NovelToon NovelToon
Guruku Adalah Pacarku

Guruku Adalah Pacarku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dikelilingi wanita cantik / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Teen Angst / Idola sekolah
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.

******

"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.

Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.

"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.

"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"

Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"

"Tapi..."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 7. Rahasia Kode Pin

Senja mulai merangkak, Zora berniat mengajak Kaesang makan malam. Langkah kakinya menaiki tangga menuju kamar Kaesang. Tangannya mengetuk pintu, seraya memanggil namanya berulang kali. Namun, tak ada jawaban.

"Kae, Kaesang, makan dulu, nak," panggil Zora, tapi tidak kunjung ada jawaban.

"Haduh, kok nggak dijawab sih, apa Kaesang tidur ya, kok di panggil-panggil nggak ada jawaban. Ehm, ini kunci pinnya apa ya, aku nggak tau lagi," Zora bingung sendiri. Dia terus memanggil nama Kaesang, tapi tidak ada jawaban.

Dia melihat kunci pin disana, tapi dia tidak tau kode pinnya apa. Sebelumnya, ia sempat menanyakannya pada Kaesang kode pin itu, tapi Kaesang menolak menjawab.

Akhirnya Zora menyerah dan memutuskan untuk menghubungi suaminya, dia ingin bertanya padanya tentang kode pin itu.

Lama menunggu, Indra akhirnya mengangkat panggilan dari Zora. Suara di seberang terdengar ramai, sepertinya suaminya tengah berada di luar.

Zora: Mas, kunci pin kamarnya Kaesang apa?

Indra: Hah, kunci pin? kamu nggak tau kuncinya apa?

Zora: Nggak mas. Kaesang nggak ngasih tau aku kunci pin kamarnya

Indra: Oalah, haha, ada-ada aja dia ya, padahal kamu mamanya loh

Zora: Jadi kuncinya apa, mas?

Indra: Ehm, aku lupa, tapi kayaknya 23 Mei tanpa spasi

Zora: Itu tanggal apa mas? kok kayak asing ya?

Indra: Nggak tau, Sayang. Cuma Kaesang yang tau. Mas aja nggak dikasih tau sama dia

Zora: Oh gitu, ehm aku mau nyuruh dia makan mas, dari sepulang sekolah sampai sekarang dia nggak keluar dari kamar. Aku takut dia tidur terus nggak makan

Indra: Yaudah kamu suruh dia makan ya. Jangan lupa minta dia buat mandi kalo belum. Dia suka teledor kalo soal mandi

Zora tersenyum tipis, lalu kembali berkata.

Zora: Iya mas, nanti aku suruh dia mandi. Kamu lagi dimana kok rame banget?

Indra: Ehm, lagi di bandara mau ke Kuala lumpur. Tadi kan aku udah bilang sama kamu kalo aku habis dari sekolah Kaesang langsung ke Malaysia. Kamu lupa ya?

Zora terkekeh kecil.

Zora: Hehe iya mas, lupa aku. Yaudah mas lanjut aja ya, hati-hati. Kalo udah sampe sana kabarin aku. Aku mau bangunin Kaesang dulu

Indra: Oke, see you, Sayang, love you

Senyum Zora merekah, pipinya merona bak buah persik matang.

Zora: Love you, mas

Zora memutuskan panggilan, jari-jarinya menari di atas keypad, mengetikkan kode pin yang baru saja Indra berikan. Angka-angka itu terasa asing, seperti teka-teki yang belum terpecahkan. "Tanggal apa itu? kok rasanya asing banget di telingaku?" gumamnya dalam hati, rasa penasaran menggerogoti pikirannya.

Zora berusaha mengabaikan rasa penasarannya. Ia memasukkan tanggal yang Indra sebutkan tadi ke mesin pin di samping pintu kamar Kaesang. Kode pin itu berhasil, pintu pun terbuka. Zora tercengang, tak menyangka pintu itu akan terbuka begitu saja.

"Rapi banget ya kamarnya. Nggak kayak kamar Lingga, berantakan." Zora melangkah masuk ke kamar Kaesang. Pandangannya langsung tertuju pada kerapian ruangan itu.

Semuanya tertata rapi, begitu teratur. Cahaya temaram yang menerangi ruangan menciptakan suasana tenang dan nyaman.

Zora mendekati ranjang Kaesang, lalu duduk di tepinya. Matanya tertuju pada foto Kaesang yang terpajang di atas nakas. Dengan lembut, Zora meraih foto itu dan menatapnya.

Senyuman perlahan terbit di bibirnya, diiringi tetesan air mata yang menuruni pipinya.

"Kae, kenapa kamu jadi dingin gini sih, kenapa kamu berubah? dulu waktu kamu kecil kamu nggak kayak gini loh. Kamu ceria, kamu anak yang pintar. Kenapa kamu berubah seperti ini, nak?" Zora tak henti-hentinya mengajak foto Kaesang bicara.

Dia sangat merindukan Kaesang yang dulu, masa-masa sekolah dasar. Saat itu, Kaesang adalah anak yang ceria, humble, dan suka bercanda. Tapi semenjak memasuki usia SMP Kaesang berubah. Sikap Kaesang berubah, seperti dia yang saat ini.

Rasa penasaran Zora terhadap perubahan Kaesang semakin menjadi-jadi. Ia pernah mencoba menanyakannya, namun selalu berakhir dengan amarah Kaesang dan Zora yang diusir dari kamar.

Tiba-tiba, ingatan Zora melayang, sebuah kenangan tiba-tiba muncul di benaknya. Seingat dia, kode pin kamar Kaesang adalah tanggal saat dia dan Lingga berlibur berdua ke Singapura. Saat itu, Kaesang tak bisa ikut karena sedang menghadapi ujian sekolah.

"Masa tanggal itu ya? tapi maksudnya apa? kenapa harus tanggal itu? haduh, bikin aku takut aja," Zora masih penasaran, kenapa sih kode pin kamar Kaesang harus tanggal itu? Dari sekian banyak tanggal dan bulan, kenapa harus tanggal dan bulan itu?

Zora mengembalikan foto Kaesang ke tempat semula, hatinya sedikit berdesir. Ia meraih ponselnya, jari-jari lentiknya menari di layar, menghubungi Kaesang. Namun, panggilannya tak kunjung diangkat.

Dimana Kaesang sekarang? kemana dia pergi? Zora tak henti-hentinya memandangi lift pribadi di kamar Kaesang, berharap Kaesang akan segera muncul disana.

************

Di tempat balapannya, Kaesang dan Fano tengah terlibat dalam sebuah pertarvngan sengit. Pukulan demi pukulan bertukar, tanpa ada tanda-tanda siapa yang akan menyerah.

Sorak sorai penonton justru semakin menggema, seolah menikmati tontonan menegangkan ini. Tak seorang pun berani melerai, seolah-olah mereka terhipnotis oleh duel yang tak terduga ini.

"Bangs4t Lo Kae, awas Lo. Habis Lo sama gue!" Fano terus memukvli Kaesang, begitupun sebaliknya.

Keduanya terus beradu jotos, hingga akhirnya sirene polisi yang terdengar dari kejauhan mengakhiri pertarvngan mereka. Secepat kilat, mereka masing-masing melompat ke kendaraan dan bergegas pergi.

Kaesang dan Fano terkulai lelah, tubuh mereka remuk setelah pertempuran sengit. Rasanya ingin sekali bangkit dan pergi, namun tenaga mereka tak cukup untuk mengangkat tubuh yang berat. Mereka terbaring lemas di aspal, hingga akhirnya para polisi tiba di lokasi.

"Hey, apa yang terjadi di sini?" tanya seorang polisi sambil turun dari mobil patroli.

Kaesang dan Fano saling menatap sebentar sebelum Kaesang menjawab, "Kami hanya memiliki sedikit perbedaan pendapat, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Tatapan tajam polisi itu menyapu mereka berdua, sebelum akhirnya beralih ke arah temannya. Sejenak, pandangannya kembali tertuju pada Kaesang dan Fano. "Tadi ada beberapa warga yang melaporkan kalau disini ada balapan li4r.

Sekarang kalian harus ikut kami ke kantor untuk dimintai keterangan. Pak, bawa mereka." Polisi itu meminta temannya untuk membawa Kaesang dan Fano ke kantor polisi.

Kaesang dan Fano pun akhirnya dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Mereka duduk di ruang interogasi, masih terlihat kesal satu sama lain.

"Kenapa kalian sampai bertengkar seperti itu?" tanya seorang polisi yang duduk di depan mereka.

Kaesang dan Fano saling menatap sebentar sebelum Kaesang akhirnya menjawab, "Kami punya perbedaan pendapat yang nggak bisa diselesaikan dengan baik. Kami berdua terlalu emosional."

Polisi itu mengangguk mengerti, "Kalian berdua beruntung tidak ada yang terluka parah. Balapan liar seperti itu sangat berbahaya, bisa merugikan diri sendiri dan orang lain."

Kaesang dan Fano diam seribu bahasa, kepala mereka tertunduk. Polisi itu kembali bertanya, satu demi satu, hingga akhirnya ia menghela napas panjang setelah selesai.

"Sekarang kalian kami bebaskan tapi ingat untuk tidak melakukan balapan li4r lagi. Tempat yang tadi kalian gunakan untuk balapan li4r akan kami tutup. Sekarang kalian boleh keluar," polisi itu mengizinkan Fano dan Kaesang untuk meninggalkan kantor tanpa perlu membayar denda atau menjalani proses apa pun.

Keduanya langsung berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Suasana hening menyelimuti mereka, tak ada sepatah kata pun terucap, tak ada tatapan yang saling bertemu.

Di wajah Kaesang, masih terasa perih bekas luka. Bonyok, lebam, bibirnya sedikit robek. Bukan uang yang hilang, tapi luka yang menganga di wajahnya. Dia bingung untuk harus menjawab apa saat mamanya bertanya nanti.

"Si4lan! bukannya untung malah buntung gue! aduh, sshhh, perih banget lagi. Tuh cowok gil4 masih aja suka cari gara-gara sama gue. Nggak puas apa dia di keluarin dari sekolah, ... sshh, masih aja suka bikin muka gue bonyok!" gerutu Kaesang dalam hati, sambil menenteng helmnya dan menaiki motornya. Jalanan pulang terasa panjang, dan rasa sakit di wajahnya semakin menusuk.

Bersambung ...

1
Misnati Msn
Lanjut
◍•Grace Caroline•◍: makasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!