Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gas Ah!
"Sayang, kenapa bahasannya jadi kesitu sih?" tanya Leo.
Reca menatap lekat suaminya. Mencoba mengartikan raut wajah suaminya. Pikiran buruknya kembali muncul. Apa mungkin suaminya tidak benar-benar mencintainya? Beruntung Leo segera memeluknya. Meyakinkan jika semua tidak seperti tuduhannya.
"Sayang, punya anak itu harus banyak pertimbangan. Mas gak mau anak kita kesusahan dan kekurangan. Kita perbaiki dulu mental dan ekonomi keluarga kita. Kamu juga belum genap sembilan belas tahun. Nikmati dulu masa mudamu ya! Sesuai perjanjian kita, tunggu sampai kamu dua puluh tahun dulu. Sepakat ya!" Leo kembali mengingatkan perjanjian mereka tentang anak.
Reca tidak menjawab. Ia hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin seharusnya ia senang saat diberi waktu untuk menikmati masa remajanya. Namun rasanya sia-sia, karena setiap harinya bergulat dengan rumah dan suaminya saja.
"Kalau begitu aku mau ada waktu untuk bermain bersama temanku," ucap Leo.
"Main?" tanya Leo.
Ya, wajar Leo bertanya seperti itu karena selama ini Reca tidak pernah terlihat keluar rumah selain dengannya. Sepengetahuannya juga Reca tidak terlihat berkomunikasi intens dengan temannya. Lalu apa maksud permintaan Reca untuk waktu bermain dengan temannya?
"Mas, aku kesepian. Aku di rumah sendirian. Waktuku habis untuk mengurus rumah sama kamu. Kalau ada anak, aku punya teman di rumah. Tapi kalau aku harus menunggu satu tahun lebih, rasanya terlalu lama. Apa aku boleh sekedar jalan-jalan bersama teman sekolahku dulu?" tanya Reca.
Leo yang sudah lebih dewasa dibanding dengan Reca, mencoba mengerti. Ia mengizinkan Reca bermain atau jalan-jalan dengan temannya. Asalkan Reca harus sudah dirumah saat ia sudah pulang kerja. Maka munculah kesepakatan baru diantara mereka.
Meskipun bukan ini jawaban yang diharapkan oleh Reca, tapi setidaknya Reca bisa benar-benar menikmati masa mudanya. Sebenarnya Reca tidak benar-benar yakin bisa main atau jalan-jalan dengan Resi dan Dini, karena mereka kuliah. Mungkin ia bisa menikmatinya dengan jalan-jalan ke taman dan berkenalan dengan tetangganya yang lain. Ah entahlah, Reca masih bingung.
Setelah tiga bulan menikah dengan Leo, Reca seolah berubah seketika. Ia benar-benar menjadi anak rumahan. Waktunya habis di rumah. Ia berusaha menikmatinya meskipun awalnya terasa berat. Namun setelah tiga bulan ini setelah mulai terbiasa, justru Reca merasa tidak nyaman.
Lebih tepatnya setelah bertemu kembali dengan teman sekolahnya malam minggu kemarin. Atau mungkin karena sudah bertemu dengan Danang? Ah, Reca menggelengkan kepalanya. Seolah ia tidak mau memvalidasi hal itu. Hanya Resi dan Dini sahabat dekatnya. Danang tidak termasuk.
Hari minggu berjalan baik meskipun tidak lebih baik dari malam minggu. Tapi setidaknya mereka baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran yang berkepanjangan. Hal ini karena usia Leo yang lebih dewasa. Ia berusaha mengerti pola pikir Reca yang masih ABG.
"Sayang, besok aku pulang telat ya!" ucap Leo saat mereka sudah ada di atas ranjang.
"Pulang telat? Baru satu minggu kerja udah ada aja gebrakannya," ucap Reca.
Leo hanya terkekeh mendengar ucapan istrinya. Ia berusaha menjelaskan bahwa keadaan di perusahaan yang sedikit kacau. Ada beberapa karyawan yang diberhentikan karena keuangan perusahaan yang tidak stabil.
Ya, harus diakui memang. Setelah Mba Ara ditinggal menikah oleh mantan tunangannya, perusaan sering kacau. Fokus Pak Alam tidak lagi di perusahaan. Terbagi dengan kesehatan fisik dan psikis anak semata wayangnya.
"Padahal kan itu perusahaan terbesar di kota ini Mas," ucap Reca.
"Iya. Kamu kan tahu sendiri Mas ngebet banget pengen kerja di perusahaan itu. Eh, gak tahunya Mas kebagian zonk. Perusahaan udah gak kayak dulu lagi," ucap Leo.
Leo berusaha menjadi karyawan terbaik saat ini. Hal ini menghindari pemberhentian sepihak di perusahaan tempatnya bekerja. Bukan tidak mungkin jika pemberhentian itu terjadi padanya. Apalagi ia terbilang karyawan paling baru dan paling muda.
"Besok kalau Mas mau pulang, jangan lupa kabari ya! Biar aku udah ada di rumah kalau Mas pulang," ucap Reca.
"Siap," jawab Leo.
Pagi ini berlalu seperti biasa. Leo pamit dengan beberapa rutinitas yang begitu romantis. Hanya tersisa Reca yang duduk menatap cermin kecilnya. Mengamati dirinya yang begitu menyedihkan. Ia merasa semakin tidak beruntung jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Perlahan tangannya meraih ponselnya yang sepi. Reca mencoba menghubungi Resi dan Dini memastikan jika mereka tidak sibuk. Namun sayangnya, mereka berdua sedang sibuk. Reca lupa kalau hari ini adalah hari senin. Hanya dirinya yang tidak mempunyai kesibukan di senin pagi.
"Nanti siang selesai kuliah mau makan siang di luar?" sebuah pesan dari Dini diterima oleh Reca.
Dengan senang hati, Reca mengiyakan. Lagi pula ia sudah mendapat izin dari Leo untuk keluar rumah selagi suaminya itu belum pulang. Reca memilih pakaian yang nyaman baginya dan segera bersiap saat Dini mengabari jika kuliahnya sudah selesai.
"Ca," panggil Dini sambil melambaikan tangan.
Tukang bakso langganan mereka menjadi saksi pertemuan mereka bertiga. Keceriaan siang itu menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi Reca. Meskipun Dini dan Resi bertanya-tanya karena baru sekarang Reca main lagi bersama mereka.
"Gini dong. Kita masih ABG Ca. Kalau begini, gak ada yang tahu kalau kamu udah punya suami." Dini memeluk Reca.
"Sering-sering gini ya Ca. Anggap aja perbaikan gizi. Kamu kurus banget," celetuk Resi.
"Emang iya ya?" tanya Reca pada Dini.
"Ah, paling ditambah tiga kilo lagi udah makin cantik." Dini mencoba menjawab sehalus mungkin.
"Tambah lima kilo makin bagus. Kamu kalau kurus begini kayak yang gak bahagia rumah tangganya," ucap Resi.
"Hussst. Sembarangan," ucap Dini membulatkan bola matanya pada Resi.
"Gak apa-apa. Emang bener kok," ucap Reca pelan.
"Hah? Serius?" tanya Resi antusias.
"Ya maksudnya gak bahagia-bahagia banget. Tapi bukan berarti menderita juga ya," jawab Reca.
Resi yang tidak faham dengan antusias menghujani Reca dengan beberapa pertanyaan. Namun Dini menyikut Resi. Memberi kode seakan ini tempat umum. Banyak orang yang sedang makan bakso juga di sana. Bukan tempat dan waktu yang tepat untuk bercerita.
"Gak apa-apa Ca. Jawabnya pelan aja. Aku gak budek kok. Bisa denger walau kamu bisik-bisik ceritanya," ucap Resi.
"Boleh gak Din? Aku mau curhat," ucap Reca.
"Tuh kan. Boleh dong. Ayo cerita aja Ca. Kita ini kan temen kamu," jawab Resi.
"Boleh Ca. Tapi gak di sini ya! Kita cari tempat lain," ucap Dini memberi saran.
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah kontrakan Reca. Menurut Dini, itu tempat yang paling aman karena di sana tidak ada siapa-siapa selain mereka. Lebih aman menurut Dini.
"Gas ah!" ajak Resi yang sudah tidak sabar mendengar cerita Reca.
Mereka bertiga segera bergegas menuju rumah Reca. Namun saat akan membayar bakso, mereka terkejut saat melihat ada Danang di sana. Mereka tidak tahu bahwa Danang adalah pemilik kedai bakso langganan mereka.
maaf ya
semangat