Di negeri Eldoria yang terpecah antara cahaya Solaria dan kegelapan Umbrahlis, Pangeran Kael Nocturne, pewaris takhta kegelapan, hidup dalam isolasi dan kewaspadaan terhadap dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia menyelamatkan Arlina Solstice, gadis ceria dari Solaria yang tersesat di wilayahnya saat mencari kakaknya yang hilang.
Saat keduanya dipaksa bekerja sama untuk mengungkap rencana licik Lady Seraphine, penyihir yang mengancam kedamaian kedua negeri, Kael dan Arlina menemukan hubungan yang tumbuh di antara mereka, melampaui perbedaan dan ketakutan. Tetapi, cinta mereka diuji oleh ancaman kekuatan gelap.
Demi melindungi Arlina dan membangun perdamaian, Kael harus menghadapi sisi kelam dirinya sendiri, sementara Arlina berjuang untuk menjadi cahaya yang menyinari kehidupan sang pangeran kegelapan. Di tengah konflik, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menyatukan dua dunia yang berlawanan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PASTI SUKSES, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duta dari Solaria
Matahari magis Umbrahlis baru saja terbit ketika pintu aula utama Noctis Hall terbuka lebar. Seorang utusan dari Solaria, mengenakan jubah putih berhiaskan lambang matahari emas, melangkah masuk dengan percaya diri. Di belakangnya, beberapa prajurit bersenjata mengikuti, melangkah dengan sikap waspada di bawah tatapan tajam para penjaga Umbrahlis.
Kael duduk di singgasananya dengan ekspresi dingin, matanya yang kelam menatap tajam ke arah rombongan itu. Di sisi lain aula, Arlina berdiri canggung, hatinya dipenuhi kekhawatiran. Dia tahu apa yang akan terjadi, dan itu membuatnya tidak tenang.
“Kami datang atas perintah Raja Solaria,” ujar utusan itu dengan suara lantang. “Kami di sini untuk membawa pulang Lady Arlina Solaris, seorang warga Solaria yang secara tidak sengaja terjebak di wilayah Anda.”
Kael mendengus pelan, tetapi nadanya terdengar mengancam. “Terjebak? Itu istilah yang menarik. Bukankah Lady Arlina berada di sini karena keputusannya sendiri?”
Utusan itu tersenyum tipis, tetapi nadanya tetap tegas. “Keputusan itu mungkin diambil dalam kondisi yang tidak ideal. Raja kami menginginkan dia kembali ke tanah kelahirannya.”
Arlina membuka mulut, tetapi Kael mengangkat tangan, menghentikannya berbicara. Dia berdiri, mengenakan jubah hitam yang berkilauan di bawah cahaya lilin. “Umbrahlis tidak tunduk pada perintah Solaria. Jika Arlina ingin pergi, itu adalah keputusannya. Tetapi aku tidak akan memaksa atau membiarkan siapa pun memaksanya.”
Arlina terkejut mendengar kata-kata itu. Kael menoleh padanya, matanya seperti memberi isyarat agar dia mengatakan sesuatu.
“Utusan,” kata Arlina akhirnya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang, meskipun tangannya sedikit gemetar. “Aku berterima kasih atas perhatian Raja Solaria, tetapi...”
Sebelum dia bisa melanjutkan, utusan itu memotong, “Lady Arlina, ini bukan permintaan. Ini perintah.”
Kael tertawa kecil, tetapi tawanya penuh ejekan. “Perintah? Di tanahku?”
Ketegangan di aula meningkat. Eryx, yang berdiri di dekat pilar, bersiap jika perintah untuk bertindak datang dari Kael.
Setelah para utusan diantar keluar untuk beristirahat sementara, Kael berjalan cepat menuju ruangan pribadi Arlina. Arlina, yang merasa ini akan menjadi perbincangan serius, segera menyusulnya.
Ketika pintu ditutup, Kael langsung berbalik dengan mata yang bersinar gelap. “Kau tidak akan pergi.”
Arlina terkejut dengan nada otoriter itu. “Kael, aku...”
“Tidak ada ‘aku’. Ini keputusan yang sudah dibuat,” potong Kael.
Arlina mengerutkan kening. “Ini bukan hanya tentang kau, Kael. Ini juga tentang Solaria. Jika aku tinggal di sini, itu bisa memicu perang.”
Kael melangkah mendekat, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Arlina. “Kau pikir aku peduli? Aku tidak akan membiarkan mereka membawamu pergi.”
Arlina merasa jantungnya berdetak kencang. “Kau egois, Kael. Apa kau pikir aku tidak peduli pada rakyatku?”
Kael terdiam sejenak sebelum menjawab, suaranya lebih lembut tetapi penuh emosi. “Arlina, kau tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau pergi. Aku tahu Seraphine dan tipu muslihatnya. Jika kau meninggalkan perlindungan Umbrahlis, kau akan menjadi pion dalam permainan mereka.”
Arlina menatapnya tajam. “Dan jika aku tinggal, apa yang akan terjadi? Kau pikir rakyat Solaria akan diam saja? Mereka mungkin menyerang Umbrahlis.”
“Aku bisa melindungimu,” tegas Kael.
“Kau tidak bisa melindungi semua orang, Kael!” balas Arlina.
Keheningan menyelimuti ruangan. Hanya suara napas mereka yang terdengar. Akhirnya, Kael berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih tenang. “Apa kau ingin pergi?”
Arlina terdiam, tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Dia mencintai Solaria, tetapi hatinya kini juga tertaut pada Kael dan dunia Umbrahlis yang kelam namun memikat.
Malam itu, Arlina merenung di balkon kamarnya. Suara ketukan di pintu membuyarkan pikirannya. “Masuk,” katanya pelan.
Kael muncul di ambang pintu. Wajahnya terlihat lelah, tetapi tekadnya tetap kuat. “Aku tidak akan memaksamu untuk tinggal. Tetapi aku mohon, pikirkan ini baik-baik.”
Arlina mengangguk, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Kael melangkah mendekat, berdiri di sampingnya. Mereka memandang langit malam yang dipenuhi bintang-bintang berwarna ungu dan biru.
“Kael,” Arlina akhirnya berbicara. “Kenapa kau begitu keras kepala?”
Kael tersenyum kecil, tetapi senyumnya pahit. “Karena aku tahu bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang penting.”
Arlina menoleh, menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. “Apa maksudmu?”
Kael menghela napas panjang, matanya terpaku pada cakrawala. “Dulu, aku kehilangan seseorang yang kucintai. Aku bersumpah tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi lagi. Kau... Arlina, kau berbeda. Kau membuatku merasa seperti manusia lagi.”
Hati Arlina bergetar mendengar pengakuan itu. Dia merasakan kehangatan yang aneh di tengah hawa dingin malam. “Kael, aku tidak ingin menjadi beban bagimu.”
Kael menoleh, menatapnya dalam-dalam. “Kau bukan beban. Kau adalah alasan.”
Saat itu, Arlina menyadari betapa dalam perasaan Kael padanya, dan betapa berat keputusan yang harus dia buat. Tetapi waktu tidak menunggu siapa pun, dan besok, keputusan itu harus diambil.
Malam semakin larut, tetapi ketegangan di istana Noctis Hall belum mereda. Arlina masih berdiri di balkon kamarnya, sementara Kael tetap di sisinya. Mereka berdua diam, membiarkan keheningan berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang mungkin keluar.
Kael akhirnya membuka suara, suaranya pelan namun tegas. “Arlina, jika kau memutuskan untuk pergi, aku tidak akan menghentikanmu. Tapi, kau harus tahu, aku tidak percaya mereka benar-benar peduli padamu.”
Arlina menatapnya, sedikit bingung. “Apa maksudmu?”
“Solaria tidak akan mengirim utusan hanya untuk satu orang, kecuali ada motif tersembunyi,” jawab Kael. “Mereka mungkin menginginkan sesuatu darimu. Entah itu informasi, atau kau hanya alat untuk memprovokasi Umbrahlis.”
Arlina memprotes, “Itu tuduhan serius, Kael. Solaria adalah rumahku. Mereka peduli padaku.”
Kael mendekat, tatapannya tajam. “Benarkah? Jika mereka peduli, kenapa mereka tidak mencarimu sejak awal? Kenapa mereka membiarkanmu hilang selama ini?”
Kata-kata Kael membuat Arlina terdiam. Ia tidak bisa menyangkal logika itu, tetapi hatinya masih berpegang pada keyakinan bahwa Solaria adalah tempat yang aman baginya.
Ketukan di pintu memecah ketegangan mereka. Eryx masuk dengan ekspresi serius. “Kael, para utusan ingin bertemu denganmu. Mereka tidak akan menunggu sampai pagi.”
Kael mengangguk. “Aku akan menemui mereka. Pastikan penjagaan tetap ketat.”
Sebelum pergi, Kael menatap Arlina sekali lagi. “Pikirkan baik-baik, Arlina. Jangan membuat keputusan hanya berdasarkan rasa bersalah.”
Setelah Kael pergi, Arlina duduk di kursi dekat balkon, membiarkan pikirannya berkecamuk. Dia ingat saat-saat di Solaria, ketika keluarganya begitu hangat dan penuh kasih sayang. Tetapi dia juga ingat bagaimana Kael telah menyelamatkannya, memberinya perlindungan di saat dia tak punya siapa-siapa.
Di aula utama, Kael berdiri di depan para utusan Solaria yang tampak gelisah.
“Kami sudah menyampaikan permintaan kami,” kata salah satu utusan, suaranya penuh tekanan. “Jika Lady Arlina tidak kembali dalam waktu 24 jam, Raja kami mungkin akan menganggap ini sebagai tindakan permusuhan.”
Kael menyilangkan tangannya, menatap mereka dengan dingin. “Umbrahlis tidak pernah takut pada ancaman. Jika itu yang diinginkan Solaria, maka biarlah terjadi.”
“Kael!” suara Arlina tiba-tiba terdengar. Ia berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh determinasi.
Kael menoleh, ekspresinya berubah saat melihatnya. “Apa yang kau lakukan di sini?”
Arlina melangkah maju, menghampiri para utusan. “Aku akan pergi dengan mereka,” katanya, meskipun suaranya sedikit bergetar.
Kael menatapnya, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Kau tidak harus melakukan ini.”
“Aku harus,” jawab Arlina tegas. “Ini tentang Solaria, tentang rakyatku.”
Para utusan tersenyum puas, tetapi sebelum mereka bisa berkata apa-apa, Kael mendekat ke arah Arlina. “Jika kau pergi, jangan pikir aku akan diam saja. Aku akan memastikan kau kembali dengan selamat, bagaimanapun caranya.”
Arlina merasa hatinya berdebar mendengar nada posesif itu, tetapi ia tidak membalas. “Kael, aku percaya padamu. Tetapi ini adalah tanggung jawabku.”
Kael akhirnya melangkah mundur, meskipun wajahnya menunjukkan rasa kecewa dan marah yang mendalam. “Kalau begitu, pergilah. Tapi ingat, Arlina, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu.”
Arlina mengangguk pelan sebelum mengikuti para utusan keluar dari aula. Namun, saat dia melangkah pergi, hatinya terasa berat, seperti meninggalkan sesuatu yang sangat penting di belakangnya.