Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Bab 23: Jantung Dimensi Kegelapan
Setelah berhasil menemukan kristal yang mampu mengusir kegelapan, Elena dan timnya terus melangkah menuju pusat inti dimensi. Di depan mereka, medan tak terlihat perlahan-lahan mulai terbuka, memberi jalan menuju tempat yang selama ini tersembunyi oleh kegelapan. Meski makhluk bayangan tak lagi menyerang, suasana tetap terasa tegang, seolah-olah mereka sedang diawasi oleh sesuatu yang lebih besar dari sekadar bayangan.
“Menurut pemindai, pusat energi ada di bawah tanah, tepat di bawah struktur besar yang muncul di depan kita,” kata Samuel, menunjuk ke arah sebuah menara besar yang berdiri tegak di kejauhan. Bangunan itu seperti monumen gelap yang menjulang, terlihat kuno namun sangat kokoh.
Elena mengangguk. “Itu pasti tempatnya. Tapi kita harus tetap waspada. Makhluk-makhluk ini tidak akan menyerah begitu saja.”
Saat mereka mendekati menara, langkah-langkah mereka terasa semakin berat, seolah-olah gravitasi di tempat itu meningkat. Cahaya dari kristal yang mereka bawa menjadi semakin lemah, meski masih cukup untuk mengusir bayangan yang tersisa.
“Kristalnya tidak akan bertahan lama,” Kara memperingatkan. “Energinya menipis.”
“Aku tahu,” jawab Elena. “Kita harus bergerak cepat. Semakin dekat kita dengan inti, semakin kuat efek dari kegelapan ini.”
Sesampainya di pintu masuk menara, mereka disambut oleh gerbang besar yang terbuat dari batu hitam yang halus, dihiasi dengan ukiran-ukiran aneh yang seolah berdenyut pelan. Samuel memeriksa gerbang itu, mencari cara untuk membukanya.
“Ini tidak seperti teknologi yang pernah kita lihat sebelumnya,” gumam Samuel. “Tapi sepertinya mekanismenya terhubung dengan energi inti di dalam bangunan ini.”
“Kita tidak punya pilihan selain masuk,” kata Mark, yang bersandar pada dinding menara dengan napas yang mulai terengah-engah. “Tempat ini seakan menyedot kekuatan kita perlahan.”
Elena meletakkan tangannya di atas gerbang, mencoba merasakan sesuatu. Tiba-tiba, kristal yang dipegang Samuel mulai bersinar terang, memberikan energi baru pada gerbang itu. Gerbang batu hitam itu perlahan terbuka dengan suara geraman berat, memperlihatkan lorong gelap di dalam menara.
“Ini dia,” ujar Elena. “Ayo masuk.”
Dengan hati-hati, mereka melangkah masuk ke dalam menara. Lorong di dalamnya dipenuhi dengan ukiran dan simbol aneh yang menyala samar, seolah mengikuti denyut energi di sekitar mereka. Setiap langkah yang mereka ambil menimbulkan gema di seluruh ruangan, menambah kesan misterius dan mencekam.
“Aku merasakan kehadiran kuat di sini,” kata Kara pelan. “Seperti ada sesuatu yang bersembunyi, menunggu kita.”
Mereka terus maju hingga akhirnya tiba di ruangan besar di bagian bawah menara. Di tengah ruangan itu, sebuah altar hitam raksasa berdiri tegak, dan di atasnya terdapat inti energi yang berkilauan, tapi berbeda dari apa yang mereka harapkan. Inti itu tampak menghitam, seperti dikuasai oleh kekuatan kegelapan yang meresap dari sekitarnya.
“Kita sudah sampai,” ujar Elena. “Itu inti dimensi ini.”
Samuel memeriksa inti itu dengan pemindainya. “Ini jauh lebih kuat dari yang kita temui di dimensi-dimensi sebelumnya. Tapi ada sesuatu yang salah—inti ini tercemar oleh energi kegelapan.”
“Kita harus memurnikannya,” Kara berkata sambil memandangi kristal di tangan Samuel. “Kristal yang kita temukan mungkin bisa mengembalikan keseimbangan.”
Namun, sebelum mereka bisa bertindak, ruangan tiba-tiba bergetar hebat. Dari balik bayangan di sudut-sudut ruangan, muncul makhluk yang jauh lebih besar dan menakutkan daripada yang pernah mereka hadapi. Sosok itu berbentuk seperti raksasa yang diselimuti kabut hitam pekat, dengan mata merah menyala dan tubuh yang seolah terbentuk dari kegelapan itu sendiri.
“Elena!” teriak Mark. “Itu pasti penjaga inti!”
Makhluk raksasa itu mengeluarkan suara geraman yang mengguncang ruangan. Tanpa peringatan, ia menyerang, dengan kecepatan yang tak terduga untuk ukurannya. Elena dan yang lainnya segera berpencar, mencoba menghindari serangan brutal itu.
“Kita harus melawan atau kita tidak akan pernah bisa menyentuh inti itu!” teriak Samuel sambil melemparkan beberapa granat energi yang hanya terhisap oleh kegelapan di sekitar makhluk itu.
“Serangan biasa tidak akan berguna,” ujar Elena. “Kita butuh cahaya!”
Kara segera bereaksi, menggunakan sisa energi dari kristal yang mereka bawa untuk menciptakan medan cahaya di sekitar mereka. Cahaya itu mulai memudar dengan cepat, tapi cukup untuk menghambat pergerakan makhluk raksasa itu.
“Ini saatnya, Elena!” teriak Samuel. “Gunakan kristalnya untuk menyerang inti!”
Elena segera mengambil kristal dari tangan Samuel dan berlari ke arah inti. Makhluk raksasa itu berusaha menghentikannya, tapi Kara dan Mark terus menahan dengan serangan cahaya dari senjata mereka, meski efeknya sangat terbatas.
Begitu Elena sampai di depan altar, dia mengangkat kristal tinggi-tinggi dan meletakkannya di atas inti yang menghitam. Pada saat itu, cahaya yang terpancar dari kristal tersebut melesat ke segala arah, menerangi seluruh ruangan. Makhluk raksasa itu meraung, suaranya menggema seiring dengan tubuhnya yang mulai hancur oleh cahaya murni.
“Teruskan, Elena!” teriak Kara dari belakang.
Elena menggertakkan giginya dan menekan kristal lebih kuat ke inti. Cahaya semakin terang, dan inti yang tadinya hitam mulai memudar, berubah menjadi kilauan putih yang indah. Energi kegelapan yang mengelilingi ruangan mulai menghilang, dan makhluk raksasa itu akhirnya lenyap dalam semburan cahaya terakhir.
Ketika semuanya selesai, ruangan itu kembali tenang. Inti dimensi kini bersinar terang, murni dari kegelapan yang sebelumnya menguasainya.
“Kita berhasil,” gumam Elena sambil terengah-engah. Dia menatap inti yang kini stabil. “Dimensi ini sudah aman.”
Samuel memeriksa pemindainya sekali lagi. “Energinya sudah kembali stabil. Ini sudah cukup untuk menjaga keseimbangan dimensi ini.”
Kara tersenyum lega, meski kelelahan. “Satu dimensi lagi selesai. Dua lagi yang harus kita hadapi.”
Elena mengangguk, namun masih menyimpan kekhawatiran dalam hatinya. “Dua lagi… dan kita semakin dekat dengan ancaman yang lebih besar.”
Mark menghela napas. “Ayo keluar dari sini sebelum sesuatu yang lain muncul. Aku rasa kita sudah cukup merasakan kegelapan di tempat ini.”
Mereka pun meninggalkan menara, kembali ke portal dengan perasaan lega, namun tetap waspada. Misi mereka baru saja mencapai titik penting, tapi perjalanan mereka masih jauh dari selesai. Ancaman kegelapan masih ada, dan mereka tahu bahwa semakin dekat mereka ke inti pusat, semakin besar bahaya yang harus dihadapi.