, tidak terpengaruh oleh emosi Putri Marsha, menjawab dengan tegas dan menekankan status Yuki. “Yuki adalah calon Ratu Garduete. Menurutmu, kau layak disandingkan dengannya?”
Putri Marsha terdiam sejenak, terkejut mendengar kata-kata itu. Dia ingin membalas, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Dia merasa marah dan tersakiti, tetapi tidak bisa mengingkari kenyataan.
Tanpa menunggu jawaban dari Putri Marsha, Bangsawan Voldermon berpaling kepada Bangsawan Xasfir. “Kau akan mencari calon ratu kita atau mengurusi teman masa kecilmu ini?”
Bangsawan Xasfir, merasa tertekan dengan situasi yang semakin rumit, segera melepaskan kuda yang dia ikat dan menatap Putri Marsha dengan serius.
“Marsha pulanglah dan jangan ke istana ini lagi”
Putri Marsha, melihat situasi semakin memburuk, mencoba untuk mempertahankan posisinya.
“Kenapa Aku tidak boleh kesini. Putri Yuki harus sadar diri. Pangeran Riana adalah calon penerus tahtah kerajaan. Wajar jika Dia memiliki banyak wanita dalam hidupnya”
Bangsawan Voldermon menggelengkan kepalanya, tidak ingin terlibat dalam drama emosional Putri Marsha, tetapi dia tahu bahwa situasi ini membutuhkan perhatian segera.
Ibu Jaena berkata pada Bangsawan Voldermon dengan perasaan cemas “Tolong segera temukan Putri Yuki. Udara diluar sangat dingin dan Putri Yuki tidak mengenakan pakaian tebal. Aku yakin, Putri Yuki akan mendengarkanmu”
“Aku mengerti. Kami akan berpencar mencarinya”
Dengan kata-kata itu, Bangsawan Xasfir dan Bangsawan Voldermon bersiap untuk mencari Yuki, meninggalkan Putri Marsha yang berdiri di sana, marah dan penuh kebencian.
...****************...
Yuki berjalan tersesat di dalam hutan yang gelap. Suara dedaunan yang berdesir di angin dan suara binatang malam membuatnya merasa semakin terasing. Tanpa makanan dan botol airnya yang kosong, dia merasa lemah dan bingung.
Tangannya yang memegang tali kengkang kuda seolah membeku. Dia mengelus kuda coklat yang dibawanya dengan pandangan menyesal. “Maafkan Aku harus melibatkanmu”
Yuki memutuskan untuk berhenti. Mengikat kuda di batang pohon terdekat. Dengan tubuh yang menggigil, Yuki meringkuk di bawah sebatang pohon besar, mencoba menahan rasa lapar dan dingin yang menusuk tulang. Dia merasakan kegelapan mengelilinginya, dan setiap detak jantungnya terasa semakin berat. Dalam hati, dia bertanya-tanya ke mana arah yang harus diambil.
Pikirannya berputar-putar, mengingat kembali momen ketika dia melihat Pangeran Riana bersama Putri Marsha. Rasa sakit itu datang kembali, menghujam hatinya lebih dalam. Yuki menekan pelipisnya, berusaha mengusir ingatan yang menyakitkan.
Rasa lapar dan kedinginan membuatnya semakin putus asa.
“Jika aku pergi ke kota, mereka akan menemukanku. Jika aku pergi ke kediaman Ayah, Pangeran Riana pasti sudah menempatkan orang-orangnya di sana… apa pun pilihanku, aku akan kembali ke istana, dan itu bukan yang aku inginkan.”
Yuki menatap ke langit, berharap ada bintang yang bisa memberinya petunjuk. Namun, yang terlihat hanya gelapnya malam tanpa cahaya. Menghirup napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Namun, kegelapan di sekitarnya semakin menekan, dan dia merasa terjebak dalam kesedihan yang mendalam. Suara-suara hutan berbisik seolah mengingatkannya bahwa dia tidak sendirian—meski ia merasa demikian. Ada sesuatu yang harus dia lakukan, tetapi dia tidak tahu harus mulai dari mana.