Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Arzan mengusap rambutnya kasar. Entah kenapa dirinya merasa resah dan selalu terbayang-bayang wajah istri rahasianya. Bahkan Arzan tidak berhenti tersenyum mengingat sikap Sheyza yang sudah berubah kepadanya. Dikepala Arzan berputar sikap istrinya yang sangat menggemaskan saat merengek menginginkan sesuatu.
Ah jadi begini rasanya menghadapi seorang istri yang sedang hamil? Arzan sangat senang. Tidak ada rasa keberatan sama sekali, malah Arzan sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk merasakan bagaimana menemani masa-masa ibu hamil.
Masalah keluarga belum dia pikirkan. Arzan memilih mengesampingkan itu dulu. Dirinya akan fokus pada Sheyza dan calon anak mereka.
"Sepertinya makan rujak yang ada disamping toko roti enak deh." Entah kenapa Arzan malah membayangkan rujak di samping toko roti diperempatan. Hanya membayangkan saja air liurnya sudah mau menetes.
"Ah tidak bisa dibiarkan." Sudah ditahan, tapi rasanya malah semakin membuncah. Jadilah Arzan menghubungi Ardi untuk mengurus pekerjanya. Tadinya Ardi menolak karena hari ini ada rapat penting yang harus Arzan hadiri, tapi karena diiming-imingi bonus besar akhirnya Ardi mau menggantikan tugas Arzan.
Arzan tidak memperdulikan Anisa yang memanggil dirinya. Dengan langkah lebar, Arzan menuju mobilnya. Bukan maksud mengabaikan, tapi Arzan malas berdebat panjang yang berujung istrinya itu marah-marah. Sudah cukup tadi Arzan berdebat dengan Anisa.
Sampai di perempatan, Arzan harus menelan kekecewaan karena pedagang rujaknya tidak ada. Kata pengunjung disana, tukang rujak tidak mangkal. Biasanya berpindah-pindah tempat.
Karena yang diinginkan tidak ada, Arzan melajukan mobilnya menuju apartemen. Mungkin karena ngidamnya tidak keturutan, jadi dia memilih mengunjungi orang yang sudah membuatnya mengidam.
Namun saat sampai di apartemen, Arzan malah melihat seorang pemuda ada di dalam apartemennya. Pemuda itu sedang mengobrol dengan istrinya.
***
"Mas sudah bilang sebelumnya, bahkan berulang kali mengingatkan kamu. Tapi kenapa kamu tidak mendengarnya?" Arzan menatap tajam ke arah Sheyza yang tengah menunduk. Entah kenapa tiba-tiba Sheyza takut dengan suaminya itu. Padahal biasanya Sheyza tidak pernah seperti ini, mau suaminya marah ataupun berkata kasar Sheyza tidak peduli.
"Dalam agama kita juga sudah jelas jika berduaan dengan orang yang bukan mahram itu dosa. Dosa besar! Apalagi kamu sudah punya suami. Dan kamu juga tahu kalau mas sama sekali tidak pernah mengijinkan kamu bertemu sama dia!! Tapi kamu berani diam-diam bertemu tanpa persetujuan suami kamu hmm?" Ucap Arzan keras.
Berulang kali dia beristighfar dalam hati agar emosinya yang dia pendam segera hilang.
Sheyza mendongak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Hatinya mendadak sedih melihat suaminya marah. Dia tidak mau suaminya kecewa.
"Maaf hiks," ucap Sheyza dengan sesenggukan.
Deg
Arzan terkejut, "Astaghfirullah." Buru-buru dia menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Sungguh rasa bersalah langsung menggerogoti hatinya melihat istri kecilnya menangis.
"Maaf sayang,"
Cup
Cup
Cup
Cup
Arzan mengecupi seluruh wajah Sheyza lalu memeluknya lagi dengan erat sambil menggumamkan kata maaf berulang kali. Dirinya tidak bermaksud memarahi Sheyza, tapi rasa cemburu menguasainya hingga tidak sadar sudah membentak Sheyza.
"Sayang maaf, mas tidak bermaksud membentak kamu tadi. Mas kelepasan, maafkan mas sayang. Tolong jangan nangis lagi,"
Sheyza masih sesenggukan. Rasanya sakit sekali dimarahi oleh suaminya.
"Maaf sayang,"
***
Dua jam berlalu.
"Mas ihh geli," kekeh Sheyza saat bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar dagu suaminya itu mengenai pipinya. Saat ini mereka sedang berpelukan di atas tempat tidur.
Ya, sudah sedekat itu hubungan keduanya. Sheyza sudah terbuai dengan sikap lembut yang diberikan suaminya. Mungkin juga karena efek hamil, membuat Sheyza merasa nyaman berdekatan dengan suaminya.
Rasa benci yang tadinya menumpuk di dalam dirinya, entah mengapa menguap begitu saja. Digantikan dengan rasa nyaman tidak ingin berjauhan.
"Mas sayang banget sama kamu, Babby." Ucap Arzan mengungkapkan rasa di hatinya. Tidak dipungkiri jika rasa cinta dan sayang itu sudah tumbuh seiring berjalannya waktu. Jantungnya berdebar sangat kencang saat berdekatan dengan Sheyza. Amarahnya berkobar saat melihat istrinya berduaan dengan pria lain. Jadi Arzan simpulkan jika dirinya sudah jatuh hati pada istri rahasianya itu.
"Sejak kapan? Perasaan kemarin-kemarin belum sayang??" Tanya Sheyza bermaksud menggoda suaminya. Menurutnya mengungkapkan rasa sayang atau semacamnya masih terlalu riskan, mengingat keduanya baru kenal satu bulan hampir dua bulan.
Tapi juga tidak menutup kemungkinan rasa itu muncul secara tiba-tiba. Bukankah membenci atau mencintai seseorang tidak memiliki alasan juga waktu? Semuanya bisa datang secara tiba-tiba.
"Mas beneran sayang. Kalau kamu tanya kapan mas sayang sama kamu, mas tidak bisa jawab karena mas juga tidak tahu. Rasa itu tiba-tiba muncul dengan cepat."
"Bukan karena anak yang aku kandung? Bisa jadi kamu sayang aku karena anak ini. Kamu-"
Cup
Arzan langsung mencium bibir candu istrinya saat mendengar Sheyza akan berbicara yang tidak ingin didengar olehnya.
"Sekali lagi kamu bicara seperti itu, mas akan cium kamu sampai kamu pingsan."
Sheyza mengerucutkan bibirnya kesal. "Itu mah mau kamu, dasar kamunya aja yang mesum!"
"Babby, mas sudah mengajarkan kamu untuk memanggil suami kamu mas. Jangan biasakan memanggil suami kamu dengan dengan kamu apalagi anda kan kemarin?"
Sheyza mengangguk pelan. "Iya mas,"
"Bagus,"
Arzan kembali mendekap tubuh istrinya erat. Sungguh rasa sayangnya sangat dalam pada istri rahasianya ini. Rasanya bahkan tidak rela untuk berjauhan walau hanya sepuluh menit.
"Mas rasanya ingin sekali tinggal setiap hari disini bersama kamu. Tapi maaf sayang, mas tidak bisa karena kamu tahu sendiri alasannya." Arzan bahkan tidak ingin menyebutkan alasannya karena tidak ingin membuat sakit hati sang istri.
Sheyza mendongak. Hatinya kembali resah mengingat dirinya hanya seorang istri rahasia. Terlebih keluarga suaminya satu pun tidak ada yang tahu tentang pernikahan mereka.
Rasanya begitu sesak. Apalagi memikirkan bagaimana perasaan istri pertama Arzan saat mengetahui semua ini. Bagaimana selanjutnya Sheyza bertindak? Kenapa bisa sampai dirinya terbuai dengan perilaku suaminya itu, hingga membuatnya lupa akan semua hal yang akan terjadi kedepannya
"Jangan terlalu dipikirkan Babby. Mas tidak mau kamu kepikiran dan berdampak pada anak kita." Ucap Arzan sembari mengusap lembut perut istrinya.
Sheyza tampak nyaman. "Mas, bagaimana jika semuanya terbongkar? Bagaimana nasib aku sama anak ini? Bagaimana kamu menghadapi istri pertama kamu nantinya?" Sheyza menggigit bibir bawahnya.
Arzan menghembuskan nafasnya kasar. Dirinya benar-benar bingung. Ingin mengabaikan tapi itu merupakan hal yang besar dan masalah itu pasti akan terjadi kedepannya.
"Sayang, jangan dipikirkan. Mas pasti akan cari jalan keluar yang terbaik."
"Tapi semua ini pas-"
"Sstt kamu jangan banyak pikiran ya. Mas janji semuanya akan baik-baik saja."