LITTLE NANY
Menjadi babby sitter diusia 19 tahun adalah adalah tawaran terbaik bagi Tisha karena dia harus melunasi hutang keluarga yang jumlahnya besar.
Nizar Mukti Wibowo, duda beranak satu yang berusia 35 tahun ini harus merelakan anaknya dalam pengasuhan Tisha sebagai babby sitter.
Namun, takdir membawa Tisha tidak hanya sebatas menjadi pengasuh, melainkan juga mengambil peran sebagai ibu bagi anak yang haus akan kasih sayang seorang ibu tersebut.
Bagaimana Tisha akan menjalani kehidupannya? Dan bagaimana juga Tisha akan menghadapi Nizar yang otomatis memiliki gelar suami baginya?
Inilah kisah hidup Tisha...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ely LM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Bos
Tisha hanya mematung saat mobil mewah hitam yang membawanya, berhenti di depan hotel mewah yang terkenal di kotanya.
Pintu mobil itu tiba-tiba terbuka sendiri. Tisha yang sedang cemas tentu saja terkejut dengan hal tersebut. Sedangkan sopirnya tetap duduk di kursi kemudi.
Lalu, datanglah pria berbaju hitam dengan perawakan tinggi besar yang berdiri di samping pintu mobil.
Tisha tersenyum tipis kepada orang tersebut.
"Saya ha--,"
"Mari Nona, Tuan sudah menunggu di dalam!"
Belum sempat Tisha menyelesaikan ucapannya, pria berbaju hitam itu sudah memotong pertanyaannya.
Tidak ada senyum yang ter ulas dari bibir pria tersebut. Hanya hawa dingin yang menyelimuti.
Tisha mengangguk. Ia turun dari mobil sambil membawa tas jinjing yang berisi beberapa pakaian dan kebutuhan pentingnya.
Tisha tidak membawa barang banyak atas permintaan Andre. Katanya kebutuhannya akan dipenuhi di sana.
Pria itu mempersilahkan agar Tisha berjalan.
Sebelum melangkah, Tisha menoleh sejak kepada sopir yang usianya mungkin setengah baya. Tisha tidak tahu namanya dan tidak saling berbicara apapun saat di dalam mobil.
Tisha sempat bertanya, "Sudah berapa lama Bapak kerja di sini?" Anggap saja sebagai basa-basi.
Akan tetapi, sopir itu tidak menjawab dan hanya melirik Tisha melalui kaca spion. Menempuh perjalanan selama dua puluh menit rasanya seperti satu jam, menurut Tisha.
Tisha merasa heran kenapa dua orang ini sangat dingin kepadanya. Mereka manusia tapi seperti robot.
Saat masuk ke dalam lobby hotel, Tisha berdecak kagum. Matanya tidak berhenti mengabsen setiap inci kemegahan dan kemewahan hotel tersebut.
Biasanya Tisha hanya bisa melihat dari luar, dan itu sudah berhasil membuatnya kagum. Kini ia bisa masuk dan semakin dibuat kagum dengan ornamen yang lebih megah dan mewah.
"Nona bisa tunggu di sofa itu, saya akan panggilkan Tuan!" ucap pria tersebut sambil menunjuk salah satu sofa yang ada di sana.
"Iya, Pak!" jawab Tisha sembari tersenyum dan mengangguk. Setelah pria tersebut pergi, Tisha langsung duduk di sofa yang ada di lobby tersebut.
Ia mengamati para staff hotel. Tisha jatuh cinta dengan keramahan dan keanggunan resepsionis yang ada di hotel tersebut. Mereka menggunakan blazer hitam dengan dalaman kemeja putih, dan dipadukan dengan rok span berwana hitam selutut.
Rambutnya digelung ke atas bagi yang berambut panjang, dan dibiarkan terurai dengan rapi bagi yang berambut pendek.
Tisha hanya melihat sedikit dari mereka yang berambut pendek, sisanya berambut panjang. Mungkin mereka merasa lebih praktis jika digelung saat bekerja, menurut Tisha.
Tisha membuka handphonenya, lalu membalas pesan ibunya yang bertanya apakah Tisha sudah sampai.
"Tisha!"
Tisha mendongak saat suara yang tidak asing lagi di telinganya itu memanggil dirinya.
Dia langsung berdiri dan kembali menyimpan handphonenya di dalam tas.
"Pak Andre!" sapa Tisha sambil tersenyum ramah.
Andre tersenyum dan mengangguk.
"Maaf membuatmu menunggu terlalu lama!" ucap Andre.
"Ah, tidak, Pak. Sepertinya masih lima menit saya menunggu!" jawab Tisha sekenanya. Dia merasakan tidak terlalu lama menunggu Andre.
Andre terkekeh, tidak percaya hanya lima menit.
Hati Tisha menghangat jika ada Andre. Sebab hanya dia yang bisa bersikap cair kepadanya. Tidak seperti dua orang tadi yang sangat dingin kepadanya. Ya, walaupun kadangkala Andre juga tiba-tiba berubah dingin. Entahlah Tisha tidak mengerti dengan hal semacam ini. Mungkin memang tuntutan pekerjaan mereka.
"Saya kira kamu tidak bersedia datang,"
"Bersedia Pak. Saya pasti bersedia. Saya butuh pekerjaan untuk keluarga saya. Dan saya juga butuh pekerjaan untuk melunasi hutang saya kepada Ba---,"
"Sudah, lain kali kamu jangan terlalu sering membahasnya lagi!" potong Andre.
"Ayo, saya antarkan kamu ke bos kamu!" ajak Andre.
Seketika Tisha langsung gugup. Bukan karena takut, tapi maklum saja namanya juga pertemuan pertama dengan bosnya.
Mereka berjalan sejajar dan orang berbaju hitam tadi berjalan di belakang mereka.
"Kamu tidak perlu takut. Walaupun sedikit pemarah dan tempramen, tapi aslinya dia orang baik!" Bisik Andre pelan kepada Tisha sembari terkekeh pelan.
Tisha langsung mendongak kepada Andre yang tingginya kurang lebih lima belas centimeter di atasnya. Memastikan apakah yang Andre bicarakan memang kenyataannya. Tisha merasa resah saat mendengar pernyataan tempramen.
"Terus, saya harus bagaimana, Pak?" tanya Tisha dengan berbisik.
Entah apa tujuan mereka berbicara sambil berbisik. Mungkin batin Tisha agar orang di belakangnya ini tidak dengar. Padahal, walaupun dengar atau tidak, orang itu tetap dingin dan kaku seperti robot.
"Ikuti saja perintah dia. Jadilah gadis yang patuh!" jawab Andre sambil berbisik juga.
Tisha mengangguk paham.
"Pak, apa saya jadi pengasuhnya orang itu?" Pertanyaan polos dengan raut wajah yang serius, membuat Andre tidak bisa lagi menahan tawanya.
Andre berhenti berjalan dan tertawa dengan puas sambil menutup mulutnya agar tidak menganggu orang lain.
Otak jahilnya itu membayangkan bagaimana seorang Nizar yang sudah kolot itu punya pengasuh. Apalagi pengasuhnya gadis berusia sembilan belas tahun.
Tentu saja Tisha dan orang berbaju hitam di belakangnya ikut berhenti.
Tisha memandangi Andre dengan penuh tanya. Kenapa tiba-tiba tertawa seperti ini. Memangnya ada yang lucu dari pertanyaannya barusan? Tisha kan belum tahu siapa yang akan dia asuh. Bayi, batita, balita, remaja, dewasa, atau bahkan lansia?
Sejak tadi Andre menjelaskan bosnya itu. Tisha mengira dia akan mengasuh orang itu. Siapa tahu bosnya itu sakit jadi butuh pengasuh.
Tisha melirik pria berbaju hitam. Huh, melihatnya membuat Tisha sebal karena tidak ada perubahan darinya. Tetap seperti robot.
"Bukan, Tisha. Ah, ayolah, ikut aku saja!" ujar Andre diakhir tawanya, lalu mengajak Tisha kembali berjalan.
Tisha hanya menurut dan mengikuti Andre dengan bingung.
Sangat tidak masuk akal, menurut Tisha.
Setelah masuk ke dalam lift, pria berbaju hitam tadi memencet angka sembilan.
"Oh, rupanya di lantai sembilan!" batin Tisha.
"Kamu hanya perlu menjadi gadis yang patuh, Tisha!" ucap Andre sekali lagi.
"Kamu juga tidak perlu usaha yang besar. Cukup jadi diri sendiri dan kamu akan bahagia di sana!" Andre melanjutkannya dalam hati.
Tisha mengangguk patuh. Sedari tadi mencoba mencari informasi juga tidak ada hasilnya. Tisha rasa semuanya akan jelas saat dia bertemu dengan bosnya.
Lift terbuka dan mereka sudah berada di lantai sepuluh.
Tisha mengikuti Andre melewati kamar-kamar yang bernomor 500-an.
Tepat di depan pintu bertuliskan 505, Andre berhenti.
Setelah Andre memencet bel kamar tersebut, tidak lama kemudian pintu kamar tersebut terbuka.
Andre mengajak Tisha masuk. Sedangkan pria berbaju hitam tadi tetap berada di luar.
Tisha melangkah dengan ragu. Kenapa di kamar hotel? Otaknya jadi berpikir yang tidak-tidak.