Tunggu Saja Pembalasanku

Mereka cuma mendengar bahwa ibunya Yen Tang di rampok dan di bunuh di tengah jalan sepulang dari pasar. Ketika itu segerombolan orang tidak di kenal menghadang perjalanan mereka saat kembali dari pasar menuju kediaman Mentri Kiri.

Para perampok itu memakai penutup wajah, sehingga orang tua Yen Tang tidak bisa mengenal wajah mereka. Keuda orang tuanya tidak mengetahui ilmu bela diri, sehingga mereka mati mengganaskan saat itu.

Hanya saja barang dan bahan makanan yang mereka bawa untuk kediaman Mentri kiri tidak di ambil para perampok itu. Begitu juga sisa uang yang mereka bawa tidak ada yang hilang.

Dan pelayan yang ikut menemani mereka hanya luka lecet, dan saat di temukan dia dalam keadaan pingsan.

Kebenaran yang sebenarnya Lan Mei dan Yen tang tidak tahu. Jadi dari saat itu mereka hanya tinggal berdua. Mereka saling bergantung satu sama lain, gadis kecil berumur 5 dan 4 tahun saling mendukung. Karena sudah tidak ada orang yang lebih tua menjaga mereka lagi.

Menghadapi ke susahan berdua, karena ibunya Yen Tang sudah memberi petuah kepadanya agar menjaga nona tertua sebaik baiknya. Saat itu dia tidak mengerti apa yang di maksud oleh ibunya, tapi pada saat sekarang ini dia baru faham, ternyata banyak orang yang menginginkan kematian dari nonanya.

"Nyawa nona tertua lebih berharga dari nyawamu, ingat itu di dalam hati dan fikiranmu." Nasehat ibunya ketika itu. Dan dia hanya menggangguk polos dan selalu mengingat di dalam pikirannya.

**

"Nona, nona, apakah anda baik -baik saja?" Tanya Yen tang saat melihat Lan mei terdiam. Dia sangat kuatir kalau nonanya ini kembali melupakannya.

"Setidaknya saya lega, mereka tidak berbuat cabul kepada kita berdua." Jawabnya dengan pandangan kosong kedepan.

Yen tang cuma mengangguk dan masih terduduk lesu, mengingat peristiwa mengerikan yang baru mereka alami tadi siang.

"Oya, Yen tang, apakah ada cermin di sini?" Dia penasaran dengan wajah dari pemilik asli tubuh ini.

"Nona, sebaiknya anda tidak usah dulu bercermin." Dia kuatir kalau Lan Mei akan mengamuk lagi seperti waktu- waktu yang lalu.

"Kenapa?!" Tanyanya ketus.

"Saya takut anda mengamuk lagi nona, bukankah sudah lama anda tidak menggunakan cermin."

Lan mei mengingatnya bagaimana pemilik tubuh ini sangat marah saat melihat wajahnya yang bentol -bentol terlihat di cermin.

Dia sendiri merasa jijik dengan wajahnya.

Tapi tidak ada satupun tabib yang bisa menyembuhkannya.

Lagi - lagi itu kata ibu tirinya, padahal dia hanya membawa tabib kecil untuk memeriksanya.

Ibu tirinya tidak pernah meminta tabib kekaisaran untuk memeriksa Lan Mei.

Sangat berbeda dengan Lan Wei Wei, demam sedikit ibu tirinya langsung memanggil tabib ke kaisaran untuk merawatnya.

"Yen tang, bawa ke sini cermin. Itu perintah,, bukan negosiasi." Perintah Lan mei lagi.

Dengan berlahan Yen tang memberikan cermin perunggu itu kepada Lan Mei.

Lan mei mengambil dari tangan Yen tang dengan paksa karena pelayannya itu sempat menahan di tangannya dan tak ingin melepaskan. Pelayannya itu menyerah setelah melihat tatapan tajam dari nonanya.

Dia ketakutan melihat tatapan itu, 'nona sedikit berbeda' Pikirnya.

Kemudian Lan Mei memperhatikan wajahnya di cermin perunggu itu.

Awalnya dia sangat terkejut, wajah itu bengkak sekali, bukan hanya karena jerawat, tapi di tambah dengan bekas pukulan jadi sangat tidak berbentuk.

'Hantu saja mungkin ketakutan melihat wajah ini' Batin Lan Mei.

Dia meraba - raba wajah itu, walau cermin itu tidak sejelas cermin yang terbuat dari kaca. Tapi masih bisa melihat luka - luka, serta jerawat bisul itu.

'Ini masih bisa di sembuhkan, pertama aku harus memecahkan semua jerawat ini dan mengeluarkan nanah yang ada di dalam, setelah itu nanti aku baru mengoles obatnya' Itu semua rencana yang ada di dalam kepalanya untuk wajah ini.

"Baiklah, kita harus menyembuhkan tulang terlebih dahulu." Lan mei membuka suara setelah dari tadi diam mengamati wajahnya di cermin. Dia memberikan kembali cermin perunggu itu ke pelayannya.

Yen tang sedikit terkejut, kenapa nona nya tidak marah - marah lagi. Mungkin nonanya sudah menjadi wanita yang dewasa, pikirnya.

Dia berubah semenjak terbangun akibat pukulan para bandit. Ada sedikit kelegaan bahwa nonanya menghilangkan kebiasaan lamanya, ketika melihat wajahnya, dahulu dia suka membuang semua perabotan yang ada di ruangan itu.

Kadang dia keluar dan memukuli batu dan menebang bambu- bambu itu secara acak untuk melampiaskan kekesalannya.

"Apa yang harus saya lakukan nona?" Tanya pelayannya itu.

"Sekarang kita istirahat dulu, kerna sudah malam." Ucap Lan mei acuh.

Yen tang hanya bengong, dia kira nonanya akan menyuruhnya mengambilkan sesuatu, tapi malah di suruh tidur.

"Bantu aku berbaring Yen tang. Aku masih merasa badan ini terlalu berat. Mungkin besok pagi saat bangun akan lebih parah sakit di tubuh ini. Sepertinya selama seminggu aku akan selalu berbaring." Ucapnya sambil berusaha untuk berbaring dengan tidak menggerakkan kaki dan tangannya agar tulang yang retak tidak bergeser. Karena akan semakin sulit nanti saat pengobatan.

"Kamu tidak apa - apakan menyediakan makanan sendirian Yen tang?" sambungnya lagi, karena merasa tidak enak jika Yen Tang kelelahan mengurus dia.

"Tidak apa - apa nona, itu sudah tugas saya."

"Jangan kuatir, kalau saya sudah bisa bergerak saya akan membantumu."

"Tidak perlu nona, ini tugas saya"

"Besok kita bahas lagi, kamu istirahat juga"

Sambung Lan mei yang sudah dalam keadaan berbaring terlentang di ranjang berlapis rumput itu.

"Baik, nona" sahut pelayan kecilnya itu dan berbaring di atas rerumputan yang sudah kering tidak jauh dari tempat nonanya tidur.

Mereka berharap malam ini akan tidur aman, tanpa gangguan dari binatang buas dan setan penunggu hutan kematian ini.