“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 Interview
Tak bisa hanya bicara tanpa tindakan. Lakukan saja, entah bagaimana dengan hasilnya!
~Disra Auristela~
Dering ponsel Disra berbunyi di saat jam mata kuliah berakhir. Dirinya terkejut mendapatkan undangan interview dari sebuah perusahaan. “Besok gua interview!” seru Disra pada Felix.
“Serius?” tanya Felix memastikan.
“Serius! Gua juga nggak nyangka bisa secepet ini dapat panggilan.”
“Outsourcing bukan? Biasanya outsorcing yang cepet dapat panggilan.”
“Gua nggak ngelamar di perusahaan outsourcing. Pokoknya, gua dah nggak mau kaya kerja di Terabig Net lagi. Ini perusahaan software house.”
“Lah, elo ngelamar di perusahaan software house? Emang loe mau jadi programmer?”
“Kayanya sih gue nggak ngelamar jadi programmer. Nggak pede gue sama kemampuan gua sendiri. Tapi yang jelas, gua ngelamar dibanyak perusahaan. Di mana ada lowongan ya gue sebar tuh cv gue. Masalah diterima atau enggak urusan belakangan.”
“Kapan interview-nya?”
“Besok pagi, Lix.”
“Cepet banget ya. Gua nggak bisa cuti dadakan, nggak bisa nganterin loe.”
“Ya elah! Bisa sendiri keles gue!”
“Ya, udah hati-hati. Jadi, nggak perlu loker dari gua nih?”
“Tetep lah buat serep! Kalau nggak diterima bisa ngelamar di tempat loe!” timpal Disra.
***
Disra sudah siap dengan blazer hitam yang membungkus kemeja putih. Dipadukan dengan rok selutut dan sepatu pantofel, mengikat rambutnya ke belakang agar tampak rapi.
“Dis, tumben kamu rapi begini? Biasanya hanya pake kaos berkerah dan celana jeans saja?” tanya Tina.
“Disra mau interview, Bu,” jawab Disra antusias.
“Kamu mau ganti kerja lagi? Bukannya udah enak di Terabig Net? Itu ‘kan perusahaan besar!”
“Itu perusahaan outsourcing, Bu. Disra mau cari yang bisa jadi karyawan tetap,” jelas Disra.
“Ya udah, semoga lulus interviewnya.”
Disra mengulurkan tangannya dan meraih tangan Tina lalu mencium punggung tangan ibunya. “Disra berangkat dulu.”
“Iya, hati-hati.”
Disra beranjak pergi keluar rumah. Namun, langkahnya terhenti dan berbalik menghadap sang ibu. “Bu, Dika udah bayar uang study tour ‘kan?”
“Udah, ‘kan kamu sudah kasih uangnya.”
“Oh yaudah, Disra lupa.”
Disra menatap gedung di depannya, gedung perkantoran yang cukup besar dengan nama gedung Barvia Tower. Entah ada berapa perusahaan yang ada di gedung tersebut. Dia langsung ke resepsionis menginformasikan kedatangannya dan untuk mendapatkan kartu visitor.
Menekan tombol 30 untuk ke lantai yang dituju. Melgalaxy Technologies, perusahaan yang ia lamar. “Selamat pagi,” sapa Disra pada seorang resepsionis di lantai 30.
“Pagi, ada yang bisa dibantu?” tanya sang resepsionis.”
“Saya mau interview.”
“Ditunggu sebentar ya, Bu.” Sang resepsionis mengetik di depan komputernya. “Nama Anda siapa, Bu?”
“Disra Auristela.”
“Boleh saya minta cv-nya?”
“Oh, tentu.” Disra mengeluarkan amplop cokelat dan memberikan pada sang resepsionis. Meskipun dia melamar melalui e-mail. Fisik cv dibutuhkan saat wawancara tatap muka.
“Ditunggu sebentar ya, Bu.”
“Baik,” jawab Disra, tidak keberatan dirinya dipanggil ‘Bu’ karena dia tahu memang seperti itu dalam pelayanan.
Dia menunggu di ruang tunggu interview dengan sesekali matanya mengedar ke sekeliling. Tidak banyak karyawan yang ada di ruangan itu. Sedangkan sang resepsionis masuk ke dalam sebuah ruangan. Hanya sebentar, sang resepsionis keluar lagi. Diduga Disra, sang resepsionis hanya mengantar cv-nya.
Tidak sampai sepuluh menit menunggu. Ada seorang pria yang memanggilnya dari ruang interview dan mempersilakan Disra masuk ke dalam ruangan. Pria yang berusia sekitar 27 tahun.
“Selamat pagi, Pak,” sapa Disra.
“Pagi. Disra Auristela?” gumam sang pewawancara sembari menatap cv milik Disra.
“Iya, Pak.”
“Oke, Saya Bagas. Kita langsung saja, saya tidak suka basa basi,” ujar Bagas seraya melirik cv Disra lagi. “Belum lulus kuliah Strata Satu. Tapi, kamu dulu lulusan Diploma tiga jurusan manajemen informasi. Bahasa pemograman apa yang kamu kuasai?”
Disra terdiam sebentar, dia bahkan lupa posisi yang dia lamar. Yang dia tahu, ini adalah perusahaan software house. “Saya menguasai Vb. Net, Pascal, Linux, Visual Basic, Java, Visual Foxpro, Bahasa C, C++, Delphi,” jawab Disra percaya diri.
Tidak semua bahasa pemograman itu dia kuasai. Dia hanya menyebutkan semua yang telah ia pelajari di kampus. Dia yakin, jika dipelajari lagi, dia pasti mengingatnya.
“Bisa Python dan SQL?”
“SQL saya bisa. Phyton belum, Pak.”
“Kamu tahu ini perusahaan apa?”
“Software house, Pak Bagas.”
“Apa alasan kamu melamar di perusahaan ini?”
Disra menatap Bagas, dari banyaknya surat lamaran yang ia sebar. Disra memang tidak memperhatikan setiap posisi yang dia lamar. “Karena kuliah saya tidak jauh dengan bahasa pemograman. Pekerjaan saya sebelumnya, meskipun bergerak di bidang call center. Namun, posisi saya sebagai agent call center technical, Pak. Tidak asing lagi dengan jaringan dan SQL. Masih berhubungan dengan Sistem Informasi,” terang Disra.
“Lalu, kenapa kamu resign dari pekerjaan kamu sebelumnya?”
“Saya ingin mengembangkan diri saya sendiri. Tidak menampik, bekerja pada perusahaan broadband meningkatkan kemampuan saya dalam bidang komputer dan juga jaringan. Tapi, saya bekerja pada perusahaan outsourcing. Bukankah setiap orang memiliki keinginan untuk mendapatkan yang lebih baik?”
“Apa kamu pikir bekerja di sini akan lebih baik?”
“Tidak ada yang bisa menjamin hal itu. Resiko akan selalu ada. Tetapi, karena ini perusahaan software house, tentunya akan lebih mengembangkan ilmu pemograman dan itu suatu yang sangat bermanfaat.”
Bagas hanya menganggukan kepala. “Apa bisa bekerja dalam under pressure?”
“Saya yakin setiap pekerjaan ada tuntutannya. Istilah under pressure terjadi karena tidak bisa mengontrol pekerjaannya. Jadi, saya rasa under presure bukan sesuatu yang menakutkan, jika kita memang menguasai pekerjaan kita. Mencintai pekerjaan tak akan membuat kita tertekan,” jelas Disra.
“Baiklah, kita lagsung tes saja,” tutur Bagas. Dia bangkit dari duduknya.” Ayo ikut saya ke ruang sebelah.”
Disra bangkit dari duduknya dan mengikuti Bagas. Di dalam ruangan itu terdapat seorang pemuda yang sedang fokus di depan laptopnya.
Bagas mengetuk pintu agar sang pemuda menoleh. Raska menoleh setelah mendengar ketukan pintu. “Pak, Bagas,” ujar Raska.
“Ini ada pelamar, bisa kamu bantu tes?” pinta Bagas.
“Baik, Pak,” jawab Raska.
“Kamu dibantu dia ya,” ujar Bagas pada Disra.
Bagas keluar dari ruangan tersebut. Raska langsung menyodorkan sebuah kertas dan memberi intruksi pada Disra. “Buat hasilnya seperti ini, bisa?”
“Saya coba, Pak.” Disra menatap laptop di depannya, sudah ada aplikasi Visual Basic dan dia memulai mengerjakan perintah Raska.
...***...
“Dia cerdas,” terang Bagas. Dia sudah berada di ruangan lain dan memantau Disra dari rekaman cctv.
“Ya, aku tahu,” jawab Melvin.
“Apa dia wanita yang kau sukai?” tanya Bagas penasaran.
Bagas tahu, perusahaan mereka tidak kekurangan karyawan. Melvin tidak sembarangan merekrut karyawan, bisa dipastikan gadis itu sangat penting bagi Melvin. Sampai harus membuat Melvin menjerat gadis itu ke perusahaannya dengan cara diam-diam. Seolah Disra melamar pada perusahaan mereka. Namun, kenyataannya adalah perusahaan mereka yang menghubungi Disra. Tidak! Lebih tepatnya, Melvin meretas email Disra dan mengirimkan cv gadis itu ke perusahaannya sendiri.
Melvin hanya menoleh sepintas pada Bagas tanpa ada niat menjawab pertanyaan Bagas. Selangkah lebih dekat pada gadis kecilnya.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/