Kematian sang kekasih membuat Anna memutuskan untuk mengasingkan dirinya di tempat yang sangat jauh dari negaranya. Ia berdiri di ujung tebing curam sambil melihat ke dalam lembah itu tanpa rasa takut sedikitpun.
Sepasang kekasih yang sedang melakukan selfie menangkap gambar Anna sebagai background dari foto mereka karena berada di seberang di tempat mereka melakukan selfie.
Yang menyadari keberadaan Agatha hanya pria tampan sedangkan kekasihnya tidak. Pria tampan yang bernama Wira itu membalikkan tubuhnya untuk memastikan apa yang dilihat di kameranya bukan mahluk jadi-jadian.
Namun sang gadis berjalan pulang kembali ke villanya dan sempat terlihat oleh Wira yang begitu penasaran dengan Anna.
Siapa sebenarnya Anna? mengapa dia selalu mendatangi tebing curam itu? apakah Wira rela meninggalkan kekasihnya demi mencari siapa sosok Anna yang telah mencuri perhatiannya?
"Ayo kita ikuti bagaimana pertemuan Wira dan Anna selanjutnya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Merahasiakannya
Sudah berapa hari ini, Wira tidak pernah pulang ke rumahnya. Awalnya nyonya Kayla hanya mengira Wira sedang sibuk di rumah sakit dan memilih menginap di rumah sakit karena Wira selalu menginap jika sudah terlalu lelah untuk pulang ke rumahnya.
Tapi, berjalannya waktu nyonya Kayla merasa Wira sengaja menghindari mereka dengan tidak pulang ke rumah.
"Ayah. Tolong tengok putramu di rumah sakit. Apakah dia baik-baik saja saat ini? Tumben sudah hampir satu pekan ini dia tidak pernah pulang," ucap nyonya Kayla saat menjelang tidur.
"Dia itu bukan anak kecil lagi bunda. Biarkan saja kalau dia lebih fokus pada pekerjaannya," timpal tuan Aditya.
"Tapi perasaanku tidak enak ayah. Aku takut dia mulai ingat siapa dirinya walaupun belum jelas ingatannya. Bagaimana kalau dia diam-diam meninggalkan kita dan kembali kepada keluarganya?" cemas nyonya Kayla.
"Kalau begitu bersiaplah karena keluarganya akan menuntut kita atas penculikan putra mereka. Semua ini karena ambisimu yang ingin memiliki anak orang menjadi putramu," datar tuan Aditya lalu memejamkan matanya.
"Apa tidak salah? Justru mereka harus berterimakasih aku sudah menyelamatkan wajah putra mereka yang akan menjadi cacat setelah kecelakaan itu," elak nyonya Kayla yang tidak ingin disalahkan.
Tuan Aditya tidak mau lagi berdebat dengan istrinya yang selalu mencari pembenaran sendiri atas apa yang dilakukannya.
Sementara itu di Canada, Wira yang sudah mendapatkan ijin dari kedua orangtuanya Anna untuk membawa Anna berobat di rumah sakit yang disebutkan Agam kalau dirinya pernah berobat di rumah sakit tersebut.
"Untuk apa kita ke sini dokter?" tanya Anna sambil melihat keadaan sekitarnya.
"Aku ingin kamu sembuh. Aku tidak ingin melihatmu menderita setiap kali mengingat Zidan," ucap Wira.
"Maksud kamu kalau aku sudah gila?"
"Bukan gila tapi akan mendekati arah gila kalau kejiwaan mu tidak segera diobati."
"Aku hanya merindukan suamiku saja dokter. Apakah itu salah?"
"Tidak, Anna. Tidak salah. Hanya saja aku ingin kamu melihat kenyataan dengan bisa membedakan takdir baik dan takdir buruk. Lebih pasrah dan ikhlas. Itu kuncinya.
Jika kamu yakin kalau suamimu masih hidup, kenapa tidak meminta melalui jalur langit? Dekatilah Allah SWT dan terus memohon pertolongan-Nya, itu jauh lebih masuk akal. Jika belum dikabulkan, itu lebih menyuruhmu untuk bersabar. Apakah kamu mengerti, Anna?" Menatap dalam wajah Anna yang juga menatapnya.
"Mengapa kamu begitu peduli pada hidupku? Apakah kamu punya perasaan padaku, dokter?" tembak Anna membuat Wira gelagapan sendiri.
"Apakah kamu mau menerima cintaku ditengah penantianmu pada suamimu?"
"Status ku saja tidak jelas. Aku tidak tahu cara menjawab pertanyaan mu. Maafkan aku dokter. Aku ingin tidur sekarang," ucap Anna yang merasa serba salah saat ini pada Wira.
"Maafkan aku Wira...! Aku tidak bisa melupakan cinta pertamaku begitu saja walaupun kamu berusaha membantuku untuk melupakannya. Zidane terlalu berarti untukku. Maafkan aku...!" Batin Anna yang mencoba untuk setia pada suaminya.
Setelah menunggu beberapa saat, Anna akhirnya tidur juga dan Wira segera menyelidiki kasus penyakitnya yang saat itu dirinya dirawat di RS tersebut. Wira menemui salah satu dokter yang pernah menangani kasus penyakit yang ia derita.
Setelah mendapatkan informasi tentang keberadaan dokter Melendez dari resepsionis, Wira segera menemui dokter tersebut di ruang kerjanya.
Saat memasuki lift, salah seorang suster melihat wajah Wira sempat kaget." Apakah anda tuan Wira?" tanya suster itu gugup.
"Iya suster. Apakah suster mengenal saya?" tanya Wira antusias.
"Tentu saja aku sangat mengenalmu karena aku yang saat itu menjadi bagian dari tim dokter Vincentius yang mengoperasi wajahmu. Ya ampun. Ternyata operasinya berhasil ya," ucap suster itu lalu pamit pada Wira saat liftnya berhenti di lantai yang ia tuju.
"Operasi wajah? Bukannya aku itu habis operasi transplantasi organ hati kata Agam? Kenapa malah ngomong tentang wajah?" bingung Wira.
Saat pintu liftnya terbuka, Wira makin penasaran dengan ucapan suster tadi yang bicara padanya. Ia buru-buru ke kantor dokter Melendez.
Wira mengetuk pintu itu beberapa kali kemudian dibuka oleh asistennya dokter Melendez.
"Maaf. Saya ingin bertemu dengan dokter Melendez. Apakah beliaunya ada?" tanya Wira.
"Apakah anda adalah tuan Wira?" tanya sang suster yang pernah mengurus keadaan Wira yang saat itu sedang sakit parah.
"Iya suster. Maaf saya agak lupa pada anda, suster?" balas Wira sungkan.
"Bukannya tuan Wira itu sudah meninggal dunia karena gagal melakukan transplantasi organ hati?" batin suster Sofia karena ia tidak tahu ada persekongkolan antara direktur rumah sakit ini dengan kelurga pasien Wira. Ada juga beberapa dokter yang terkait yang pernah menangani penyakit Wira dan juga dokter yang menyelamatkan wajah Zidane dengan menukar wajah Wira di saat Wira yang asli sedang dalam keadaan sakratul maut. Sayang sekali mereka tidak memberitahu para perawat yang masuk dalam tim bedah wajah Zidan saat itu.
"Selamat datang tuan Wira....! Apa kabar...!" Dokter Melendez bersalaman dengan Wira atau Zidane.
"Baik dokter. Maaf. Saya datang lagi ke sini karena suatu alasan," ucap Wira.
"Apakah ada masalah serius yang saya bisa bantu?" tanya dokter Melendez pura-pura tidak tahu.
"Begini dokter. Apakah saya mengalami amnesia setelah melakukan operasi transplantasi organ hati tiga tahun yang lalu?"
"Benar. Apakah ada masalah? Apakah tuan sudah ingat siapa tuan sebenarnya?"
"Begini. Saya merasa saya bukan Wira pernah menderita sakit kronis kanker hati. Ini kedengarannya sangat aneh. Tapi saya merasa saya ini orang lain yang dipaksa untuk menjadi Wira," tutur Wira.
"Maksud tuan?"
"Saya melihat ada suatu peristiwa di mana saya jatuh di salah satu danau saat saya bersama dengan seorang wanita dan saya tenggelam di danau itu. Setelah itu saya tidak ingat apa-apa lagi.
Dan anehnya saya selalu melihat tempat di mana saya sering datangi dan ada yang menyapa saya dengan nama Zidan bukan Wira," ungkap Wira.
Deggggg....
Dokter Melendez sangat terkejut mendengar pengakuan Wira. Ia berusaha mencari alasan untuk merahasiakan kematian Wira yang asli.
"Begini tuan Wira. Kadang kami sebagai dokter memberikan obat-obatan yang paten dengan dosis tinggi untuk menolong pasien saat mengalami kesakitan yang luar biasa. Mungkin itu efek dari obat-obatan itu yang membuat anda mengalami suatu peristiwa yang sebenarnya peristiwa orang lain namun masuk ke sanubari anda," ucap dokter Melendez berusaha meyakinkan Wira.
"Sampai memberiku obat yang bisa melumpuhkan ingatanku, apakah seperti itu cara rumah sakit ini menghilangkan sakit seseorang?" sarkas Wira.
Deggggg....
"Dan perlu dokter ketahui saat saya ingin menemui dokter tadi saya berpapasan dengan seorang suster yang mengenali wajah saya dan dia mengatakan kalau saya pernah menjalani operasi transplantasi wajah maksudnya wajah Wira pada tubuh orang lain?
Apakah Wira yang asli sudah meninggal dokter?" sarkas Wira membuat dokter Melendez melenturkan tengkuknya yang terasa kaku saat ini.
Deggggg....
"Astaga. Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa saat ini? Apakah aku harus jujur aja padanya tentang hal yang sebenarnya yang terjadi pada dirinya?" batin dokter Melendez yang berpikir keras untuk menentukan sikapnya. Jujur atau bohong.
memang cinta itu buta bisa membuat orang jadi jahat ataupun sebaliknya menjadi lebih baik.
dan kamu Zidan lebih baik cepat berterus terang kepada anna