Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Lima
Dokter sedang melakukan pemeriksaan kesehatan Ghendis. Alice di bawa pulang kembali sama mama Reni. Dia menangis tak mau pisah dengan Mimi-nya.
"Kalau Mimi sudah bangun, Alice bisa datang lagi," bujuk Aksa agar bocah itu mau pulang.
"Kenapa Mimi boboknya lama?" tanya Alice dengan terbata karena menangis.
"Mimi sakit, Sayang," jawab Aksa.
"Papi jahat. Papi marahi Mimi. Mimi bobok takut papi marah," ucap Alice.
Mendengar ucapan cucunya, Mama Reni langsung memandangi wajah Aksa. Pria itu tak berani membalas tatapan ibunya. Dia hanya menunduk.
"Papi jahat ...," ucap Alice kembali menangis.
"Maafkan Papi. Papi janji tak akan marah lagi dengan Mimi," ucap Aksa pelan masih dengan menunduk.
"Aksa, Grace itu telah tiada. Seharusnya kamu bisa move on. Hidup terus berjalan. Kurang apa lagi Ghendis. Dia pintar, cantik, dan menyayangi putrimu sepenuh hati. Wanita lain pasti hanya ingin hartamu. Seharusnya kau bersyukur memilikinya. Mama tak tahu harus mengatakan apa lagi. Semua ini salahmu. Kita pulang ya, Sayang. Alice solat dan berdoa agar Mimi cepat bangun. Besok Nenek yakin Mimi akan bangun," ucap Mama Reni.
"Mau bobok sama Mimi," ucap Alice masih dengan terisak.
"Iya, nanti kalau Mimi sembuh Alice bisa bobok dengan Mimi," balas Mama Reni.
Dengan berbagai rayuan akhirnya Alice mau diajak pulang. Setelah kepergian mama dan putrinya, Aksa duduk di kursi tunggu dengan menunduk. Masih terngiang ucapan anaknya yang mengatakan dia jahat.
"Apakah aku sekejam itu denganmu, Ghendis? Anakku saja sampai mengatakan aku jahat," ucap Aksa dalam hatinya.
Hingga siang, saat dokter jaga masuk, Aksa mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan. Ghendis keadaan kesehatannya telah stabil.
Aksa masuk ke ruang ICU. Melihat keadaan sang istri. Walau dokter mengatakan jika istrinya telah stabil dan sadar secara medis, tapi dia belum membuka mata. Mungkin masih berusaha memulihkan keadaan.
Aksa memegang tangan istrinya dan mengecup dengan pelan. Dia tak bisa menahan air mata haru.
"Ghendis, terima kasih karena berusaha sembuh. Kamu segalanya bagi Alice. Aku janji tak akan menuntut apa pun padamu asal engkau bisa kembali sadar."
Setengah jam di dalam ruangan, tapi Ghendis tak juga membuka matanya. Padahal Aksa sangat berharap gadis itu akan melihatnya. Dia segera keluar, untuk menjemput ibu mertua agar bisa menjaga istrinya.
Saat Aksa telah melangkah pergi, Ghendis membuka matanya. Ternyata dia memang telah sadar. Gadis itu memandangi ke sekeliling ruangan.
"Dicky dimana ...?" tanya Ghendis dalam hatinya.
Gadis itu merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Namun, dia berusaha bangun. Tapi tak bisa karena tubuhnya terasa lumpuh. Hanya air mata yang keluar membasahi pipi.
"Dicky, kamu dimana? Maafkan aku," ucap Ghendis dalam hatinya.
Sementara itu, Aksa yang telah sampai di rumah mertuanya, menunggu di ruang keluarga. Ibu mertuanya sedang berpakaian. Bibi yang bekerja di rumah itu lalu mendatangi Aksa.
"Pak Aksa, bagaimana keadaan non Ghendis?" tanya Bibi.
"Alhamdulillah sudah ada perkembangan, Bi. Sudah mulai sadar," jawab Aksa.
"Syukurlah kalau sudah sadar. Kasihan benar nasibnya. Selalu saja menangis jika ibu memarahi. Dia anak baik. Walau tak suka, jika ibu meminta selalu saja diikuti. Bibi senang akhirnya dia menikah. Biar ibu tak marahi dia lagi," ucap Bibi dengan menangis.
"Apa ibu sering marahi Ghendis?" tanya Aksa.
"Iya, Pak. Dari kecil dia selalu saja dimarahi. Hanya bapaknya yang sayang. Maaf Pak, Non Grace juga sering marah dengan Ghendis. Anak itu hanya bisa menangis tanpa berani melawan," ucap Bibi.
Aksa jadi terdiam mendengar ucapan bibi. Apa sebenarnya yang terjadi di rumah ini? Saat Grace masih hidup dia tak pernah melihat mantan istrinya itu marah dengan Ghendis. Cuma mereka memang terlihat tak akrab, dan Grace mengatakan jika Ghendis anaknya yang keras kepala. Ucap Aksa dalam hatinya. Banyak pertanyaan yang berputar di otaknya.
Saat dia ingin bertanya lagi, ibu mertuanya telah muncul. Melihat bibi bicara dengan Aksa, Ibu Novi terlihat tak suka.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Ibu Novi dengan suara sedikit ketus.
"Itu, Bu ... saya hanya ingin menanyakan Bapak mau minum apa?" jawab Bibi. Dia tampak menunduk, takut Aksa bertanya apa yang dia katakan tadi.
"Nak Aksa mau minum apa?" tanya Ibu dengan suara lembut.
"Tak usah, Bu. Tadi saya juga telah mengatakan tak usah dengan bibi. Kita langsung berangkat saja," ajak Aksa.
Dalam perjalanan keduanya hanya terdiam tanpa suara. Aksa berpikir untuk meminta tolong pada ibu mertuanya. Jika dia sering memarahi Ghendis takutnya itu dilakukan juga dan akan membuat dia jadi drop kembali.
"Bu, setelah aku pikir, ibu sebaiknya yang jaga Alice. Biar mama saja yang menjaga Ghendis. Aku takut ibu bosan kalau di rumah sakit. Ibu tak apa'kan?" tanya Aksa.
"Terserah Nak Aksa. Ibu ngikut saja," jawab Ibu Novi dengan suara pelan.
Aksa melirik ke arah ibu mertuanya. Dalam hatinya bertanya, apa mungkin ibu Novi sering marah dengan Ghendis, yang tampak olehnya sang ibu mertua sangat lembut.
Aksa akhirnya membawa sang mertua kerumahnya dan meminta mama Reni menjaga istrinya. Dalam perjalanan barulah mamanya bertanya mengenai perubahan itu.
"Kenapa kamu memutuskan akhirnya mama yang menjaga Ghendis bukan ibunya?" tanya Mama Reni.
"Bukannya mama ingin menjaga Ghendis?" Aksa balik bertanya bukannya menjawab pertanyaan sang ibu.
"Kamu pasti mengetahui sesuatu?" tanya Mama Reni lagi.
Aksa hanya diam tanpa menjawab pertanyaan mamanya. Tak mungkin dia mengatakan hal yang bibi katakan tadi. Dia perlu mencari tahu kebenarannya dulu.
"Apa kamu takut ibunya marah dengan Ghendis saat dia sadar?" tanya Mama Reni lagi.
"Ma, apa alasan Ibu Novi marah dengan Ghendis?" Aksa balik bertanya. Dia masih pura-pura tak paham.
"Saat Ghendis kecelakaan dia datangi mama dan minta maaf. Dia menyalahkan Ghendis. Dia juga memohon agar mama mau memaafkan kelakuan Ghendis, itu yang dia katakan. Padahal mama tak pernah merasa anak itu jahat. Justru dia lebih baik dari Grace," ucap Mama Reni.
"Ma, aku mohon, jangan bawa Grace dalam hal ini," pinta Aksa dengan memohon.
"Maaf Aksa. Tapi itulah kenyataannya. Mama dari awal menginginkan Ghendis yang jadi istrimu. Tapi ternyata kamu lebih memilih Grace karena kalian telah saling kenal dan menjalin hubungan," ucap Mama Reni.
Aksa melirik ke arah Mamanya. Mama Reni dan ibunya Ghendis memang bersahabat. Mereka ingin menjodohkan anak-anaknya. Ternyata tanpa di duga, Aksa dan Grace sedang menjalin hubungan, sehingga mama Reni terpaksa menerima gadis itu. Padahal awalnya dia ingin menjodohkan Ghendis dengan Aksa.
Setiap ada pertemuan, Ghendis selalu saja bersembunyi di kamar. Makanya Aksa kurang mengenali gadis itu walau sering main ke rumah mereka.
Aksa memang sering main ke rumah Ibu Novi, mengantar mamanya yang ikut arisan bersama mertuanya itu. Dari sinilah dia mengenal Grace dan akhirnya berpacaran.
"Jangan ungkit lagi, Ma. Aku mencintai Grace. Selama mengenalnya aku tak melihat ada keburukan dalam dirinya. Aku sangat mencintainya," jawab Aksa.
...----------------...
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit