Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh empat
Tidak terasa tiga bulan berlalu, usia kehamilan aruna kini sudah menginjak enam bulan. Tama sekarang juga sudah memasuki masa kuliahnya setelah melewati masa Orientasi Studi Mahasiswa Baru.
"Kamu nanti pulang jam berapa? " tanya Aruna pada Tama.
Saat ini keduanya tengah melakukan sarapan pagi, Tama terlihat rapi dengan stelan kemeja polos berwarna coklat tua dengan bawahan menggunakan celana bahan katun. Hari ini adalah hari pertama Tama aktif masuk kuliah setelah melewati masa masa Orientasi Studi Mahasiswa Baru yang begitu melelahkan selama dua minggu.
"Seharusnya, siang. Karena matkul gua hari cuman pagi sama siang, tapi nanti gua ada mau kumpul kumpul sama teman jadi pulangnya belum tau jam berapa. " jawab Tama, dia melap sekitaran mulutnya menggunakan tisu setelah menyelesaikan sarapannya.
Aruna cuman mengangguk, dia bangkit dari duduknya untuk membereskan piring piring kotor di atas meja dan di cucinya segera.
"Gua pamit pergi dulu, kalau ada apa-apa atau lo pengen makan suatu, telpon gua aja nanti. " Tama bangkit dari duduknya, membantu Aruna mengangkat piring piring kotor dan di bawanya ke belakang wastafel. "Anak ayah adem adem ya di dalam, jangan rewel, kalau pengen makan sesuatu bilang aja ke bunda, nanti ayah beliin makanannya buat kamu. " Tama merendahkan sedikit badannya sebatas perut buncit Aruna, mengajak ngobrol pada bayinya sambil di elus-elus pelan.
"Eh, dia nendang. Kamu senang ya kalau ayah ajak ngobrol begini? Senang ayah elus-elus perut begini? Hmm? " seru Tama senang karena bayi di dalam perut Aruna merespon ucapannya dengan menendang pelan.
Aruna hanya tersenyum haru melihat bagaimana Tama berinteraksi dengan bayi di perutnya, selama berbulan-bulan dia lewatin masa pernikahan mereka ini. Aruna akhirnya bersyukur saat Tama berangsur-angsur mengubah sifat yang tadinya suka marah-marah dan menyalahkannya, kini sudah berdamai. Ya, walau hati milik laki-laki itu masih belum menempatkan untuk Aruna.
Tapi Aruna senang, karena Tama mulai perhatian padanya, walau hal kecil sekalipun.
"Gua pamit pergi dulu, jangan kebanyakan gerak kalau gua gak ada, harus banyak-banyak istirahat, perut lo sekarang udah gede banget, pasti cepat capek kalau gerak sedikit aja. " ucap Tama memberikan nasehat, Aruna ini orangnya gak bisa diam sekali, ada saja yang akan dilakukan di apartemen dengan alasan bosan bila duduk atau berbaring terus.
"Iya, tapi aku hari ini rencananya mau buat cookies, aku lagi pengen makan itu. "
"Gua beliin aja, gua pesan online nanti ada yang nganter ke sini. "
Aruna menggeleng kuat kepalanya, tidak setuju akan ucapan Tama. "Aku maunya cookies dibuat aku sendiri. "
Tama menghembuskan nafas panjang, ngidamnya perempuan hamil emang kadang buat dia heran sendiri, ada cara yang mudah dan praktis, Aruna malah memilih dengan cara yang membuat perempuan itu capek sendiri, tapi Tama mau tidak mau harus menuruti, kalau kata Haikal. Perempuan hamil yang tidak memenuhi ngidamnya, anaknya nanti bakal ngeces, Tama jelas gak mau, masa anak cantik/gantengnya ngeces?
"Oke, terus bahan-bahan buat kue nya mau dibeli sekarang? Nanti gua mampir ke Yo-mart buat beli bahan cookies, nanti ada Yo-jek online yang nganter. "
"Makasih banyak, ayah Tama. " seru Aruna senang, dia memeluk satu tangan Tama. Dia kalau lagi senang suka meluk dan panggil Tama dengan sebutan ayah, katanya sih itu refleks dari anaknya karena keinginannya di turutin.
Tama tersenyum, dia cukup senang saat pendengarannya mendengar Aruna memanggilnya dengan sebutan ayah, ada rasa yang membuncah di hatinya. "Yasudah, gua berangkat dulu. Ingat nasehat gua tadi, jangan bandel. "
"Siap, ayah. Hati-hati di jalan. " Aruna melambaikan tangannya pada Tama hingga kini menghilang dari balik pintu yang kembali tertutup.
"Sekarang kita cuci piring dulu, kalau bahan-bahan buat cookies nya udah datang kita bakal masak-masak seru, anak ibu senang tidak? " Aruna mengajak anak di perutnya berbicara, kata dokter kandungan yang memeriksanya. Bayi di perut Aruna sudah bisa mendengar bila di ajak berbicara, bahkan bayinya akan merespon dengan memberikan tendangan kecil di perutnya.
Aruna bahagia, itu tandanya. Bayi di perutnya bertumbuh sehat di dalam, walau di awal-awal masa kehamilannya, banyak tekanan di alami Aruna.
•••••••
"Baik, sampai di sini saja pertemuan kita hari ini. Tugas yang saya kasih tadi, saya kasih lima hari untuk mengerjakannya dan kirim ke e-mail saya, sekian terimakasih. " dosen laki-laki tersebut pergi keluar kelas jurusan bisnis.
Tama menghembuskan nafas saat dosen tersebut telah keluar kelas, dia membereskan bukunya yang berserakan di atas meja dan menyimpan kembali ke dalam tas. Tama dengan langkah santai, keluar kelas untuk menuju kantin, dia ingin langsung mengerjakan tugas pertamanya masuk kuliah di kantin sambil mengemil.
"Tama, tunggu. "
Tama membalikkan badannya, alisnya terangkat melihat Alana yang melangkah cepat mendekatinya. Mereka satu jurusan dan satu kelas yang sama, sebuah kebetulan yang tidak terduga, bagaimana jadinya bila mantan kekasih yang masih memiliki perasaan itu, harus bertemu setiap saat.
"Kamu kapan mengerjakan tugas dari, pak Ihram? Aku boleh minta tolong kamu ngejelasin bagaimana cara mengerjakan? Aku masih kurang mengerti tadi dengan penjelasan, pak Ihram. " ujar Alana, menatap penuh harap pada Tama.
Tama terdiam sejenak, tidak ada salahnya kan kalau dia membantu sedikit? Walau keduanya mantan kekasih, bukan berarti harus saling menjauh dan menjadi asing, mereka masih bisa untuk berteman.
Tama akhirnya mengangguk setuju. "Mau gua jelasin sekarang? Soalnya gua mau ke kantin, mau ngerjain tugas di sana. "
"Yaudah deh, aku juga mau ke kantin tadi, mau sarapan pagi yang tertunda. " kini keduanya berjalan beriringan menuju ke kantin, kampus hari ini terlihat begitu padat akan mahasiswa. Tama cukup kaget, bahwa jurusan bisnis ternyata banyak juga peminatnya.
"Pasti lupa sarapan pagi tadi di rumah? Lo kebiasaan banget, dari dulu sampai sekarang gak pernah berubah. " ujar Tama, tidak sadar kembali membuka lembaran lama mereka dulu. "Pasti tadi bangunnya kesiangan? Ya, kan? Kurang-kurangi nonton drakornya, Alana. "
Alana mengerjapkan matanya tiga kali mendengar ucapan Tama yang sama persis saat mereka masih pacaran dulu, hanya berbedanya dari panggilan saja. Yang dulunya aku-kamu, jadi lo-gua.
Tama seketika terdiam, sadar akan ucapan barusan membuka kebiasaan mereka dulu. "Sorry."
"Gapapa, sekarang kita masih dekat kan sebagai teman?"
Tama terdiam, bahkan langkahnya sampai terhenti, dia menatap Alana disampingnya yang tersenyum manis padanya. "Teman? " tanyanya yang dibalas anggukan kepala dari Alana.
Tama merasa aneh akan status keduanya yang berubah sekarang, yang awalnya pacaran- menjadi mantan dan sekarang jadi teman?
"O-oke." putus Tama akhirnya.
Alana tersenyum lebar mendengar jawaban Tama, keduanya kembali melangkah menuju kantin fakultas mereka yang terlihat tidak begitu ramai seperti kantin sekolah.
"Biar aku aja yang pesan makanan, kamu mau pesan apa? " tanya Alana saat keduanya sudah duduk di salah satu meja kosong.
"Gua mau jajan aja, soalnya gua tadi udah sarapan di apartemen sama, Aruna. "
Alana tiba-tiba saja menghilangkan senyumnya saat mendengar nama Aruna disebut, "O-oke, kalau gitu aku pesan makanan dulu. "
Tama cuman ngangguk sebagai jawabannya, dia mengeluarkan bukunya untuk melihat tugas yang di berikan pak Ihram, dan kembali membuka ponselnya untuk mencari di internet.
"Membuat jurnal? Berarti gak bisa gua kerjain sekarang, karena gak bawa laptop. " gumam Tama, dia kini sibuk berselancar di internet untuk mencari refrensi tugasnya.
"Ini jajan kamu. " Alana datang membawa pesanannya dan Tama, menyimpan jajan Tama di samping buku Tama di atas meja, sedangkan dirinya memesan nasi goreng.
"Bisa kamu jelaskan gimana cara ngerjain tugasnya? Tapi sambil aku makan ya? Gapapa? Aku dengerin baik-baik kok. " pinta Alana dan lagi di jawab anggukan setuju dari Tama.
Laki-laki itu mulai menjelaskan bagaimana mengerjakan tugas dari pak Ihram, tugasnya gampang. Karena mereka masih Maba dan baru pertama mendapatkan tugas seperti ini, jadi masih belum tau bagaimana cara mengerjakannya.
Tidak jauh dari tempat mereka, Adit dan Juan yang baru menginjakkan kaki kedalam kantin harus menghentikan langkah keduanya, melihat pemandangan yang tersaji di depan mata. Adit dan Juan satu jurusan dengan Tama, hanya beda kelas saja.
Tama kelas B, Adit dan Juan kelas D.
"Benar-benar si Tama, udah nikah mau punya anak, malah dia enak-enakan berduaan sama mantan. " celetuk Adit masih terus memperhatikan kedua sejoli itu.
"Kita lihat aja karma apa yang dia dapat nanti, karena udah sakitin hati istrinya, Aruna. " balas Juan, capek juga menasihati Tama terus-menerus. "Udahlah, kita cari makan aja di cafe depan kampus, udah gak berselera lagi gua maka di sini. "
Keduanya yang masih berdiri di ambang pintu kantin, membalikkan badan. Tidak jadi makan di kantin fakultas yang terdapat Tama dan Alana di sana.
•
•
•
jangan vote dan komennya guys biar author semangat untuk selalu update cerita😌
bintang lima dan follow akun author juga jangan lupa ya, biar author makin bahagia sentosa raya🤣🥶
selamat membaca semuanya, semoga kalian suka dengan cerita ini.