Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAM DUA ENAM
lTuntutan King Miller terhadap Azahra tidak main- main, wanita itu sampai dijatuhi vonis hukuman 15 tahun penjara. Di rumah sakit, Bachrie menemani wanita itu melahirkan.
Sudah sedari tiga bulan kehamilan, bayi ini diterpa banyak masalah.
Pernah hampir keguguran, hampir menyerah, bahkan Azahra hampir bundir saat Fatima datang dan mengatakan akan mengambil anaknya lalu membuangnya.
Cacian, biarkan kau membusuk di penjara, Zahra! Begitu menyayat hatinya. Setidaknya, saat Fasha dicaci, masih ada keluarga Miller.
Namun, lihatlah bagaimana Azahra terkurung di balik jeruji besi? Bahkan ibu angkat yang selama ini menjadi sekongkolannya pun tak dapat membantu apa- apa.
"Terus, Buk, tarik napas!" Azahra berteriak dan bayi itu segera meluncur untuk kemudian disambut oleh tangan dokter.
Bachrie bersyukur, putrinya telah dilahirkan setelah satu setengah bulan yang lalu Abrar putra pertamanya lahir. "Ada apa Dok?"
Bachrie menatap Dokter yang sedang berusaha memeriksa bayinya. Bukan apa- apa, Bachrie kian cemas karena menangkap raut panik dokter tersebut.
"Kenapa tidak menangis, Mas?!"
Azahra sudah lega bisa melahirkan didampingi suaminya, tapi kenapa bayi yang akan dia jadikan alasan kembali, harus mengalami masa kritis.
"Ada apa dengan anak saya Dok?" Azahra ingin tahu lebih lanjut, dan di menit kemudian dokter itu menampilkan wajah pasrah.
"Maafkan kami," katanya lirih.
"Hiks!" Azahra terisak, bahkan meraung keras sambil meronta. "Anakku!! ... Anakku pasti baik- baik saja!!"
Bachrie mengusap wajah yang lelah. Bertubi- tubi sekali masalah yang dia lewati. Kemarin, dirinya baru saja kehilangan Fasha, dan hari ini, Bachrie harus kehilangan putrinya.
"Ini karena mu, Mas! Harusnya kamu jaga aku, kamu rawat aku, kamu lindungi aku supaya anak kita selamat!!" teriak Azahra.
Bachrie sudah mau pecah kepalanya, lelaki itu keluar dari ruangan. Dan memukul dinding yang melukai buku- buku di tangannya.
Ibunya ingin cucu, mengambilnya dari Fasha tak mungkin, dan dari Azahra pun tiada. Dia menghamili dua wanita sekaligus tapi tak satupun anak yang Fatima gendong.
"Mas Bachrie, tanggung jawab!!" Azahra di dalam terus berteriak keras.
Kondisi kejiwaan wanita itu memang sedang terganggu akhir- akhir ini, itulah makanya beberapa perawat segera menyuntikkan penenang.
Sudah sekuat tenaga Azahra bertaruh nyawa demi bayi yang dia dapatkan dari benih Bachrie. Sayangnya, tak sempat menangis, bayi itu mengembuskan napas terakhir.
Sering Bachrie mendatangi Azahra sebelum hari ini pun, tapi ketika Azahra merayunya, Bachrie rasa, hasrat yang dulu berapi- api hilang bak tinggal abunya.
Pernah ia mencoba untuk membalas ciuman Azahra yang dulu begitu membuatnya terlena dan membara, kini tak lagi sama.
Entahlah, mungkin mood-nya yang tidak bisa, atau dia sudah tak lagi memiliki hasrat itu karena seringnya menghadapi masalah.
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
Empat bulan kemudian.
"Masha Allah, ... Cantik sekali." Aisha memuji putrinya yang baru keluar dengan busana formal. Hari ini, Fasha akan membawa Baby Abrar ke kampus ayahnya.
Layaknya dahulu sebelum menikah dengan Bachrie, Fasha akan kembali mengajar seperti biasanya. Yah, hidup harus tetap berjalan dengan atau tanpa Bachrie.
"Mulai lagi hidup barunya. Keluarkan lagi tawa yang selama ini tersimpan." Aisha mengusap kepala Fasha dengan kelembutan.
"Acha mau hidup Acha yang dulu kembali, ... Acha mau hidup Acha ceria lagi. Dan sekarang, ... tidak akan sulit." Fasha lantas menoleh ke stroller bayinya.
"Karena Mama punya Abrar!" Bayi itu terkekeh geli mendapatkan sapaan ibunya.
Ah, Tuhan, ternyata Abrar begitu cepat gendut seperti ini. Sudah enam bulan, sudah mulai belajar MPASI, Fasha menikmati setiap detik bersama putranya.
Dulu, hidupnya hanya soal Bachrie saja, dia terus menerus menangisi Bachrie seolah dunia yang dia miliki hanya untuk Bachrie.
Namun, lihat saja bagaimana cara Abrar tampan yang sangat mirip dengan Bachrie itu tersenyum menyemangati harinya. Fasha tak pernah kehilangan mood walau sesaat.
"Ini hari pertama kita mengajar." Fasha mengepal kuat tangannya, dan Abrar kembali tertawa menggemaskan. "Uuh, ganteng-nya."
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
Pukul 09 pagi, di FAI, (fakultas agama Islam) milik Millers corpora. Pria itu baru menilik ujung jarum yang berputar setiap menit di balik kaca jam tangannya.
Matanya baru santai melenggang ke arah pintu, lalu turun ke meja kerjanya dan sontak kembali terangkat sesaat setelah sadar jika di depan sana telah hadir wanita cantik yang tersenyum melewati pintu.
"Masha Allah, Buk Fasha." Orang- orang bahkan menyambut kedatangan wanita itu dengan berbondong- bondong mendekat.
Juga, menatap bayi yang tersenyum di atas stroller hitam itu. "Masha Allah, Tuan muda punya Pak King Miller sangat tampan."
"Terima kasih, para Aunty!" Fasha lalu duduk di sebuah kursi. Agaknya, di sana lah Fasha akan duduk setiap harinya.
Gantara beranjak dari lamunan, setelah Lelaki di sebelahnya berdehem. "Anak keturunan founder kampus datang, Ustadz."
Gantara bukan tidak tahu, dia justru bisu karena terpaku, hingga terlalu kaku, kelu, gagu, bahkan gugup.
Yah, harus bagaimana dia menyapa Fasha, karena terakhir kali dia menyapa Fasha, wanita itu diam melamun tak mengindahkan suaranya.
"Ini minuman buatan Fasha loh."
Gantara menelan saliva telak seketika Fasha berkeliling demi membagikan minuman botol yang katanya buatan sendiri.
"Assalamualaikum, Bang Tara."
Yah, Gantara merasa jantungnya tak berdetak untuk sesaat hingga dengan tak disengaja tangannya meraba dadanya sendiri.
"Bang Tara!"
"Mmmh, ... I-iya." Gantara tersenyum lalu meraih botol minum yang Fasha ulurkan.
"T-terima kasih." Gantara rasa lega karena sudah bisa bernapas seketika Fasha melewati meja kerjanya.
"Mulai hari ini, Fasha bergabung di fakultas ini lagi, dan untuk yang baru pernah melihat saya, perkenalkan nama saya Fasha."
sudah mewakili hati kami yang juga hancur. 😁😁😁
semoga Bachri menyesal,
biar gak di jengkalii kali