Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAM DUA TUJUH
"Ummi kenapa?" Bachrie menyapu air mata yang entah sedari kapan keluar mengaliri pipi ibunya.
Fatima wanita pertama yang menjadi cinta Bachrie, kemarin juga wanita itu pula yang menjadi garis pemisah antara dirinya dan Fasha.
Namun, apa pun yang terjadi, Fatima tetap saja ibu yang melahirkannya. Bachrie mungkin sudah pernah gagal menjadi suami yang baik, tapi dia masih anak yang berbakti.
"Ummi, mau ketemu cucu Ummi."
Sudah beberapa hari terakhir, bibir Fatima sedikit miring ke kiri. Agaknya stroke yang kemarin hanya gejala ringan menjadi parah pasca ketok palu di pengadilan.
Sebelumnya, Fatima sempat berharap Fasha memaafkan Bachrie lalu kembali. Toh, Bachrie sudah menceraikan Azahra, kini.
Namun, berulang kali Jatmiko melamar ulang Fasha untuk Bachrie. Keluarga mereka masih tetap kekeuh tidak menerimanya lagi.
Sudah di bulan ke empat menjadi duda, Bachrie masih kukuh untuk menyebutkan nama Fasha di sepertiga malamnya. Yah, andai saja ada kesempatan kedua, takkan pernah Bachrie sia- sia.
"Bujuk Fasha supaya mau ke sini."
Fatima menangis, selain sakit di fisiknya, dia merenungi nasib buruknya yang bahkan sampai dia stroke seperti sekarang ini, dia belum pernah merasakan bagaimana menggendong seorang cucu.
"Hari ini juga Bachrie datangi Fasha. Ummi doakan saja dia mau ke sini." Bachrie kecup kening Fatima, lalu menatap Jatmiko yang berdiri di belakang Fatima dengan sebelah tangan yang disakukan.
"Kamu hati- hati." Jatmiko tidak lupa, keluarga King Miller masih memagari Fasha dan Abrar dengan puluhan pengawal.
"Yang lalu biar berlalu. Sekarang, buka lembaran baru. Bujuk Fasha baik- baik, jangan ada paksaan, anggap kamu sedang berusaha menaklukkannya dari nol lagi," pesan Jatmiko.
"Bachrie pamit, assalamualaikum."
Bachrie keluar setelah mencium punggung tangan ibunya lalu ayahnya yang menjawab salam setelahnya.
Jika kemarin Bachrie tak berhasil meluluhkan Fasha, sekarang Bachrie percaya diri karena doa Fatima juga menyertai langkanya.
Untuk pertama kalinya Fatima menyuruh Bachrie membawa Fasha ke rumah, agaknya ini salah satu bentuk pertaubatan Fatima yang selama ini begitu rewel pada Fasha.
Bachrie masuk ke dalam mobilnya, meraih ponsel yang dihiasi dengan foto putra tampannya. Yah, bahkan sampai sekarang Fasha masih mengirimkan perkembangan anaknya.
Berawal dari saat dia menguburkan putri yang dilahirkan Azahra. Fasha ikut mengucapkan berbelasungkawa juga turut bersedih atas gangguan kesehatan mental Azahra di penjara.
Dari sanalah, dimulai sebuah percakapan di antara mereka dan sampai sekarang keduanya masih saling kirim pesan.
Bicara soal Azahra, sempat Bachrie mengetes DNA anaknya, dan dia harus akui bahwa dia bersama Azahra pernah memiliki seorang putri.
📤 "Sayang..."
Bachrie lalu menghapus kembali pesan yang dia tulis. Dia lupa, seharusnya dia tidak lagi membuat Fasha risih dengan sebutan itu.
📤 "Aku mau bicara dengan mu." Bachrie lalu menyalakan mesin mobil setelah mengirim pesan singkat tersebut kepada Fasha.
Sudah cukup siang. Dia harus ke kampus tempat di mana dirinya mengajar.
Hanya tiga hari dalam seminggu. Lalu sisa harinya dia buat untuk mengurus perusahaan makanan milik Jatmiko yang empat puluh persen sahamnya atas nama Fasha, yah, setidaknya sampai usia Abrar 17 tahun baru boleh dipindahkan ke Abrar.
Klik, Mendapat pesan dari mantan, Bachrie menepi untuk membacanya. Rupanya Fasha tidak bisa bertemu karena sudah mulai sibuk dengan kampusnya kembali.
📤 "Kamu ngajar lagi?" Bachrie baru tahu, dan sedikit tersentak, Fasha memilih untuk kembali beraktivitas layaknya gadis muda.
📥 "Ya."
📤 "Di kampus yang dulu?" cecar Bachrie.
📥 "Ya."
Sontak, dada Bachrie memanas. Bulu kuduk kian meremang, takut. Kampus tempat Fasha mengajar, bukankah itu berarti satu tempat yang sama dengan Gantara?
Ah, Tuhan, kemarin Bachrie bisa melarang Fasha karena sudah istrinya. Sekarang, punya hak apa dirinya atas wanita itu?
📤 "Kalau kamu ngajar, Abrar gimana?"
📥 "Alhamdulillah nurut."
Bachrie mendengus pelan, ... Benar- benar jawaban yang padat dan singkat.
Dulu Fasha selalu mengirimi dirinya pesan yang bertubi- tubi bahkan panjang sekali isi topiknya. Namun, sekarang Fasha yang mencintai dirinya secara brutal telah lenyap.
Memang kontaknya tidak diblokir, bahkan masih bisa Fasha membalasnya, tapi sejauh ini, sekalipun Fasha tak pernah mengangkat panggilan atau mengirim pesan lebih dulu.
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
"Hey... Assalamualaikum." Gantara terkekeh kecil mendapat sapaan Baby Abrar. Usapan lembut dia berikan di perut gendut anak itu.
"Kamu lucu... Masha Allah." Gantara memuji, tapi wajah Bachrie terdapat di sana.
"Ciyeeee, main sama Om ya!"
Fasha baru selesai dari toilet setelah sebelumnya menitipkan Abrar pada Gantara yang kebetulan tidak ada kelas.
Gantara masih tersenyum untuk Abrar, dan kedatangan Fasha membuat pria itu menoleh secara reflek. Sayangnya, mata itu harus dia turunkan lagi setelah mendapati satu kancing Shanghai di bagian samping perut Fasha terlepas.
"Ehm!" Gantara mengusap kening, bingung, antara ingin menegur atau tidak.
Andai tidak ditegurnya, Fasha pasti akan menjadi pusat perhatian bagi mata mahasiswa nakal di kelasnya nanti.
Walau fakultas mereka agama, tapi balik lagi, pikiran insan sama hakekatnya. Apa lagi, kebanyakan dari mahasiswa di jurusan ini, ada yang berangkat dari background santri mbeling, anak nakal buangan ibu bapaknya.
"Terima kasih, Om Tara." Sembari mewakili Abrar, Fasha tersenyum lalu menundukkan tubuhnya demi membetulkan baju putranya.
Di mana gerakan itu membuat mata Gantara lolos ke dalam perut Fasha yang berhasil membuatnya bergetar seketika.
"Ehm!" Demi menetralisir gemuruh di dalam dirinya, Gantara terus berdehem. Yang mana, Fasha justru mengiranya sedang penyakitan.
"Om Tara, lagi batuk?"
"Tidak."
Demi mata dan jantung sehatnya, Gantara menarik ujung hijab yang kurang turun ke area samping perut Fasha agar sedikit menutup bagian yang melompong.
Memang tidak terlihat kulitnya, hanya tampak manset putih saja, tapi lekukan yang sempat Gantara intip secara tidak sengaja, lumayan berhasil menyentak kewarasannya.
Dia berdosa mungkin, ia telah lancang memiliki angan mesum hanya karena penglihatan tidak disengajanya.
"Maaf lancang, tapi, ... kancing baju Nona lepas beberapa."
"Hah?" Fasha mendelik tak sadar, lalu memeriksa bagian yang ternyata memang belum dikancingkan kembali.
Ah Tuhan, cukup kuat Fasha memejamkan mata sebagai gestur alami tak enaknya, ... dia terlalu takut Abrar menangis sampai keluar dengan buru- buru sekali. Tanpa tahu, yang dia perhatikan hanya kancing di atasnya saja, selebihnya terbuka.
"Terima kasih," kaku Fasha. Lantas menatap senyum keki Gantara yang beranjak bangkit dari duduknya.
"Mau ke mana?"
"Shalat taubat."