Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh Empat
“Sampai sekarang, kamu belum Langit kenalkan dengan istrinya, kan?”
“Bagaimana mungkin, Langit mengabarimu, kalau istrinya saja, wanita yang sedang kamu cari!”
“Dia menikahi wanita yang kamu tunggu, wanita yang membuatmu kehilangan banyak waktu!”
Agnia sangat emosional. Ia tak mau terluka apalagi hanc cur sendirian. Baginya, Haris maupun Langit juga wajib hancur.
Sebenarnya, Haris sudah langsung menduga. Apalagi ia sadar, Agnia mengetahui status Dita dalam hidupnya. Karena kebetulan, kemarin ia sempat kebablasan cerita. Bahwa dirinya sedang mencari Dita. Sedangkan ketika Agnia menanyakan maksudnya mencari Dita, Haris juga jujur alasannya.
“Sudah menjadi kewajiban seorang suami mencintai, mencukupi istrinya. Hanya karena kamu menjadikannya istri samaran untukku yang kamu ketahui lumpuh sekaligus buruk rupa, kamu pikir semuanya bisa kamu rombak suka-suka?” ucap Langit benar-benar bengis. “Kamu pikir, kamu sepenting itu?”
“Tidak! Bagiku, kamu tidak berharga lagi. Tahta tertinggi dalam hidupku sudah sepenuhnya istriku. Apa pun yang terjadi, hubunganku dengan istriku tidak akan pernah berubah.”
“Kamu memaksa Dita menjadi pengantin samaran untukku, bertepatan dengan dia yang sedang terlilit biaya pengobatan kanker ibunya. Tentu itu bukan perbuatan yang dibenarkan. Terlebih di saat itu, kamu dan keluargamu mendapat banyak suntikan dana dariku dan orang tuaku!”
“Namun di lain sisi, aku juga sangat berterima kasih. Karena berkat kelicikanmu itu, aku memiliki istri yang sudah selayaknya aku cintai. Istri penyejuk hati, siapa pun dia sebelum ini. Yang jelas, dia jauh lebih berharga ketimbang wanita sepertimu yang hanya memanfaatkan setiap orang dan menjadikan kesempurnaan sebagai tolok ukur untuk kamu dapatkan!”
“Sekarang, setelah kamu tahu aku tak mungkin mau denganmu, kamu sengaja tak mau hancur sendiri? Kamu ingin menghancurkan hubunganku dan Haris?” Kemudian, tatapan tajam Langit tertuju kepada Haris. “Pikirkan baik-baik sebelum kamu juga berubah menjadi serigala berbulu domba seperti Agnia. Apa yang aku jelaskan tadi, harusnya sudah cukup membuatmu paham!” tegas Langit yang meminta kedua orang di sana untuk tetap di sana.
“Aku akan menghubungi istriku. Agar kalian percaya, dan tak lagi beranggapan bahwa kebahagiaan kami hanya mengada-ngada,” sergah Langit sambil mengeluarkan ponselnya dari saku sisi celana panjang bahan warna abu-abu yang dipakai.
“Waalaikumsalam, Sayang!” sergah Langit.
Baru salam saja, Agnia dan Haris kompak menunduk berat mendengarnya.
“Kamu sibuk? Enggak? Ke sini ya. Iya, aku baik-baik saja. Kamu enggak dengar aku marah-marah, kan? Aku baik-baik saja, Sayang. Alasanku pelang telat dan tunggu kanu di sini karena aku mau kenalin kamu ke teman aku. Perginya sama sopir mama saja. Nanti aku yang telepon mama. Dandan ... pakai baju yang mana? Senyaman kamu saja, tetapi tetap pakai cadar ya. Iya, ... waalaikum salam. Dah ... mmuaach!” sergah Langit.
Interaksi manis antara Langit dan Dita sudah cukup menjelaskan kedekatan keduanya. Bukan hanya Langit saja yang menginginkan atau malah hanya Dita saja. Sebab keduanya jelas memiliki rasa yang sama.
Beres telepon dengan Dita, Langit kembali fokus pada keduanya khususnya kepada Haris.
“Tolong tunggu sekitar satu jam lagi. Aku ingin menyelesaikan semuanya sebaik-baiknya!” pinta Langit yang juga menawarkan memesan makanan. Namun, baik Agnia maupun Haris, kompak mengabaikannya.
“Benarkah ... Dita ternyata istrinya Langit?” batin Haris masih sangat syok.
Haris merasa lemas selemas-lemasnya. Haris merasa sangat terpukul. Langit kehidupannya seolah runtuh. Namun, ia bisa apa jika Dita dan Langit saja sudah sangat saling mencintai.
Belum ada lima menit dari permintaan Langit untuk menunggu, Agnia sudah bangkit. Agnia hendak pergi, tetapi dengan cepat tangan kanan Langit menahannya. Penuh peringatan, Langit menatap Agnia.
“Duduk!” tegas Langit tak menerima penolakan bahkan sekadar penawaran. Tak lama kemudian, Langit terpaksa menarik paksa tangan kiri Aqnia dan membuat wanita itu duduk. Lantaran Agnia tak kunjung duduk.
“Ya ampun ... sakit, Lang!” sergah Agnia merasa tak habis pikir pada kelakuan Langit yang jadi kasar kepadanya.
“Dita, yang memintamu melakukan semua ini?” sergah Agnia.
“Berisik! Enggak usah jelek-jelekin istriku. Karena setahu-tahunya kamu, aku lebih paham istriku!” tegas Langit makin emosi.
Haris yang takut luka mental Langit kambuh, sengaja menatap Agnia penuh peringatan. “Tunggu sebentar lagi saja. Aku pun ingin dengar cerita dari Dita. Tega-teganya kamu menempatkannya pada tawaran begitu?!”
Bagi Haris, andai Agnia tidak berulah. Tentu ia dan Dita sudah menikah.
“Loh ... kok nih orang kompak marahin aku!”batin Agnia benar-benar kesal. Kedua tangannya yang ada di pangkuan, mengepal kencang.
Tak sampai satu jam, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Dita memakai gamis syari bernuansa abu-abu. Pakaian yang Dita pilih selaras dengan yang Langit pakai kali ini. Bergegas Langit berdiri, begitu juga dengan Haris yang sudah langsung curiga. Sosok berpakaian syari abu-abu dan membuat Langit yang sedang teleponan dengan Dita, memang Dita.
“Masya Allah ... bidadari surga ...,” batin Langit, antara sakit, tetapi juga bahagia.
Di depan sana, Langit membiarkan tangan kanannya disalami dengan sangat takzim oleh Dita. Selanjutnya, Dita juga memeluk manja Langit. Tangan Dita ada di tengkuk maupun punggung langit. Kedua tangan yang tak luput dari atribut abu-abu itu mengelus-elus Langit penuh sayang.
Baik Haris, Agnia, dan beberapa orang di sana, menyaksikan romansa Langit dan Dita. Yang mana, bukan hanya Dita yang memperlakukan Langit penuh kelembutan. Karena Langit juga tampak sangat manja.