WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seranjang Bersama
Sejak sampai di rumah, Ana tidak ingin keluar dari kamarnya. Gadis itu berdiam diri di kamar sambil melamun, menatap sebuah foto kedua orang tuanya yang sengaja ia letakkan di meja dekat tempat tidurnya.
Ana tidak pernah bermimpi, jika nasibnya akan seperti ini. Menikah dengan laki-laki yang sudah beristri menjadi sesuatu yang sangat menyebalkan dalam hidupnya.
Hingga hari menjelang malam, Rosalie datang menemui Ana setelah ia menyelesaikan urusannya di butik.
"Ana, apa kau sedang istirahat?" tanya Rosalie sambil mengintip di pintu kamar yang sedikit terbuka.
"Tidak, Kak. Kau bisa masuk," jawab Ana.
Rosalie masuk sambil tersenyum, ia menghampiri Ana dan duduk di tepi tempat tidur.
"Kau baik-baik saja?" tanya Rosalie. Ana hanya menjawab dengan sebuah anggukan.
"Kau tahu betapa berharganya Ben dalam hidupku, Ana. Aku hanya ingin kau mengandung dan melahirkan anak untuk kami. Jadi sekali lagi aku minta padamu, jangan menaruh hati pada suamiku," ujar Rosalie. Nada suaranya terdengar lemah lembut, namun kata-kata itu terdengar sangat egois. Rosalie lupa jika Ben juga suami Ana.
"Aku mengerti."
"Baik, malam ini adalah malam pertama kalian. Aku harap kalian hanya perlu tidur bersama selama beberapa hari di bulan ini. Lalu bulan berikutnya kau sudah hamil, jadi kalian tidak perlu bersama lagi," ungkap Rosalie.
Mendengar hal itu, Ana mengernyitkan dahi. Gadis itu memang tahu jika proses kehamilan bisa berlangsung secepat itu, namun Ana tidak yakin karena kehamilan adalah anugerah, bukan sesuatu yang bisa dengan mudah terjadi sesuai kehendak manusia.
"Aku tidak bisa menjanjikan sesuatu di luar kemampuanku. Kehadiran anak itu mutlak kuasa Tuhan, Kak!" seru Ana tegas.
Roasalie diam, ia menyipitkan mata sambil menatap tidak suka pada ucapan Ana yang baru saja ia dengar.
"Berusahalah agar cepat hamil semampumu. Kau jelas paham jika nasib ayahmu berada di tanganku. Kita sama, Ana. Hidup dan kematian ayahmu juga mutlak kuasa Tuhan, aku hanya berusaha menyelamatkannya," jelas Rosalie dengan wajah datar.
Ana tidak membantah, ia diam dan enggan berdebat dengan Rosalie. Saat keduanya saling diam untuk menenangkan diri masing-masing, suara Ben mengagetkan mereka.
"Ayo makan," ajak Ben.
Rosalie dan Ana bangkit, keduanya berjalan mendekati Ben. Saat Rosalie hendak melingkarkan sebelah tangannya di lengan Ben, laki-laki itu berpura-pura mengangkat tangan hingga Rosalie menjadi kikuk. Wanita itu menjadi kesal dan tidak suka.
Ben tidak menepis tangan Rosalie secara terang-terangan, namun sikapnya seolah memberi isyarat jika ia tidak ingin Rosalie merangkulnya.
Setelah ketiganya sampai di meja makan, Rosalie membantu Ben memilih lauk yang disukai laki-laki itu. Sementara Ana hanya diam dan menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.
"Kau mau ini, Sayang?" tanya Rosalie sambil menunjuk olahan hati sapi yang dimasak pedas.
"Tidak," jawab Ben. "Apa kau mau, Anastasia?" tanyanya sambil menoleh pada Ana. Karena laki-laki itu melihat Ana hanya mengisi piringnya dengan sedikit nasi dan satu potong paha ayam.
"Ini saja cukup," jawab Ana. Gadis itu lalu melirik Rosalie, terlihat jelas bagaimana wanita itu cemburu padanya.
Ini adalah makan malam pertama mereka duduk bertiga sebagai keluarga. Ana tidak menyangka, ia kini seorang istri kedua dari majikannya sendiri. Sementara Rosalie, ia berharap bahwa apa yang ia khawatirkan tidak akan pernah terjadi.
Makan malam berlangsung singkat, karena Rosalie sendiri merasa tidak nyaman mereka duduk bersama seperti ini. Ia kini memang sedang berbagi suami secara status, namun ia tetap menginginkan Ben sebagai miliknya sendiri.
"Aku akan kembali ke kamar," pamit Ana. Ia mengangguk sopan pada Ben dan Rosalie sebelum meninggalkan mereka.
Setelah kepergian Ana, Rosalie menarik napas dalam sambil menatap suaminya.
"Kenapa kau lakukan ini padaku?" tanya Rosalie pada Ben.
"Melakukan apa?"
"Apa kau menghindar dariku? Aku tidak suka caramu memperlakukan Ana, Sayang!"
"Rose! Kalian punya hak dan kedudukan yang sama di rumah ini. Aku akan bersikap adil pada kalian," tegas Ben.
Sebagi kepala rumah tangga, Ben tidak ingin siapapun mengaturnya. Ia ingin menunjukkan pada Rosalie tentang konsekuensi yang harus wanita itu terima akibat keinginan gilanya.
"Ben, pernikahan kalian hanya sebuah kontrak. Kau harus ingat itu," ucap Rosalie lirih.
"Kau tahu aku bukan tipe orang yang suka mempermainkan hubungan. Sekalipun kami menikah karena suatu tujuan, bukan berarti kau bebas mengatur segalanya tentang dia, Rose. Dia punya hak yang sama denganmu," jelas Ben.
"Baiklah, aku akan mengalah. Silahkan perlakukan dia seperti kau memperlakukanku. Tapi ini hanya sampai dia hamil dan melahirkan, setelah itu dia bukan lagi siapa-siapa di rumah ini!" ungkap Rose.
Ben hanya diam. Jika terus seperti ini, hubungan mereka akan semakin buruk ke depannya. Namun sekali lagi, Ben cukup kesal dengan obsesi dan keegoisan Rosalie.
Laki-laki itu bangkit dari kursi, ia mendekati Rosalie dan mencium kening wanita itu sekilas.
"Aku ada pekerjaan, tidur dan istirahatlah," ucap Ben.
Rosalie terdiam melihat suaminya berjalan meninggalkan ruang makan. Laki-laki itu menuju ruang kerjanya yang berada tepat di samping kamar Ana.
"Aku tidak menyangka ini akan sangat menyakitkan," gumam Rosalie pelan. Ia meletakkan kedua tangannya di kepala sambil meremas rambutnya.
Seharusnya wanita itu sadar sejak awal, jika membawa wanita lain masuk ke dalam rumah ini artinya ia sedang menyalakan api yang bisa kapan saja membakar seluruh isi rumahnya.
Namun karena ia sudah mengenal Ana sejak mereka kecil, kekhawatiran itu tidak terlalu mengganggunya. Hanya saja, ia takut jika Ben lah yang mengancam perasaannya.
🖤🖤🖤
Pukul sebelas malam, Ana sedang berbaring di kamarnya sambil melihat-lihat isi ponselnya. Ia sudah menerima kabar dari rumah sakit di Singapura jika ayahnya sukses menjalani kemoterapinya hari ini.
Di tengah perasaan takut dan kekhawatirannya, Ana cukup senang ayahnya baik-baik saja.
Saat hampir terlelap, terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya. Gadis itu terlonjak kaget, perasaan cemas mulai muncul di benaknya.
"Ada apa?" tanya Ana saat mendapati Ben adalah orang yang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Aku akan tidur di sini," jawab Ben. Ia masuk begitu saja sebelum Ana mempersilahkannya.
"Ti-tidur di ... sini?" tanya Ana. Kini ia menjadi gugup, gadis itu merapikan baju tidurnya yang kusut, ia juga memperbaiki rambutnya yang berantakan.
"Tentu saja. Rosalie akan mengamuk jika kita tidak tidur bersama saat kau sedang dalam masa subur," jawab Ben santai.
Laki-laki itu menuju kamar mandi, lantas mencuci tangan dan kakinya sebelum berbaring di atas tempat tidur.
Sementara di dekat pintu, Ana masih merasa bingung. Ia berdiri mematung dan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
🖤🖤🖤
karena tidak semua hal di dunia ini terwujud sesuai keinginan mu