Dia yang memberiku kehidupan.. tapi justru dia sendiri yang menghancurkan hidupku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Aprinsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 7
Bibi Salamah masuk dan berkeliling memperhatikan setiap ornamen rumah tempat tinggal Bagas bersama anak istrinya.
“Tak disangka, rumahmu ini begitu mewah dan megah. Bagas, sejak kamu menikah, Bibi hanya bisa menginjakan kaki di ruang tamu.”
“Bibi, rumah ini memang sangat luas, tapi bukan berarti Bibi bisa tingal disini. Bibi tahu rumah ini rumah Sinta bi.”
“Jadi kamu tega mengusir bibimu ini dari rumahmu? Bibi yang sudah merawatmu, membesarkanmu sejak bayi, bibi menganggapnu sebagai anak bibi sendiri. dan sekarang kamu tega terhadap bibi. Hiks.”
“Mas, kamu memang tidak tahu balas budi. Kalau mas tidak mengijinkan aku dan ibu tinggal disini, maka belikan kami rumah yang pantas. Agar kami tidak di hina terus-terusan karena di bawah bayang-bayang mas,” ucap Bimo penuh emosi.
“Bibi, sungguh saya tidak bermaksud seperti itu. Saya sangat menyayangi bibi seperti ibu kandungku sendiri. Tapi bi, membeli rumah tidak semudah itu. Apalagi dengan nominal yang sangat besar. Bi, saya mohon beri saya waktu. Saya akan usahakan.”
“Mau sampai kapan mas? Sudahlah ayo kita pergi dari sini bu.”
“Bibi, tolong beri saya waktu. Saya akan usahakan. Sayavmohon Bi.”
“Sudahlah bagas! Kamu tidak perlu memikirkan Bibi. Biar saja Bibi di hina sama orang. Biar bibi menderita. Hiks, dan cepat menyusul suami dan kedua orang tuamu. Biar! Suamiku, kenapa kau meninggalkankku. Tolong ajak aku keduniamu. Biar saja Bibi anggap tidak pernah membesarkanmu.”
“Tidak bibi! Jangan! Jangan bicara seperti itu. Bibi tinggalah disini untuk sementara waktu. Biar Bagas nanti yang menjelaskan semuanya pada Sinta.”
—————
Dua hari ini Bagas begitu frustasi dengan pekerjaan kantor. Ditambah lagi keberadaan Bibi dan Bimo di rumahnya. Serta yang tidak kalah rumit adanya Sofi di kantor yang sampai saat ini belum berani Bagas sampaikan pada Sinta. Entah apa yang harus Bagas katakaan pada istrinya nanti. Di sisi lain, Sofi semakin hari semakin sering memberinya perhatian. Seperti hari ini, Sofi kembali membawakan makanan yang ia buat sendiri untuk Bagas. Sudah berulang kali Bagas mencoba menolaknya. Apalagi pandangan para pegawai terhadap mereka berdua seakan menggambarkan adanya kecurigaan hubungan terlarang antara dirinya dan mantan kekasihnya tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, Bagas terlalu berat untuk menolak, apalagi yang Sofi tawarkan padanya adalah persahabatan. dan seperti seorang adik yang minta perlindungan darinya, ia ingin sebisa mungkin melindungi Sofi dari mantan suaminya yang kejam.
“Mas, kenapa diam? Kamu melamun ya?”
“Ahh. Tidak, mas hanya.. hanya memikirkan Sinta dan Gabriel. Besok pagi, mereka pulang. Aku sudah tidak sabar ingin segera bertemu mereka.”
“Wah.. beruntung sekali ya mbak Sinta mas. Di cintai oleh suami seperti mas, sudah baik, ganteng, sukses pula. Aku jadi iri rasanya.”
“Jangan bicara begitu.. mas yakin kamu juga akan menemukan seorang lelaki yang mencintaimu suatu hari nanti.”
“Hufff! Seandainya dulu aku tidak menikah dengan Anton si bajingan itu. Mungkin aku akan menjadi wanita paling bahagia bersama mas Bagas. Setiap hari aku selalu menderita menjadi istri Anton. Cacian dan makian dan kekerasan yang aku alami tidak hanya menyakitiku. Tapi juga merenggut calon anak dalam kandungan ku. Hiks! Rasanya aku sangat takut mas. Aku takut jika bajingan itu kembali menemukanku. Hiks.”
Perlahan Bagas meraih tangan Sofi dan mengusapnya lembut. Bermaksud untuk menghiburnya.
“Sudahlah, percaya padaku. Suatu hari nanti kamu akan menemukan orang yang mencintaimu dengan tulus.”
“Bagaimana kalau aku tidak menginginkan orang lain. Bagaimana kalau aku menginginkan mas Bagas?”
Deg! Penyataan yang keluar dari mulut Sofi seketika membuat jantung nya berdetak lebih kencang. Perasaan aneh yang perlahan mulai menjalar di hatinya. Sekuat hati ia mencoba mengelak. Meyakinkan diri bahwa ia hanya mencintai Sinta dan tak akan pernah menghianatinya.
“Tidak, aku tidak boleh goyah dan menaruh hati kembali pada Sofi. Aku tidak akan pernah kembali padanya dan menyakiti Sinta,” batin Bagas.
“Mas, hey! Kenapa diam? Ayolah.. aku cuma bercanda.”
“Iya aku tau. Sekarang lebih baik kita makan, sebentar lagi jam istirahat selesai.”
“Baik, sekarang mas cobain yang ini!” Sofi mencoba menginstruksikan agar Bagas membuka mulutnya.
“Ayo aa.. ini makanan kesukaan mu.”
Dengan ragu-ragu Bagas mulai membuka mulutnya dan menerima suapan dari wanita yang ada di hadapannya.
“Bagaimana? Enak mas?”
“Mmm! Enak. Tidak ada yang berubah dari dulu, masakanmu selalu enak.”
—————
Malam hari di kediaman Bagas.
Bibi Salamah bersama anak semata wayangnya Bimo dan juga sang keponakan sedang berkumpul bersama sembari berbincang santai.
“Nak Bagas, kapan istrimu sampai?”
“Kalau tidak ada kendala kemungkinan besok sore Bi.”
“Bagaimana jika istrimu mengusir Bibi dan Bimo dari sini? Harus kemana lagi Bibi tinggal nak?”
“Bibi tenang saja, saya akan coba bicara dengan Sinta besok. Aku yakin Sinta akan mengerti kondisi Bibi.”
“Baiklah. Bibi percaya padamu. Tapi yang harus kamu tau Bagas, seorang suami itu harus tegas. Jangan mau di kendalikan oleh istri. Sudah seharusnya istrimu patuh padamu. Dan meskipun rumah ini rumah Sinta, tapi kau juga suaminya. Itu artinya rumah ini juga rumahmu! Bahkan kalaupun kalian bercerai, kau harus bisa mendapatkan separuh dari rumah ini. Kau mengerti?”
“Iya bibi, saya mengerti.”
“Ngomong-ngomong rumah sebesar dan semegah ini berapa harga di pasaran saat ini?”
“Kalau di lihat dari lokasi, kawasan perumahan elit seperti ini kemungkinan berkisar 40milyar. Bukan begitu mas Bagas?” Ucap Bimo menimpali.
“Entahlah Bi. Saya kurang paham soal itu,” jawab Bagas singkat sembari memperhatikan pesan yang masuk di handpone nya.
“Lalu bagaimana dengan Sofi? Apa dia bekerja dengan baik?”
“Dia baik Bi. Ini dia mengirim pesan. Dia bilang ada beberapa orang yang mencurigakan di depan kontrakanya. Apa yang harus saya lakukan bibi? Haruskah saya lapor polisi?”
“Jangan! Bagas, Bibi takut Sofi kenapa-kenapa jika kau lapor polisi. Sebaiknya kau segera kesana. dan bila perlu, bawa Sofi kesini untuk sementara demi keselamatanya!”
————
Bagas mengendarai mobilnya secepat mungkin menuju kontrakan Sofi sembari berdoa agar sang mantan kekasih baik-baik saja. Dan begitu Bagas sampai di depan pintu rumah kontrakan tersebut, Sofi langsung berlari dan membaur kepelukan Bagas.
“Mas! Aku takut. Hiks.”
Melihat Sang mantan ketakutan, entah kenapa Bagas merasa ingin sekali melindunginya. Sebenarnya dia mulai bingung dengan perasaan nya. Seakan hati kecilnya memanggil perasaan lama untuk hadir kembali. Hingga ia tak sadar membalas pelukannya panik.
“Tenanglah, mas disini. Sekarang kita masuk. Semua akan baik-baik saja. Dan apa kamu terluka? Dimana orang itu? Apakah masih di sekitar sini?”
“Sudah pergi. Tapi aku takut. Bagaimana jika mereka kembali? Apakah mas Bagas bisa menemaniku malam ini?”
“Tapi, bukankah tidak sopan jika mas terlalu lama disini. Itu tidak baik untuk nama mu.”
“Aku tidak peduli. Selama ada mas disisiku, aku akan merasa aman. Atau memang mas tidak mau melindungiku? Aku tau mas, tidak seharusnya aku meminta mas melindungiku. Hiks, biarkan saja Anton si bajingan itu dan anak buahnya membunuhku. Hiks.”
Meskipun status mereka sekarang hanya rekan kerja dan sebatas teman, namun Bagas tidak bisa membiarkan mantan kekasihnya disakiti orang lain. Tapi satu sisi Bagas juga tidak bisa menemaninya di sini karena sekarang dia adalah seorang suami dan juga seorang ayah dari keluarga kecilnya.
“Sofi, dengar! Mas bukan tidak mau melindungimu. Tapi mas ini punya istri. Apa kata orang jika mas menginap disini. Dan Sinta, dia bisa salah paham.”
“Hiks. Kenapa aku harus mengalami semua ini. Hiks, mas benar, jadi pergilah mas! Hiks, aku takut mb Sinta salah paham.”
“Begini saja, kamu ikut kerumahku dan menginap untuk sementara demi keselamatanmu. Lagipula di rumahku ada Bibi dan Bimo. Jadi akan lebih baik untuk kita semua.”
“Baiklah mas, terimakasih.”
————
Suasana pagi ini di rumah Bagas tampak sangat berbeda. Ada Bibi dan Sofi yang sedang memasak sarapan sebelum mereka berangkat bekerja. Sementara Bagas dan Bimo sedang asik menikmati secangkir kopi hangat di tangan.
“Mas, kamu tidak berniat kembali pada Sofi? Aku pikir dia masih sangat mencintaimu. Kenapa mas tidak mencobanya? kalian adalah pasangan yang serasi.”
“Uhuk!” Bagas terkejut dengan ucapan adik sepupunya tersebut. Hingga kopi yang barusaja ia sruput dan hendak ia telan justru membuatnya terbatuk.
“Apa yang kau katakan? Mas ini sudah punya mbak Sinta. Sudah punya Gabriel juga. Jadi jangan bicara yang aneh-aneh. Bahkan sore ini mereka pulang kerumah ini. Mas tidak sabar untuk menjemput mereka ke bandara sore ini.”
“Lalu Sofi? Apa dia harus kembali ke kontrakan nya?”
“Mas sudah sewa seseorang untuk mengawasi rumahnya malam ini, jadi tidak perlu khawatir. Justru yang mas khawatirkan adalah Sinta. Entah bagaimana cara mas menjelaskan tentang Sofi di perusahaan.”
Bagas kembali merenung. Satu sisi ia ingin segera bertemu istri dan anaknya. Ia sungguh sangat merindukan mereka, tapi sisi lain ia mesara bingung dan juga takut akan reaksi sang istri tentang Sofi.
“Mas Bagas, Bibi, Bimo, mari makan! Sarapan sudah siap,” panggil Sofi keseluruh anggota keluarga untuk berkumpul sarapan.
Di saat mereka berempat sedang berkumpul di meja makan, dan menikmati sarapan. Yang tidak di sangka-sangka terjadi. Mungkinkah akan terjadi peperangan besar antara Bagas dan istrinya? Karena ternyata, Sinta sengaja merekayasa jadwal kepulanganya ke Jakarta menjadi lebih cepat dari yang seharusnya. Yang Bagas pikir sampai di bandara jam 5 sore, justru yang sebenarnya jam 7 pagi. Dengan menaiki taxi Sinta dan anak semata wayangnya Gabriel tida di gerbang rumahnya. Merekapun tidak sabar untuk memberikan kejutan kepada sang suami atas kepulangan nya.
“Mommy, pasti papa terkejut. Terus lari meluk kita ya mom?”
“Tentu,?atau jangan-jangan papamu masih tidur? Mungkin.”
“Ayo cepat mom! Cepat bangunin papa!”
Mereka berdua segera masuk ke dalam rumah yang ternyata mengunakan sistem smartlock. Sehingga tidak perlu meminta untuk di bukakan pintu secara sidik jari Sinta sudah tersimpan disana. Dengan sedikit berlari mengikuti tarikan anak semata wayangnya menuju kamar di lantai atas. Namun Sinta seolah mendengar adanya suara di area ruang makan. Jadi ia berusaha menghentikan langkah sang jagoan kecilnya agar berpindah haluan.
“Tunggu! Syut, sepertinya papa ada di ruang makan. Ayo kesana tapi pelan-pelan,” bisik keduanya sepelan mungkin agar tidak ada yang mendengar.
Dengan langkah yang perlahan dan sepelan mungkin, mereka berjalan menuju ruang makan. Tak lupa juga Sinta mengarahkan hanphone nya guna mengabadikan moment spesial tersebut.
Namun begitu ibu dan anak tersebut sampai di ruang makan, terlihat pemandngan bak keluarga bahagia. Kini, bukan mereka berdua yang memberikan kejutan tapi justru mereka yang terkejut.
“SURPRISE!!!! Papa!”
“Prak!”
Handphone yang Sinta bawa pun terlepas dan jatuh ke lantai.
“Sinta?!”
————
Halo para pembaca yang budiman. Tolong dukungan nya dengan like, vote dan koment untuk kesan dan pesan kalian. Agar aku lebih semangat lagi untuk update episode selanjutnya.
Si shinta bloon, si bagas pilnplan
jangan lupa mampir juga di novel aku
" bertahan luka"
Terima kasih