Niat menerjemahkan bahasa, berujung fucking!!
Cinta gelap seorang mafia Italia bernama Almo Da Costa pada seorang wanita sederhana bernama Luna Diaz yang berprofesi sebagai penerjemah bahasa.
Pertemuan yang tidak diinginkan harus terjadi sehingga Luna kehilangan mahkota berharganya bagi seorang wanita. Hingga 2 tahun mereka berpisah dan bertemu kembali namun hal yang mengejutkan bagi Luna adalah saat Mr. Mafia itu bertanya.
“Where is my child?”
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
M'sDL — BAB 07
SEORANG ANAK
2 Tahun Kemudian
Hari demi hari Luna melewatinya, dan iya. Setelah kepergiannya ke Philadelphia, Luna memutuskan pergi rumah panti nya dulu. Bekerja sebagai penjaga anak-anak panti yang mana bayaran di sana tak begitu besar seperti seorang penerjemah. Namun, Luna menjalaninya dengan sangat telaten.
“Uss... Uss.. Uss..!!! Kau anak baik kan... Apa kau lapar sayang?” ucapnya lembut kepada bayi berusia 1 tahun itu. Luna menggendongnya dalam dekapannya layaknya seorang ibu.
Warna mata anak itu begitu indah seperti seorang pria di 2 tahun yang lalu.
Luna berhasil menenangkan bayi itu setelah beberapa jam yang lalu, wanita cantik dengan rambut panjangnya itu menatap lekat wajah mungil, tembem warna merah. “Kau anak yang lucu!” gumam Luna tersenyum simpul.
Kini Luna berada di apartemen sewaannya di salah satu kota, yaitu Boston!
Derrtt!! Derrtt!!! Sebuah dering ponsel memudarkan lamunan Luna saat wanita itu asik memandangi wajah bayi perempuan tadi. Saat Luna melihat nama Biel tercantum di layar ponselnya, tentu saja Luna senang.
[“Luna!!!!!!! ”] seru wanita bernama Biel itu meski lewat ponsel.
Wanita cantik dengan bibir tipis itu tersenyum lebar mendengar suara kawannya yang ternyata tidak marah padanya karena pergi tiba-tiba.
[”Bagaimana keadaan mu, kau baik-baik saja kan?? ”]
[“Hm,iya! Aku baik-baik saja! Bagaimana denganmu?”] Tanya balik Luna hingga kedua wanita tadi menghabiskan perbincangan mereka lewat ponsel dan menghabiskan waktu bermenit-menit untuk melepas kerinduan.
2 Tahun, Luna tak mengabarinya. Bahkan, Biel tak tahu jikalau temannya itu bersama seorang bayi saat ini.
...***...
Milan — Italy
Seorang pria dengan setelan jas serba hitam, berdiri di depan sebuah pemakaman sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana serta memakai kacamata hitam yang menambah kesan ketampanan dan kewibawaan, aura yang sangat kuat.
Tertulis nama di batu nisan. <
“Addio, padre. (Selamat tinggal, ayah).” Gumam Almo Da Costa. Satu-satunya keluarga dan keturunan asli dari keluarga Da Costa.
Kini kepergian ayahnya membuat dia menjadi seseorang yang sebatang kara. Almo tak menyangka Morrone si mafia itu bisa meninggal.
(“Almo! Segeralah dapatkan seorang keturunan untuk keluarga Da Costa. Kau adalah yang terakhir, jika tidak ada keturunan, maka Da Costa akan mati selamanya.”)
Almo mengingat perkataan terkahir ayahnya sebelum meninggal. Seolah ada pesan yang terselip di dalamnya. Morrone punya alasan tersendiri, kenapa dia harus menyuruh Almo menikah dan mendapatkan keturunan.
(“Aku tidak akan menikah. Tidak perlu keturunan jika aku masih bisa bertahan hidup.”)
(“Jangan katakan itu. Semua orang pasti akan mati. Ada orang lain yang akan merebut semua milik Da Costa, kau akan mengerti nanti.”)
Almo masih terdiam, sorot matanya tertuju ke makan ayahnya yang berada tepat di depannya. Hingga seorang pria berjas rapi lainnya, mendatangi Almo. Dia adalah Enzo, si asisten setia.
“Tuan Almo! Kita harus pergi sekarang.” Ucap Enzo mengingatkan bosnya bahwa dia masih ada urusan lain yang harus di temui.
“Aku akan mengambil benda warisan Da Costa.” Ujar Almo kepada Enzo, yang artinya. Dia akan pergi ke Mansion Da Costa yang ada di Milan.
Setelah mengatakannya, Almo bergegas menuju ke mobilnya dan masuk ke dalam.
.
.
.
Selama di perjalanan. Almo tak bisa fokus dan terus memikirkan seseorang yang Morrone maksud akan merebut kembali Da Costa. Tapi kenapa? Dan siapa orang itu?
“Tuan Almo! Anda baik-baik saja?” tanya Enzo yang sangat pengertian sebagai asisten.
Pria yang duduk di kursi belakang itu, melirik sekilas ke arah spion mobil untuk melihat tatapan mata Enzo yang mengarah ke arah nya. “Hm.” Jawabnya.
...***...
Boston
Di keramaian kota Boston. Luna berjalan sembari menggendong seorang anak yang sama. Terlihat wajahnya yang tak hentinya tersenyum setiap kali dia menatap bayi perempuan itu.
Ya! Luna baru saja berkunjung ke rumah pantinya sekedar untuk mengecek anak-anak sekaligus pengumuman yang ibu panti katakan soal liburan akhir tahun.
“Kita harus cepat pulang, mungkin ayahmu sudah datang!” ucap Luna yang nampak tak sabar. Sementara bayi lucu yang ada di gendongannya itu, menatap balik sambil melumat permen yang Luna bawa.
Langkah Luna terhenti saat dia tak sengaja melewati sebuah arcade bertuliskan <
Entah kenapa Luna malah mengaitkannya dengan nama yang sama seperti pria bernama Almo Da Costa itu. “Lupakan dia.” Gumamnya yang kembali berjalan, namun saat dia melihat anak kecil yang ada di gendongannya.
Luna memperhatikan tatapan mata anak itu. Tatapan yang hampir sama seperti Almo. -‘Itu tidak mungkin, Luna. Hentikan!’ pikirnya mulai konyol.
Dia terus berjalan menyusuri jalanan, hingga naik taxi dan sampailah ke apartemen nya. Namun seorang pria dengan mantel hitam panjang sudah berdiri di depan pintu dan menoleh saat Luna datang bersama dengan anaknya.
“Oh, lihat... Ayah sudah datang!!!” ucap Luna tersenyum lebar sambil berjalan menghampiri pria tampan yang tersenyum ramah dan sangat baik.
Pria itu meraih bayi kecilnya dari Luna, dengan senyuman lebarnya. Mereka terlihat seperti keluarga bahagia. “Sebaiknya kita masuk!” ajak Luna hingga disetujui oleh pria tadi.
Tentu, di turunnya salju, lebih hangat bila berada di dalam rumah dekat perapian sambil memakan biskuit dan cokelat panas bersama keluarga!
...***...
Almo melenggang masuk ke dalam mobilnya sambil menyalakan rokok saat dia tak memperdulikan teriakan seseorang yang terus mencaci makinya karena hendak dibunuh.
“ALMO!!!! ” teriak pria itu saat harus dibakar hidup-hidup oleh Enzo atas perintah Almo.
Yang benar saja. Sudah berapa nyawa yang Enzo habisi dengan tangannya sendiri? Mungkin hampir setara dengan Almo.
Pria itu duduk bersandar dengan jendela mobil terbuka lebar dan memperlihatkan api membesar membakar habis pria malang yang merupakan seorang mata-mata musuh.
“Hfffuuuu....” Asap rokok berterbangan keluar jendela. Wajah santai Almo benar-benar menunjukkan bahwa dia tak memperdulikan nyawa seseorang. Bahkan di telapak tangannya pun terlihat bercak darah musuh.
Tentu, tidak satu orang saja. Ada 3 jasad lainnya yang rupanya sudah menjadi abu dan tercampur oleh pasir salju.
“Semuanya sudah beres Tuan. Sekarang apa yang harus saya lakukan?” tanya Enzo yang kini berdiri di samping jendela mobil.
Almo terdiam sejenak. Dia sendiri tak tahu harus melakukan apa. Suara ayahnya seperti menggentayangi pikirannya, apakah ini efek arwah tidak tenang sampai Almo harus menurutinya.
“Carikan seorang wanita yang mau mengandung anakku.” Pinta Almo.
“Apa Anda akan menikah—”
“NO. (Tidak)." Jawab singkat Almo.
“Setelah melahirkan anakku, maka aku akan membunuh ibunya. Lakukan saja.” Ujar Almo tak berbelas kasih.
monic kesel pakai bingiittt 😀😁😆
monic pastinya kecewa krn ada gangguan ketika menggoda Almo 😀😁🫢🤭
kita lht reaksi monic ketika melihat luna Diaz 🙂😁🫢🤭
tunjukan luna bahwa km adalah istri sah Almo 😀😁😆🤣🫢🫢
Resiko hidup sama mafia, spot jantung