cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Di bawah pohon persik.
Angin sepoi-sepoi berhembus di medan perang yang sunyi, hanya menyisakan bau darah dan debu yang menggantung di udara. Matahari terik menyinari Kei, Reina, Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu yang berjalan pelan menuju pohon persik. Ketegangan masih terasa, meskipun Reina mencoba meredakannya dengan nyanyiannya.
"Nah.. na.. nana..." Suara Reina mengalun, awalnya ragu-ragu, namun perlahan-lahan menjadi lebih percaya diri, suaranya yang merdu bagaikan aliran sungai kecil yang menenangkan. Sejenak, kecemasan di hati Liu Bei dan Guan Yu sirna, digantikan oleh rasa kagum yang dalam. Mereka saling bertukar pandang, senyum tipis terukir di wajah mereka.
"Heii... Reina!" Zhang Fei berteriak, suaranya menggema, menimbulkan debu yang beterbangan. Dia tampak gelisah, menggerakkan tubuhnya dengan tidak sabar, kaki menginjak tanah dengan keras. Kegelisahannya bercampur dengan rasa ingin tahu yang besar.
"Hmmm..." Reina merespon dengan suara lembut, namun sebuah keraguan tersirat di dalam suaranya. "Apa lagi tuan Zhang Fei.... masih menanyakan seribu pasukan itu lagi?" tanyanya, suaranya pelan, mencoba untuk tetap tenang.
"Bukan... bukan itu..." Zhang Fei menggaruk kepalanya, suaranya sedikit lebih rendah, rasa penasarannya mengalahkan rasa gelisahnya. "Apa... nama lagu yang kau dendangkan, aku belum pernah mendengarnya."
Reina tersenyum lega, keraguannya sirna. "Lagu ini bernama 'Crossing field' dari Lisa, lagu ini berbahasa Jepang..." suaranya penuh semangat, rasa bangga terpancar dari setiap kata yang diucapkannya.
Liu Bei dan Guan Yu saling berpandangan, rasa heran dan keingintahuan mereka bercampur aduk. "Maaf nona Reina... berarti kalian berdua berasal dari Jepang?" tanya Liu Bei, suaranya lembut, namun tersirat kekhawatiran di dalamnya.
Kei menjawab dengan datar, suaranya dingin, menunjukkan sikap waspada. "Iya... kami berasal dari Jepang..." Tatapannya tajam, menunjukkan kesiapan untuk menghadapi apapun yang akan terjadi.
Guan Yu terlihat cemas, kebingungan tergambar jelas di wajahnya. "M... mustahil kalian berada di sini... apa sebenarnya terjadi pada kalian berdua...?" Suaranya bergetar, menunjukkan rasa khawatir yang mendalam.
Kei sedikit melunak, namun tetap menjaga sikap tegasnya. "Maaf... tuan Guan Yu, aku tidak bisa membicarakannya sekarang. Sebenarnya kalian harus tahu tujuan kami berdua, bagaimana kalau kita jelaskan di bawah pohon persik?"
Liu Bei mengangguk pelan, mencoba untuk tetap tenang, meskipun rasa penasarannya menggebu-gebu. "Dengan senang hati, tuan Kei..."
Reina menyusul Kei, rasa khawatir dan ketegangan kembali muncul. "Kei... apa maksudnya, apa boleh kita membongkar identitas kita berdua kepada mereka?" bisiknya, suaranya bergetar.
Kei menjawab dengan tenang, namun suaranya menunjukkan sebuah tekad yang kuat. "Aku disuruh oleh Ashura, untuk memberitahu identitas kita berdua."
Reina memanggil Ashinamaru, suaranya dipenuhi dengan rasa bingung dan sedikit kesal. "Heh... Ashinamaru... kenapa kamu gak memberitahu aku?"
Ashinamaru menjawab dengan lembut, suaranya menenangkan. "Maaf, Reina... tadi aku keenakan mendengar nyanyianmu... suaramu lembut sekali dan dapat memecahkan ketegangan Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu. Bahkan aku hampir tertidur..."
Pipi Reina memerah, rasa malu dan gugup bercampur aduk. Dia berbalik kepada Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu, suaranya sedikit gemetar. "Hei... teman-teman... apakah suara ku bagus?"
Liu Bei menjawab dengan lembut dan sopan, menunjukkan rasa hormatnya. "Sangat bagus, nona Reina. Walaupun aku tidak mengerti bahasanya, tapi di saat Anda menyanyikannya, hatiku sedikit tenang..."
Guan Yu mengangguk setuju, menunjukkan rasa kagumnya. "Aku juga sama seperti tuan Liu Bei..."
Zhang Fei tertawa keras, suaranya penuh semangat, menunjukkan kekagumannya yang tulus. "Hahaha... walaupun kau gila, nyanyianmu sangat indah ya nak!"
Reina tersenyum lega, rasa senang dan percaya diri memenuhi hatinya. "Wah... aku tidak percaya ini... aku dapat pujian dari kalian. Terima kasih ya teman-teman."
Tiba-tiba, Reina melihat cahaya hijau keluar dari tubuh Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu. Rasa bingung dan heran memenuhi hatinya. Dia bertanya pada Ashinamaru, suaranya dipenuhi dengan rasa ingin tahu.
Ashinamaru menjelaskan dengan sabar, suaranya menenangkan. "Itu masih dari kekuatan jati diriku, Reina... di saat kamu fokus melihat isi hati mereka, kamu bisa melihat suasana hati masing-masing orang. Hijau... yang berarti suasana hati orang tersebut terasa nyaman di saat mendengar sesuatu yang indah."
Reina melihat ke arah Kei, yang sedari tadi diam dan terus berjalan. Rasa penasaran dan sedikit kesal muncul di hatinya. "Hei Ashinamaru... kalau warna abu-abu gimana?"
Ashinamaru terkekeh, suaranya penuh dengan kegembiraan. "Hahaha... yang berarti dia tidak memiliki emosional saat ini..."
Reina sedikit kesal, namun segera berubah menjadi manja. "Kei..." Dia naik ke punggung Kei, mengejutkan Kei. "Reina, kalau mau naik, bicara dulu ya..." Kei sedikit gugup, menunjukkan cahaya merah muda di sekitarnya.
Reina tertawa kecil, rasa senang dan bahagia memenuhi hatinya. "Mwehehe... Hei Ashinamaru, kalau merah muda gimana?"
Ashinamaru menjawab dengan lembut, suaranya penuh dengan kasih sayang. "Merah muda... mengartikan suasana hati yang sangat nyaman ketika diberikan kenyamanan oleh kekasihnya." Reina yang mendengar nya, membuat hati Reina makin senang.
Sinar matahari sore menerobos celah-celah dedaunan pohon persik tua yang berdiri kokoh di tengah lembah. Bunga-bunga persik yang tersisa masih menawarkan keindahan yang kontras dengan kehancuran di sekitarnya—bau anyir darah dan debu sisa pertempuran Yellow Turban masih menggantung di udara. Di bawah pohon itu, Kei, Reina, Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu berkumpul. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan cabang-cabang, menebarkan aroma harum yang samar-samar mencoba menutupi bau kematian.
Reina, masih menaiki punggung Kei, berseru, "Wah… indah sekali, Kei…" Suaranya riang, penuh kekaguman. Rambutnya yang panjang terayun mengikuti gerakan Kei.
Kei, dengan raut wajahnya yang biasanya dingin, sedikit melunak. "Iya, Reina… mau turun?" tanyanya, suaranya lembut, namun tetap tegas.
Reina, dengan gerakan lincah, melompat turun. Ia berlari kecil ke arah pohon persik, meloncat-loncat kecil, menangkap dedaunan yang berguguran. "Ini keindahan kehidupan, ya…" ucapnya, suaranya bergetar haru. Kei memperhatikannya, hatinya tersentuh. Air mata tanpa disadarinya menetes.
"Reina…" gumam Kei, suaranya hampir tak terdengar.
Zhang Fei, yang sedari tadi mengamati mereka dengan langkah besar dan berat, mendekati Kei. Ia menghentikan langkahnya saat melihat air mata Kei. "Hei… hei… kenapa kau menangis?" tanyanya, suaranya sengaja diredam. Gerakan tangannya yang biasanya kasar, kini tampak lebih hati-hati.
"Tidak… aku baik-baik saja…" jawab Kei, suaranya terbata-bata. Air matanya terus mengalir. Liu Bei dan Guan Yu, yang menyadari perubahan suasana, bergegas mendekat.
"Ada apa… Tuan Kei…" tanya Guan Yu dengan suara lembut, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
Kei, tak kuasa menyembunyikan kebenaran, menceritakan semuanya. "Sebenarnya… kami bukan dari masa ini. Kami hidup di tahun 2024…" Suaranya pelan, tatapannya tertuju pada Reina yang asyik mengamati kupu-kupu.
Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu tertegun. "T… tidak mungkin…" seru Liu Bei, suaranya terengah-engah.
"Yang dikatakan anak itu memang benar… Liu Bei…" Suara Ashura, berat dan berwibawa, memotong keterkejutan mereka.
"Ha… siapa itu!" Zhang Fei, dengan reflek seorang prajurit, siaga, tangannya sudah meraih pedangnya.
"Aku adalah Ashura, 'Tatakainokami seigi no akuma'. Aku berada di dalam jiwa Kei…" Suara Ashura bergema.
"Haa… lelucon macam apa ini…" Zhang Fei menurunkan sedikit volume suaranya, mencoba untuk tidak membangunkan Reina.
Ashura, tertantang, menunjukkan wujudnya. Sayap iblis hitam muncul di punggung Kei, tanduk iblis hitam menjulang di kepalanya. Kei yang biasanya tenang, kini tubuhnya bergetar hebat.
"Ini adalah wujud dewa Kei, berkat dari kekuatanku…" Suara Ashura terdengar bangga. Namun, secepat kilat, sayap dan tanduk itu menghilang.
Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu tercengang. Mereka telah menyaksikan sesuatu yang melampaui batas pemahaman mereka.
Guan Yu, yang selalu tenang, mengajukan pertanyaan yang paling penting. "Tapi… apa tujuan kalian memakai badan Tuan Kei dan Nona Reina untuk turun di masa kerusuhan di Cina, sedangkan mereka berdua berasal dari Jepang?"
"Aku dan dewi yang berada di tubuh Reina… ingin menciptakan keadilan di masa setelah runtuh nya dinasty Han…" ucap Ashura dengan suara beratnya.
"Maksudnya…" tanya Liu Bei yang masih bingung.
"Kei, jelaskan… kau yang paling tahu sejarah kerajaan Cina…" ucap Ashura menyuruh Kei untuk menjelaskan.
Kei membalikkan badan nya, melihat ke arah mereka bertiga. "Dinasti Han… hancur di tahun 220 sebelum masehi… menciptakan negara Cina terbagi dari tiga kerajaan. Di masa itu, kerajaan Shu menguasai barat daya di bawah kekuasaan Tuan Liu Bei. Kerajaan Wu yang menguasai timur di bawah kekuasaan Tuan Sun Quan anak nya Sun Jian, dan penguasa yang paling luas yaitu Wei menguasai barat dan timur di bawah kekuasaan Tuan Cao Cao… kekacauan, penghianatan, pertumpahan darah antar saudara akan terjadi setelah runtuh nya Dinasti Han…" ucap Kei dengan sangat rinci, suaranya dingin dan tatapannya sangat datar.
Liu Bei yang namanya disebut sebagai salah satu penguasa tiga negara yang disebut Kei, bertanya dengan penuh ingin tahu. "Jadi sebenarnya Dewa Ashura turun ke sini untuk menciptakan keadilan seperti apa?" Suaranya penuh dengan tanda tanya.
"Sebelum aku dan Reina diturunkan di dunia ini. Ashura dan Ashinamaru menyuruh aku dan Reina untuk mencari kalian bertiga di tengah kekacauan pemberontakan yang lebih dikenal disebut 'Yellow Turban Rebellion'. Dan berjuang bersama Tuan Liu Bei sampai kerajaan Shu menciptakan Dinasti God, dinasti yang tidak ada korupsi, penindasan, dan lebih mementingkan rakyat kecil." Ucap Kei dengan suara datarnya dan tatapannya yang tetap saja dingin.
Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu yang memiliki tujuan yang sama dengan Kei dan Reina, ditambah ada dua dewa yang akan mendukung perjalanan Liu Bei dan dua saudara nya. Bersujud di depan Kei dan mengucapkan "Terima kasih Kei, Reina, Dewa Ashura dan Dewi Ashinamaru." Ucap mereka bertiga dengan serentak.
Kei yang merasa tidak enak, membalas sujud mereka dengan sujud. Kei bersujud di depan Liu Bei, Zhang Fei dan Guan Yu yang masih bersujud. "Terima kasih… aku tidak menyangka akan berjuang bersama tiga tokoh yang paling aku sukai…" ucap Kei dengan suara nya yang begitu halus dan sopan.
Mereka berempat pun duduk. Zhang Fei yang masih penasaran kenapa Kei menangis, bertanya dengan rasa ingin tahu. "Hei… nak Kei, kenapa kamu menangis barusan ha..?" Tanya Zhang Fei sambil mengerutkan alisnya.
"Sebenarnya aku terharu melihat Reina senang…" ucap Kei, berputar arah melihat Reina yang tertidur di bawah pohon persik.
"Ha.. dia selalu ceria seperti orang gila. Kok malah terharu!" Ucap Zhang Fei dengan suara nya yang lumayan keras.
Suasana di bawah pohon persik itu berubah menjadi hangat dan penuh harapan. Di tengah kekacauan perang, mereka menemukan persatuan dan tujuan bersama.Mentari sore mulai merunduk, meninggalkan langit yang diwarnai gradasi jingga dan merah muda. Cahaya lembutnya menyinari lembah, menyorot dedaunan pohon persik yang masih bergoyang pelan. Di bawahnya, Kei, dengan suara datarnya yang biasanya dingin, memulai kisahnya. Namun, kali ini, ada getaran lain dalam suaranya—kepedihan yang tersembunyi di balik ketenangan.
"Sebenarnya… di dunia kami… Reina… sangat menerima banyak tekanan keluarga semenjak dia berusia lima tahun. Reina hidup di keluarga yang sangat hancur. Papanya seorang pemabuk… yang sering menyiksa Mama Reina di depan mata Reina sendiri. Itu… menghancurkan mental Reina di usia yang begitu muda." Air mata Kei mulai menetes, mengalir deras di pipinya, namun suaranya tetap datar, seperti robot yang memaksa dirinya untuk menjalankan program. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan isak yang mengancam.
Guan Yu, yang duduk di samping Kei, merasakan getaran emosi dalam cerita itu. Ia mengulurkan tangan besarnya, dengan lembut mengelus punggung Kei, memberikan dukungan tanpa kata-kata. Gerakannya penuh empati, menunjukkan rasa simpati yang dalam.
Kei melanjutkan, suaranya sedikit bergetar, "Dia dijaga oleh neneknya. Tetapi… setelah Reina menginjak usia 14 tahun… nenek yang selalu melindunginya meninggal karena serangan jantung. Itu… menghancurkan Reina lebih dalam lagi…" Kei berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam untuk mengendalikan emosinya. Ia menatap wajah Reina yang tertidur pulas, seolah mencari kekuatan untuk menyelesaikan ceritanya.
"Masalah yang paling rumit adalah… karena masalah hutang… di masa depan, Papa Reina memiliki hutang yang nilainya seperempat dari kekayaan kerajaan di sini! Karena itu, dia terus kabur entah ke mana. Dan dia masuk penjara karena ketahuan mengonsumsi barang terlarang." Kei menekankan setiap kata, suaranya dipenuhi amarah yang terpendam. Ia mengepalkan tangannya, menahan gejolak emosi yang hampir meledak.
"Reina tidak punya siapa-siapa. Hanya menyisakan aku, Mamanya, dan Mamaku. Tetapi sebelum kami dikirim ke dunia ini—usia kami sekarang 19 tahun—Papa Reina akan dibebaskan dua minggu lagi. Itu berarti, Reina dan Mamanya harus pergi dari kota kelahirannya, meninggalkan aku sendirian. Reina semakin tertekan, hampir gila…" Kei menatap tajam ke arah langit, seolah menuduh takdir yang kejam. "Tetapi… keajaiban pun datang. Kami berdua dikirim ke dunia ini dan disuruh membuat sejarah baru… yang membuat senyuman Reina yang telah lama hilang, kembali dengan penuh keceriaan. Karena itu… aku menangis…" Air mata Kei akhirnya berhenti mengalir, diganti oleh tatapan yang teguh dan penuh tekad.
Zhang Fei, yang dikenal dengan sifatnya yang kasar dan keras, terpukul mendengar cerita itu. Ia berdiri dengan tiba-tiba, suaranya menggelegar, "Reina… kenapa anak seperti kamu tersiksa seperti ini?!" Ia mengacungkan tinjunya ke langit, "Hei… Papa Reina… aku si legenda Zhang Fei… mengutukmu karena merusak kebahagiaan Reina!!" Amarahnya meledak, namun ada kesedihan yang tersembunyi di balik kemarahannya.
Liu Bei, yang selalu tenang dan bijaksana, hanya terdiam, mengerti kesedihan dan perjuangan yang telah dilalui Reina. Ia mengangguk pelan, menunjukkan rasa simpati dan dukungannya.
Kei, Liu Bei, dan Guan Yu berdiri tegak. "Ayo kita bangunkan Reina…" Liu Bei berkata dengan suara tegas, "Kita berlima akan bersumpah untuk menciptakan keadilan di bawah kekuasaan kita berlima…"
Mereka berempat mendekati Reina. Kei jongkok di sampingnya, mengusap lembut kepala Reina. "Di sini surgamu… Reina…" bisiknya, suaranya penuh kasih sayang.
Reina terbangun, melihat keempat sahabatnya berdiri mengelilinginya. Ia masih setengah sadar, "Wah… kenapa ini… kalian menghalangi cahaya…"
Zhang Fei, dengan suara yang sedikit melunak, "Udah… jangan omong kosong, Reina. Ayo berdiri…"
Reina, yang masih mengantuk, tersenyum kecil, "Hee… ada apa ini… tumben sekali Tuan Zhang Fei yang garang berbicara dengan nada yang imut… huahh…"
Zhang Fei, dengan senyum jahil, "Kan… lihat sendiri… dia sangat menjengkelkan. Akan kucongkel kotoran hidungmu dan akan ku masukkan ke buku sejarah baru!"
Reina tertawa kecil, kebahagiaannya kembali.
Sore tiba. Langit jingga terang menyinari pohon persik. Mereka berlima, dengan hati yang penuh tekad, mengucapkan sumpah persahabatan.
Liu Bei, dengan suara lantang, "Sumpah kami berlima saudara: Liu Bei, Zhang Fei, Guan Yu, Hikari Kei, dan Hasane Reina… kami akan selalu bersama… melewati rintangan demi keadilan. Dan akan membuat dinasti kita sendiri, yaitu Dinasti God… Kami akan berjanji… mewujudkan lingkungan anti korupsi, dan perhatian kepada rakyat kecil!"
Kei, Reina, Zhang Fei, dan Guan Yu mengulangi sumpah itu dengan penuh semangat. Mereka bersulang dengan cangkir teh hangat mereka. Seketika, cahaya emas muncul di sekeliling tubuh mereka, menandai dimulainya perjalanan mereka menuju keadilan.