Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND~ bab 8
...Aku mau dia, bu........
...Gilang...
...****************...
Rontokan daun pohon yang paling teduh di depan sekolah siang itu seolah menjadi simbol gugurnya hati angkuh Ceren.
Ia berdiri di pojokan sendirian karena segerombol anak yang sekarang berada dengannya, jelaslah berbeda kelas, tak ada yang ia kenali. Apalagi siswinya yang menurut Ceren lebih pada nyinyir itu, Hufffttt! Kenapa juga ia harus berjanji pada Jojo dan Fahmi. Janjinya membuat Ceren berasa terdampar bersama orang-orang beda dunia gini, dimana ialah yang terasing dan paling aneh!
"Yuk, yang mau naik angkot siapa?" tanya Jojo.
"Kita, biar barengan nyampenya, Jo."
"Ini yang ikut jangan kebanyakan. Udah cukup perwakilan aja." Oceh Fahmi mengatur teman-temannya, sesuai pesan dari ibu Gilang yang tak boleh ramai-ramai persis orang mau ngantri sembako gratis.
"Satu, dua, tiga...." hitung Jojo, setelah memastikan semuanya Jojo kini mengalihkan pandangannya pada Ceren, "kamu gimana?"
Ceren menaikan kedua alisnya, "gimana emangnya?" Ceren balik bertanya, "yaa...gue mah baik-baik aja."
Fahmi tertawa renyah melihat perdebatan Ceren dan Jojo, "ck." Jojo berdecak.
"Maksudnya mau naik apa ke rs, mau bareng anak cewek naik angkot atau bareng gue, Fahmi sama Fian naik motor?"
"Apa aja lah, bebas. Naik angkot---" ia melongokan kepala ke arah teman-teman perempuan yang sudah naik angkot dan mengobrol seru, pastinya itu akan memuakan karena ia jamin ia pasti bakal dikacangin, kalo engga diomongin yang engga-engga abis ini. Ogah! Tapi jika ia naik ke boncengan Jojo? Idih! Keenakan!
"Gue naik angkot, tapi mau angkot beda." jawabnya.
"Ngga bisa!" tolak Fahmi segera, ia tau akal bulus Ceren yang akan memberikan sejuta alasan dan mangkir dari janji.
"Ck. Katanya nanya, ya udah gue naek onta deh kalo gitu!" sarkasnya pada Fahmi yang mengundang tawa Fian dan Jojo, magic! 5 detik bareng Ceren mereka sudah bisa ketawa tiwi, selain cantik, gadis ini juga kocak.
"Kamu bareng aku." lirih Jojo melerai. Tak terima penolakan, mereka tak peduli gadis ini yang mendumel sepanjang jalan persis bebek. Mampir sejenak buat beli kue cupcake ala kadarnya, Ceren masih bermuka masam, muka-muka ngga ridho.
Langkahnya begitu menggebu demi mengetahui kondisi Gilang, dan saat semuanya baik-baik saja, Ceren sudah siap untuk membalas Jojo dan Fahmi, akan ia jadikan kedua pemuda ini perkedel bareng kentang.
Ia berjalan di belakang tak mau bergabung dengan anak-anak kelas Bahasa yang menurutnya mereka pun seperti sedang menjaga jarak dengan Ceren, kenapa emangnya? Gue panuan atau bau?! Ngeselin!
"Ruang apa?" tanya Ceren disaat rasanya mereka sudah menjelajahi hampir setengah gedung rumah sakit.
"Bangsal Darius."
Ceren mengangguk saja, tak peduli bangsal untuk penyakit apa itu, mungkin semacam bangsal patah tulang!
Semakin kesini langkahnya semakin terasa ringan, entah lorong yang dilewati mulai terasa sepi namun mewah. Ruangan disini seperti bangsal VIP, horang kayaa!
Hingga mereka tiba di satu lorong dan dengan dua pintu kanan dan kiri, "assalamu'alaikum."
Tiara mengetuk pintu hingga terdengar dari dalam balasan salamnya, satu persatu dari mereka masuk dan mulai riuh menyapa, "Gilang, gimana sekarang?"
(....)
Ceren terpatung di tempatnya, rasa penasaran yang terlalu.. sudah menghilang entah kenapa berganti nervous, "gue nunggu disini aja deh!" ia menyerahkan paper bag cupcake coklat yang ia bawa untuk Gilang pada Jojo.
"Kenapa? Bukannya tadi semangat banget pengen liat?!" tanya Jojo membiarkan yang lain masuk terlebih dahulu dan bertegur sapa serta bercengkrama dengan Gilang dan ibunya.
"Duh, lo aja deh."
"Tanggung, Ren. Udah nyampe sini, masa kamu ngga absen...nanti kalo aku boong terus bilang kondisi Gilang sekarat, kamu percaya?" tanya Jojo menantang, Ceren mencebik dan mendengus, "kalo boong itu dosa lo tanggung sendiri. Urusan lo sama Allah."
Jojo tak bisa untuk tak tertawa dengan setiap ocehan Ceren, pake ngomongin dosa, laly apa kabar ia yang sering melakukan tindak bullying dan usilin perangkat sekolah? Lalu menarik Ceren dan memaksanya masuk.
"Aduh ih, gue ngga----" sepatu warrior yang menutupi mata kaki indah Ceren tak serta merta tertutup kaos kaki pendeknya itu menjejak lantai ruangan rawat inap. Dan saat angin dingin serta harum itu menyapa, obrolan riuh rendah yang hangat dan renyah itu mendadak senyap.
Gilang masih duduk bersila di atas ranjang besarnya, meski dengan selang infusan di tangan, ia nampak segar bugar saja...
Wajah melongo Ceren memancing senyuman gemas Gilang, "siang bu---" ucapan Ceren tertahan di udara demi mendapati sesosok wanita paruh baya yang ia kenali.
"Ceren?"
"Bu Ambar?"
.
.
Sosok Ceren menjadi fokus utama Gilang saat itu, padahal orangnya sudah gelagapan terlebih saat tau jika nyatanya Gilang adalah anak dari atasan bapak, ia semakin terjun ke dasar penyesalan dan kekhawatiran, bagaimana jika Gilang mengadu pada ibunya, mamposss!
Satu persatu teman-temannya sudah pulang, dan Ceren pun menjadikan itu untuk momentnya cepat-cepat cabut dari ruangan yang bisa bikin ia semaput ini!
"Bu, Gilang... Saya----"
"Ren, bisa nunggu dulu disini sebentar ngga? Ada yang mau aku omongin." potong Gilang membuat Ceren mengerem langkah dan menelan salivanya kembali bersama seluruh kalimat pamitnya, hingga pan tatnya harus terduduk kembali di kursi.
Bukannya hatinya semakin tenang saat teman-teman sekolahnya sudah pulang, justru bebannya semakin berat ketika sosok pak Baraspati ikut hadir disana.
Ceklek...
"Eh, ada teman sekolah Gilang...." ia melihat wajah Ceren dan menyapa ramah.
"Ceren ini anaknya pak Harun loh pak!" tukas bu Ambar yang mengambil air minum saat Gilang memintanya dengan ringisan.
Ceren tersenyum meringis, "pak." angguknya sopan meraih punggung tangan pak Baraspati dan salim takzim, ia tak berkutik macam-macam sepaket ucapannya yang seringkali bikin sakit ginjal.
"Pak Harun tau to, kamu kesini Ren?" tanya bu Ambar digelengi Ceren, "engga bu. Paling kalo telat bapak taunya Ceren di ruang BK."
Gilang dan pak Baraspati tertawa renyah mendengarnya, beda halnya dengan bu Ambar yang mengernyit, "ngapain to, di BK?"
Fix, bu Ambar tuh masa remajanya kurang berwarna, mainnya kurang jauh, circlenya kayanya cuma di kelas aja.
Duduknya pak Baraspati di sofa depan ranjang pasien dengan menyisakan tawa akan ocehan Ceren.
"Ceren anak baik bu, saban hari jadi relawan bantu-bantu petugas kebersihan buat ngepelin lantai ruangan BK sekolah." Jawab Gilang memancing mulut ibunya untuk membentuk huruf O besar. Ia mendelik sinis pada Gilang, kenapa ngga sekalian mintain jatah gaji juga untuknya yang saban hari jadi petugas kebersihan sekolah sama ibunya?!
Pantas jika Gilang menghuni ruang VVIP, kedua atasan bapak Ceren itu memang keluarga kaya raya.
Pria berkharisma dengan kemeja batik coklatnya dimana motif angsanya saling bertemu manis diantara garis kancing dan tak bisa menutupi bentukan perut buncitnya itu. Kehadirannya semakin menciutkan nyali Ceren untuk menonjok Gilang yang sudah menahannya disini sebagai pajangan untuknya, si alan si Gilang!
Ceren menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Gilang, "to the point aja, abis ini gue mau balik. Lo mau ngomong apa, cepetan! Oh iya....kenapa waktu itu lo ngomong kalo lo itu konsumen butik? Lo mau nipu apa so so low profile?" ucapnya pelan takut terdengar oleh kedua orangtua yang kini sedang duduk di sofa depan, namun dengan raut wajah sepenuhnya kesal.
Gilang hanya mengulas senyum sebagai balasan wajah ketus itu, "ngga ada niat nipu. Cuma ngga pengen orang bersikap berlebihan aja, toh yang punya butik bukan aku juga." Dan jawaban Gilang membuat Ceren makin malas.
"Ck, lo mau main-main sih ini. Kalo lo mau balas dendam masalah minggu lalu, oke...gue atas nama diri pribadi sama temen-temen mau minta maaf atas apa yang sudah kita perbuat, tapi untuk perasaan lo... sorry cinta ngga bisa dipaksa..." matanya membesar ketika Ceren berkata bijak bak pujangga kampung itu.
Tangannya meraih pergelangan tangan Ceren dan menatap si alis menukik itu dengan sorot mata seriusnya tanpa rasa takut, padahal ia sedang menghadapi singa betina saat ini.
Lantas Gilang menegur kedua orangtuanya yang malah semakin asik dan larut membicarakan bisnis, "bu, pak..." keduanya menoleh.
Ceren yang menyegani keduanya sudah menarik-narik tangannya dari Gilang, namun usahanya sia-sia karena Gilang sama sekali tak bergeming.
"Lang," tegur Ceren meminta dilepaskan tangannya, namun Gilang justru menatap Ceren mantap membuat gadis itu mengernyit kisut.
"Aku mau ibu dan bapak melamar Ceren pada pak Harun untuk aku."
"Opo?!"
"Apa?!!"
"Aku mau merasakan punya istri sebelum nantinya aku keburu pergi. Dan aku suka banget sama Ceren pak, bu..." ucapnya semakin menyelami netra Ceren padahal yang ditatap sudah kesulitan bernafas.
"Muka gila..." bisiknya bergumam mengumpati Gilang dengan tatapan tak percaya pada Gilang.
.
.
.
.
.
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
kopi sudah otewe ya..