Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Harus bangkit
Jarum jam menunjukkan pukul 8 pagi. Adam nampak telah bersiap untuk pergi ke makam Emelda. Seperti biasa ia akan pergi bersama supirnya karena Ian harus mengurusi perusahaannya.
Saat Adam menuruni tangga rumahnya, ia melihat Ian datang bersama dengan dokter Harris, dokter keluarganya. Apa yang membuat mereka sepagi ini datang ke rumahnya? Ia sempat berpikiran buruk, mungkin saja dokter itu datang untuk memeriksanya.
“Selamat pagi, Tuan.” Sapa Ian dan dokter Harris hampir bersamaan.
“Kenapa kalian kesini?” tanya Adam dengan wajah tidak senang.
“Saya tadi menjemput dokter Harris kesini untuk mengecek kesehatan Nyonya Anita, Tuan.” Jawab Ian.
“Kenapa dengan ibuku?” tanya Adam kebingungan. Pasalnya tak ada seorang pun yang memberi tau apa-apa tentang ibunya.
Ah sebenarnya bukan tak memberi tau, tapi Adam sendiri tak bisa diajak bicara. Selalu menyendiri di kamarnya. Bahkan dia tak sadar sudah beberapa hari ini ibunya tak masuk ke kamarnya untuk mengecek keadaannya.
“Nyonya sakit, Tuan. Tapi Nyonya tidak mau dibawa ke rumah sakit karna....”
“Karna apa?”
“Karna beliau mau menjaga Tuan setiap hari. Nyonya tidak mau meninggalkan Tuan begitu saja di rumah. Nyonya sangat khawatir dengan keadaan Tuan.”
Mendengar penjelasan Ian, Adam segera berbalik naik ke atas lalu masuk ke kamar ibunya diikuti Ian dan dokter Harris.
Didapatinya sang ibu sedang berbaring lemah di atas tempat tidur. Ia menghampiri ibunya lalu mengecup tangan nya berkali-kali. Ia merasa bersalah karena selama ini tidak mempedulikan ibunya. Ia terlalu larut dalam kesedihannya sehingga mengabaikan apapun di sekitarnya.
“Adam.” Panggil ibunya yang masih berbaring
“Iya, Bu. Aku disini. Maafkan aku Bu sudah mengabaikan Ibu selama ini.”
“Tidak Sayang, kau tidak perlu minta maaf. Ibu paham keadaanmu. Apa yang kau alami memang tidak mudah. Tapi pesan Ibu, bangkitlah kembali seperti dulu, Adam. Jadilah putra Ibu yang dulu penuh semangat dan optimis.”
“Maafkan aku, Bu. Aku merasa bersalah karena hanya memikirkan kesedihan ku tapi tak memikirkan perasaan Ibu. Seharusnya aku yang menjaga Ibu, bukan malah sebaliknya.”
“Selama seorang Ibu masih hidup, dia akan terus menjaga anaknya, Dam. Sekarang berjanjilah pada Ibu, bangkitlah Nak! Urus perusahaan kita lagi, tata hidup mu kembali. Mulai lah semua dari awal lagi.”
Adam mengangguk menyetujui permintaan sang ibu. Saat ini ibu nya lah satu-satunya orang yang sangat berharga yang ia punya. Ia tak mau bertindak bodoh lagi hingga membuat dirinya kehilangan seseorang yang dicintainya.
“Aku berjanji, Bu. Aku tak mau kehilangan orang yang aku cintai lagi. Demi Ibu, aku akan kembali meneruskan hidupku seperti dulu.”
Adam langsung memeluk erat sang ibu. Ia tak mau kehilangan ibunya. Ia harus mulai bangkit seperti dulu agar tak membuat ibunya sedih lagi melihatnya terpuruk.
***
Adam mulai menata hidupnya dari dirinya sendiri. Dia mencukur jambang dan kumisnya yang telah lebat. Hanya menyisakan sedikit saja rambut-rambut halus seperti penampilannya dulu. Ia juga memulai berolah raga lagi. Sejak kejadian itu ia tidak pernah lagi berolah raga. Jangankan berolahraga, untuk makan saja terkadang harus benar-benar dibujuk oleh ibunya. Karna itu tubuhnya sekarang terlihat lebih kurus dari biasanya.
Masalah pekerjaan ia memang belum datang langsung ke kantornya, tapi ia mulai bekerja dari ruang kerjanya di rumah. Memeriksa tiap laporan perusahaan yang sudah dikirim ke emailnya dengan detail. Ini lah Adam yang sesungguhnya. Selalu bersemangat dan teliti dalam bekerja.
Ibunya pun sangat bahagia melihat perubahan pada putranya. Wanita paruh baya itu berharap suatu saat akan ada gadis yang dapat menggantikan posisi Emelda di hati Adam dan membawa kebahagian untuk nya.
Tok tok tok.
Pintu ruang kerja Adam diketuk. Ibu nya datang membawa secangkir teh hangat dan cemilan untuk menemani Adam bekerja.
“Ibu, apa yang ibu lakukan? Biar saja pelayan yang membawa ini untuk ku, Bu.” Kata Adam seraya meraih nampan dari tangan ibunya lalu meletakkan nya di atas meja kerja nya.
“Tidak apa-apa, Dam. Sekalian ibu ingin melihatmu bekerja.” Sahut sang ibu lalu duduk di sofa yang ada disana.
“Tumben sekali ibu ingin melihat ku bekerja. Apa ibu tidak yakin aku sudah berubah? Ibu takut ya kalau aku hanya melamun terus memikirkan Emelda?” tebak Adam yang berjalan mendekati ibu lalu duduk di sebelahnya.
“Tidak, ibu percaya padamu. Kau selalu menepati janji mu pada ibu. Ibu yakin kau akan berubah seperti dulu lagi. Ibu juga paham bagaimana perasaan mu saat ini, Dam. Tapi ibu yakin anak ibu ini bisa bangkit dan menata hidupnya kembali.”
Adam meraih tangan ibunya lalu mencium nya cukup lama. “Bu, terimakasih sudah selalu mendampingi ku di masa-masa sulit ku. Aku janji Bu, aku janji tidak akan mengecewakan ibu lagi. Apalagi sampai membuat ibu jatuh sakit seperti kemarin.”
“Tidak, sayang. Ibu sakit karna memang kurang istirahat saja. Kau itu anak ibu satu-satunya. Ibu akan selalu berada di sampingmu dalam keadaan apapun.”
“Aku merasa beruntung punya ibu seperti mu, Bu.”
“Ibu juga bangga punya anak seperti mu, Adam. Ya sudah, lanjutkan lah lagi pekerjaanmu. Ibu mau ke kamar dulu.”
“Iya, Bu.”
Ibu keluar dari ruang kerja Adam dan menutup pintu ruangan itu dengan pelan. Ada sebuah senyuman terukur di bibirnya. Ia bahagia melihat anaknya sudah kembali seperti dulu.
nana naannananaa