Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
"Ina, kamu sudah sampai?"
Pekikan itu membuat Ina tersentak. Dia baru saja turun dari mobil, dan mendapati bibinya, Bu Hindun berdiri di teras rumah. Wajah Bu Hindun tampak bahagia melihat kedatangan keponakannya
"Iya, Bi," jawab Ina, raut cerianya tak dapat menutupi suaranya yang sedikit bergetar. “Besok sidang pertama. Aku akan menginap saja di rumah Bibi," lanjutnya.
Bu Hindun menghela napas, menatap Ina dengan tatapan penuh iba. "Kamu yakin dengan keputusanmu, Ina?"
Ina mengangguk mantap. "Aku sudah bulat, Bi. Lagi pula tidak ada bedanya selama ini aku punya suami atau tidak.”
Bu Hindun menarik Ina ke dalam pelukannya. "Bibi selalu mendukungmu. Seharusnya kamu melakukan ini sejak dulu.” Ina membalas pelukan bibinya, mencoba menahan air mata yang hampir menetes.
"Bibi tahu Ina, kamu kuat," bisik Bu Sri, "Ranu dan keluarganya pasti akan berusaha menghalangimu. Tapi, kamu harus tetap teguh pendirianmu."
Ina mengangguk, walaupun telah mantap pada keputusannya tetap saja matanya berkaca-kaca. Tapi, ia tak akan menyerah. Apalagi kini dia memiliki bukti perselingkuhan Ranu.
Semalam menjelang tidur, ponselnya berdenting tanda notifikasi pesan masuk. Terkejut saat membuka pesan itu yang berupa foto-foto pernikahan Ranu dengan Siska. Juga kebersamaan Ranu dan istri mudanya. Tidak tahu siapa yang mengirimnya gambar tersebut, tetapi dia senang, itu bisa dia gunakan sebagai senjata.
***
Siska meletakkan cangkir tehnya dengan kasar, suaranya bergetar menahan amarah. "Kamu serius mau datang ke persidangan, Mas?" Merasa kesal karena tiba-tiba saja suaminya mengatakan bahwa dia akan kembali ke desa untuk menghadiri sidang pertama besok.
Ranu mengangguk, mencoba untuk tersenyum. Sejujurnya dia sedikit takut pada istri mudanya itu. "Iya, sayang. Aku harus mempertahankan Andri. Dia anakku."
Siska diam dan menatap Ranu datar. "Kamu pikir aku bodoh? Aku tahu kamu mulai berubah pikiran setelah mengucap kata talak itu. Apa kamu menyesal menceraikan wanita itu. Tapi kita lihat saja apa yang akan kamu dapati nanti di sana,”
Dia tidak suka Ranu yang mulai plin-plan. Pada saat sebelum mereka menikah, Ranu mengatakan kalau sudah tidak cinta lagi pada istrinya. Tapi beberapa hari yang lalu sejak Ina mulai berubah, sikap Ranu pun mulai berubah.
“Lalu jika kamu datang ke sana apa kamu berpikir bahwa kamu akan bisa mendapatkan hak asuh Andri. Selama ini saja kamu selalu mengabaikan anakmu!” Siska merasa kesal karena Ranu selalu menggunakan Andri sebagai alasan.
Ranu terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan Siska. Ia tahu bahwa Siska benar. Ia tidak yakin apakah ia bisa mendapatkan hak asuh Andri. Ia juga tidak yakin apakah Ina akan luluh dengan kehadirannya. Tapi, ia tetap ingin datang ke persidangan. Ia ingin melihat Ina lagi. Ia ingin bertemu dengannya. Ia ingin... ia ingin...
Siska melihat keraguan di wajah Ranu. Entah sejak kapan pria itu berubah pikiran. Bukankah sebelumnya Ranu sama sekali tidak memperdulikan istrinya, lalu kenapa sekarang… Siska menghela napas, tak ada yang perlu dia khawatirkan. Perceraian antara Ranu dan Ina adalah sesuatu yang pasti. Dan dia yang akan membuat jalan itu menjadi mulus.
***
Pintu ruang sidang terbuka, dan seketika suasana hening. Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja memasuki ruangan. Ina, dengan balutan gamis modis berwarna biru muda yang lembut, tampak begitu anggun dan elegan. Hijab instan yang terlihat sederhana tapi elegan, semakin menambah kecantikannya.
Di sampingnya, Bi Hindun, Adam, dan seorang pria paruh baya dengan aura wibawa yang kuat, berjalan dengan langkah tenang. Ranu, yang duduk di bangku terdakwa bersama keluarganya, tercengang. Ia tak mengenali sosok pria di samping Ina.
"Itu... siapa dia?" bisik Ranu kepada ibunya yang duduk di sampingnya.
Ibunya mengerutkan kening, “Ibu juga tidak tahu. Tapi, dia terlihat seperti orang penting."
Ranu menelan ludah, merasa jantungnya berdebar kencang. Ia tak pernah menyangka bahwa Ina akan datang ke pengadilan dengan penampilan seperti ini. Ia selalu menganggap Ina sebagai gadis desa yang sederhana, yang tak akan berani melawan dirinya.
"Ina..." Ranu memanggil nama Ina, suaranya terdengar gemetar. "Kenapa kamu... Bagaimana bisa kamu berubah seperti ini?"
Ina tersenyum tipis, tatapan matanya penuh dengan kekuatan. "Aku tidak berubah, Mas. Inilah aku yang sesungguhnya. Apa kamu lupa bagaimana kamu melihat aku saat pertama kali?"
Angan Ranu tiba-tiba melayang ke masa hampir 12 tahun silam, saat pertama kali dia melihat Ina di rumah Bu Hindun. Memang benar seperti inilah Ina dulu, cantik dan modis, itulah yang membuatnya jatuh cinta. Ina perlahan berubah setelah menjadi istrinya. Kecantikannya perlahan sirna tertutup oleh wajah dekil dan kusam, dan itu juga yang mengubah perasaannya secara perlahan. Kini saat melihat Ina seperti saat pertama kali, ada perasaan menyesal dalam hatinya.
Pandangan Ranu beralih pada sosok pria paruh baya yang tadi berjalan bersama dengan Ina "Siapa pria itu? Kenapa dia bersamamu? Apakah Kamu…"
Ina menunjuk pria di sampingnya, "Ini,,? Namanya Wasupati Wardhana."
Ranu terbelalak, rahangnya menganga, matanya membelalak tak percaya. "Wasupati Wardhana? Pengusaha kaya yang itu?"
"Ya, dan beliau adalah Papaku," jawab Ina, suaranya terdengar tenang, tetapi penuh dengan kekuatan. "jangan bilang Kamu tidak tahu, Aku putri Wasupati Wardhana?!" lanjutnya.
Ranu terdiam, pikirannya berputar-putar. Ia tak pernah menyangka bahwa Ina adalah putri dari pengusaha kaya itu. Ia selalu menganggap Ina sebagai gadis desa yang sederhana, yang tak akan berani melawan dirinya. Yang dia tahu, Ina hanya keponakan Bu Hindun. Dia pikir Ina sudah tidak punya orang tua.
"Kenapa kamu tidak pernah mengatakannya?" Ranu bertanya, suaranya terdengar lirih.
Ina tertawa sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan, “ini sangat lucu bukan? Setidak penting itu aku bagimu dan keluarga kalian. Kamu bahkan lupa nama siapa yang kamu sebut saat ijab kabul. Sungguh miris sekali hidupku. Laki-laki yang pernah menjadi suamiku tidak tahu siapa nama ayahku. Oh Ya Tuhan aku benar-benar salut padamu.”
Ranu tak dapat berkata-kata lagi. Pikirannya berkelana ke masa saat dia mengucap kabul atas nama Ina. Dan dia mengingatnya. Dadanya berdegup kencang saat ingatan iyu muncul, Quina Salsabila Binti Wasupati Wardhana. Nama itulah yang dia sebut saat itu. Pria itu menutup mulutnya dan menggelengkan kepala. Ternyata dirinya seabai itu pada istrinya.
"Kenapa? Apa Kamu sudah berhasil mengingatnya?" melihat Ranu yang nyaris terhuyung, Ina tersenyum sinis.
Ranu menunduk, tak berani menatap Ina. Ia tahu bahwa ia telah kalah. Ia telah kehilangan Ina, dia terlalu malu.
"Sidang dimulai," teriak Hakim, mengetuk palu.
Ranu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sidang baru akan dimulai , tapi Ia tahu bahwa pertempuran ini sudah berakhir. Ia kalah.
Ina menatap Ranu datar. Tidak ada rasa di hatinya. Ini yang dia ingin. Melepaskan Ranu dari hidupnya. Dia akan memperjuangkan kebahagiaan dan masa depannya sendiri, bersama dengan Andri, anaknya.
*
Ratna dan Anton, adik-adik Ranu, yang menyaksikan semuanya dari kejauhan, tercengang melihat Ina yang tiba-tiba muncul dengan penampilan yang sangat berbeda. Gamis biru muda itu, aura percaya diri yang terpancar dari Ina, dan kehadiran ayah Ina yang berwibawa, semuanya begitu mengejutkan. Mulut mereka menganga, dengan mata membulat tak percaya.
Saat Ina menyebut nama Wasupati Wardhana, Ratna dan Anton saling bertukar pandang, wajah mereka dipenuhi dengan keterkejutan yang luar biasa. Mereka tak pernah menyangka bahwa Ina ternyata putri seorang pengusaha kaya raya. Selama ini, mereka selalu menganggap Ina sebagai gadis desa yang sederhana.
“Ina..." Ratna berbisik, suaranya terdengar gemetar. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia selalu memandang Ina sebelah mata, merasa Ina tidak pantas untuk kakaknya. Namun, kenyataan ini membuat pandangannya berubah drastis.
Anton mengangguk, "Aku juga tidak percaya. Dia... sangat berbeda." Ia merasa sedikit menyesal atas perlakuannya kepada Ina selama ini. Ia selalu meremehkan Ina, menganggap Ina sebagai gadis yang bodoh. Namun, kenyataan ini membungkam kesombongannya.
meski terlambat penyesalan semoga bisa memperbaiki diri untuk masa depan kamu sendiri Ranu
karna perubahan takkan terjadi kalo kamu sendiri ga berubah lagian ga ad guna meratapi penyesalan