Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obrolan Bersama Arleta
Sebelumnya Aluna dikejutkan dengan reaksi Hariz ketika dirinya menyebut nama Arleta Bramantyo, kini giliran Elgar. Reaksi sang sopir sungguh di luar perkiraan. Hal itu berhasil menciptakan kebingungan pada Aluna.
Rasa penasaran juga timbul pada diri Aluna membuatnya bertanya pada sang sopir, tetapi jawaban Elgar tidak membuat Aluna puas.
"Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku, Elgar?" tanya Aluna curiga.
"Menyembunyikan apa?" tanya balik Elgar, suaranya malah terdengar gugup.
"Reaksimu saat aku menyebut nama Arleta Bramantyo kamu terlihat tidak biasa. Kamu seperti sedang menyembunyikan sesuatu," tuding Aluna.
"Sudah aku katakan, Aluna. Aku hanya terkejut. Keluarga itu sangat terkenal. Mereka memiliki kerajaan bisnis yang luar biasa. Aku tidak menduga nantinya bisa berada dekat dengan mereka," jelas Elgar dengan suara terbata-bata.
"Benarkah?" Aluna menyipitkan matanya seolah menunjukan rasa curiga.
"Lupakan pembicaraan ini. Aku mau bertanya, apa suamimu menyinggung masalah yang terjadi antara aku dengan Sandra?" tanya Elgar mengalihkan pembicaraan.
"Tidak. Sepertinya Sandra tidak memberitahu apapun," jawab Aluna. "Apa kamu sudah mengirim Video itu pada Sandra?" tanya Aluna disambut anggukkan oleh Elgar.
"Bagus! Dia begitu penurut, rupanya?" ucap Elgar diikuti tawanya.
"Aku minta tolong padamu. Video itu jangan sampai ke publik. Aku takut itu bisa mempengaruhi bisnis mas Hariz," pinta Aluna.
"Karena kamu yang meminta aku pasti akan melakukannya. Aku hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada adik iparmu itu," janji Elgar. "Enak saja dia berani menyentuhku dan juga mengancammu," geram Elgar.
"Dia memang harus diberikan sedikit pelajaran agar tidak menyusahkan orang," imbuh Aluna. "Aku jadi tidak sabar untuk melihat ekspresi wajahnya saat dia juga mengetahui hal itu," sambung Aluna.
"Hanya satu yang harus kamu lakukan nantinya yaitu tahan tawamu kuat-kuat," celetuk Elgar yang mampu membuat tawa Aluna tercipta.
"Oh iya, di mana kamu akan bertemu dengan nyonya Arleta?" tanya Elgar.
"Di coffee shop Royar," jawab Aluna. "Sebenarnya aku tidak tahu alasan pasti beliau mengajakku bertemu. Dia hanya mengatakan ingin mengobrol saja," jawab Aluna.
Elgar merespon ucapan Aluna dengan mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali.
"Tapi jangan sampai beliau kembali membahas rencananya untuk menjodohkan aku dengan anak laki-lakinya," ucap Aluna tiba-tiba
"Apa!"
UHUK UHUK
Aluna terkejut saat Elgar tiba-tiba tersedak. Hal itu membuat laju mobilnya oleng. Beruntung Elgar masih bisa mengendalikan laju mobilnya.
"Elgar, menepilah!" perintah Aluna.
Elgar mengangguk sembari memegangi tenggorokannya lantas menepikan mobilnya di tempat yang lumayan sepi.
"Minumlah!" Aluna memberikan air mineral kepada Elgar setelah membuka penutupnya.
Elgar menerima air mineral itu lantas meminumnya hingga habis setengahnya. Setelah itu Elgar duduk menyandarkan kepalanya seraya menarik napas dalam-dalam.
"Kamu ini kenapa bisa tiba-tiba tersedak?" ucap Aluna khawatir.
Elgar kembali menegakkan tubuhnya kemudian menoleh ke belakang. "Aku terkejut kamu bilang nyonya Arleta ingin me jodohkan kamu dengan anaknya," ungkap Elgar.
"Kenapa kamu bisa terkejut sampai seperti itu. Aneh kamu." Aluna membuang napas secara asal. "
"Terus kamu mau?" tanya Elgar.
"Tentu saja tidak. Aku mengatakan kepada beliau jika aku sudah memiliki suami. Tap dia mengatakan masih berharap aku bisa jadi menantunya," ujar Alana.
Elgar tertawa bodoh dengan menunjukkan deretan giginya kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kenapa kamu tidak berpisah dari suamimu saja. Menjadi menantu keluarga Bramantyo itu adalah impian para perempuan di luar sana," ucap Elgar.
"Jangan memberiku saran yang tidak masuk diakal, Elgar." Aluna memicik tajam ke arah Elgar, tetapi laki itu justru terkekeh geli.
"Kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" tanya Aluna.
"Ya," jawab Elgar singkat.
"Ayo lanjutkan perjalanan. Aku tidak mau membuat tante Arleta menunggu," suruh Aluna disambut anggukkan oleh Elgar.
Menempuh perjalanan selama empat puluh lima menit Aluna pun sampai di coffe shop Royal. Jangan ditanya betapa mewah dan mahalnya tempat itu. Tempat itu biasanya dijadikan tempat kumpul pengusaha dan juga orang-orang dari kelas atas.
Elgar menghentikan laju mobilnya di depan pintu masuk tempat itu. Lantas turun dari mobil untuk membukakan Aluna pintu.
"Kamu tidak mau ikut masuk?" tanya Aluna.
"Tidak, aku tunggu di mobil saja," tolak Elgar.
"Baiklah." Aluna keluar dari mobil lantas berjalan masuk ke dalam coffeeshop. Kedatangan Aluna disambut langsung oleh manager tempat itu.
Aluna mengatakan ada temu janji dengan Arleta Bramantyo. Sang manager mengantarkan Aluna ke tempat yang sudah Arleta pesan. Sampai di tempat itu ternyata Arleta sudah menunggu. Ternyata Aluna dibawa ke ruangan VVIP, di sana ada sofa besar membentuk lingkaran di dominasi warna merah dan hitam dengan meja bulat berwana hitam di bagian tengahnya.
Aluna melihat Arleta duduk dengan anggun, sambil berkutat dengan tablet di tangannya. Dari segi penampilan, sikap, dan cara bicara wanita itu benar-benar membuat Aluna terkesan.
"Selamat siang, Tante," sapa Aluna. "Maaf jika saya terlambat." Aluna berjalan menghampiri Arleta.
Arleta mendongak lantas tersenyum melihat keberadaan Aluna. Arleta menaruh tabletnya di meja lantas berdiri untuk menyambut kedatangan Aluna. Keduanya saling juga mencium pipi satu sama lain. Mereka baru dia kali bertemu, tetapi seperti sudah lama saling mengenal.
"Ayo silahkan duduk," ucap Arleta.
Aluna mengangguk lantas duduk di samping Arleta, posisi mereka saling berhadapan.
"Kamu datang sendiri?" tanya Arleta basa-basi.
"Saya datang bersama sopir," jawab Aluna.
Obrolan mereka terhenti saat ada satu waiter datang ke tempat itu menghidangkan coffee dan juga dua cake.
"Saya sudah pesankan coffee dan juga chess cake. Ini menu favorit di sini," ucap Arleta. "Atau kamu mau pesan yang lain?" tawar Arleta.
"Tidak, Tante. Ini sudah cukup," tolak Aluna.
"Jangan sungkan padaku. Anggap saja saya keluargamu," ucap Arleta.
Aluna mengangguk untuk merespon ucapan Arleta. Perasaan Aluna saat itu sangatlah senang apalagi bisa berada dekat dengan keluarga inti Bramantyo.
"Kalau boleh tahu apa alasan Tante mengajak saya bertemu?" tanya Aluna.
"Tidak ada apapun, saya hanya bosan di rumah dan juga karena jadwal saya juga sedang kosong," jawab Arleta. "Saya juga sebenarnya tidak tahu kenapa ingin mengobrol denganmu. Tapi saya rasa kamu perempuan baik dan bisa dipercaya makanya saya memilih untuk bertemu dengan kamu dari pada teman-teman saya yang lain."
"Tante terlalu memuji." Aluna merasa canggung saat itu.
Keduanya mengobrol bersama saling membahas kegiatan masing-masing. Hingga pada akhirnya Aluna mengatakan keinginannya dan sang suami untuk mengajak Arleta dan Adrian untuk makan malam.
"Baiklah nanti saya tanyakan dulu pada suami saya. Beliau lumayan sibuk akhir-akhir ini dan anak laki-laki saya …entah ke mana dia." Di akhir kata Arleta mengela napas berat.
"Awalnya jika suami Tante tidak bisa saya akan mengajak anak laki-laki Tante. Tapi … sampai saat ini Tante tidak tahu keberadaan anak itu," ungkap Arleta.
"Maaf, Tante jika boleh tahu ke mana anak Tante?" tanya Aluna hati-hati.
"Kabur dari rumah," jawab Arleta.
"Ka-bur …?"
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang