Lisya menjadi siswi pindahan di sekolah isinya kalangan atas. Demi sebuah misi yang penuh teka-teki saat di telusuri. Bermodal sebuah buku diary yang isinya juga tidak jelas.
Semua urusan itu susah jika cinta sudah masuk kedalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinkacill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Who?
"Oi! Lo bolos gak ngajak ngajak" ujar Alan lalu menyambar bungkus rokok di meja
Revan sekarang berada di rooftop bersama teman temannya yang baru datang. Usai mengantar Lisya di depan aula ia langsung melarikan diri lagi dan tidak ikut ke dalam aula.
"Kalvin mana?" Revan menyadari personil mereka kurang satu
"Biasa, mam bareng sama ayangnya" ujar Alan
"Wih tumben luka nya diobatin" ujar Aren menatap lengan Revan yang dibalut perban
Alan pun langsung ikut menatap lengan Revan "Ha'alah"
"Gak mungkin tuan putri Seira yang ngobatin yang setahu gue lo benci banget kalau dia yang ngobatin" ujar Alan kembali
"Emang bukan"
Aren dan Alan langsung menatap satu sama lain. Mencurigakan, apakah Revan memiliki selingkuhan.
"REVAN" pekik girang seorang gadis yang baru membuka pintu rooftop
Revan, Aren, dan Alan hanya mendengus sebal. Dia Seira, tuan putri pemaksa. Dia tak datang sendiri melainkan bersama Sasya, Ara, Kalvin dan juga, Lisya.
"Revan kok tadi kamu gak ikut ke aula?" Seira bertanya pada Revan yang sedang menghisap rokoknya
Revan tak menanggapi malah ia melirik Lisya tanpa disadari Seira yang mengoceh disampingnya
"Berbakti amat lo, kacung!" Ejek Alan pada Kalvin
Alan mengaduh setelah kepalanya digeplak Kalvin. Padahal dia tak sepenuhnya salah jika Kalvin memang sudah seperti kacung Ara.
"Alan, dia bukan kacung gue" ujar Ara dengan sebal
"Neng cantik duduk sini" itu Aren, menawarkan kursi di sebelahnya pada Lisya
Lisya menurut. Sebenarnya ia malas bertemu 4 cowok ini tapi mau bagaimana lagi, Seira akan selalu mengintili Revan dimana pun itu.
Jika bukan untuk misi, mana mau ia berteman dengan 3 cewek gila di PHS dan malah menggatal dengan 4 cowok ini
"Eh sya, gue masih gak nyangka mulut lo pedas amat" Alan berucap dengan nada bercanda
Lisya meringis malu. sumpah! semua orang yang melihatnya pasti akan bilang, lo yang marah-marah di koridor itu kan? Dan sekarang Alan juga mengungkit nya
"Jangan bikin anak orang gak nyaman" Aren menggeplak kepala Alan. Sudah 2 kali loh kepalanya kena geplak!
"Tetap gemesin kok sya, tapi kok lo bisa berurusan dengan Jewar si ketos?" ujar Aren
"Lah ketos dia?" tanya Lisya
"Dia ngelemparin punggung gue pake sepatu, katanya mau lempar temennya malah kena gue terus gak minta maaf. Ketos apaan main lempar sepatu terus malah nyolot salahin gue. Kelakuan kek gitu, gak cocok jadi ketos" oceh Lisya dengan ekspresi kesal. Jangan lupa bibir monyong nya
Aren dan Alan tertawa pelan mendengar celoteh Lisya. Eh bukan mereka berdua saja yang tertawa, tetapi Kalvin dan Ara juga. Dan Revan yang menahan senyumnya
Lisya mendelik, kenapa mereka malah tertawa?
"Ih Lisya gemesin banget kalau cerewet" pekik Ara
Lisya melongo mendengar itu, ia merutuki dirinya yang terlalu banyak berceloteh. Padahal rencananya ia harus berperilaku seperti Velia. Gagal sudah
"Bibirnya boleh cium gak sih" celetuk Aren yang tersenyum buaya padanya. Aren kemudian mengaduh saat kepalanya di geplak Alan
"Mulut lo anjing! Ingat cewek lo udah banyak"
Aren mengumpat saat Alan malah membuka aibnya yang banyak pacar. Padahal dia berencana mendekati Lisya.
"Gak usah didengerin, boong dianya" ujar Aren pada Lisya kemudian berucap pada Alan"Lo jangan fitnah fitnah temen sendiri"
"kenyataan anjir"
"Fitnah dosa loh Lan"
"Munafik munafik"
"Sya, Alan nya jangan didengerin ya, emang suka jelekin temen nya sendiri"
"Si bangsat, gak usah nyubit nyubit juga" Alan menepis tangan Aren di pahanya
"Reflek anjir"
"Sengaja lo mah"
Lisya mengabaikan pertengkaran 2 orang petakilan ini. Ia menoleh memeriksa sekitar rooftop lalu tatapan nya beralih pada manusia di rooftop ini
Seira mengobrol dengan 2 kedua temannya. sesekali bergelayut manja pada pemuda di sampingnya.
Revan menatap nya, dengan cepat ia memalingkan wajahnya agar Seira tak tau jika mereka sempat berkontak mata. Lisya beralih menatap Kalvin yang ternyata juga menatapnya dengan tatapan, intimidasi?
Lisya berdehem kemudian menepuk lengan Aren yang masih adu mulut dengan Alan
Aren yang sedang merangkul ralat mencekik Alan dengan otot tangannya langsung menoleh ke arah Lisya."eh iya sayang. Kenapa?"
"Kalian emang suka nongkrong disini?" tanya Lisya
"Udah kita anggap markas malah" itu Alan yang menjawab
"Mereka itu emang suka bolos ke sini Lisya, soalnya aman" ujar Ara yang tiba-tiba nimbrung
Lisya mengganguk, saatnya beraksi!
"Kok kalian berani sih nongkrong disini, gimana kalau ada hantu? Kan disini ada orang bundir!" ujar Lisya dengan polos dan memainkan ekspresi ngerinya
Hening sejenak hingga mereka melepaskan tawanya
"Lucu deh lo, mana ada hantu siang bolong gini" Alan menepuk bahu Aren yang juga ikut tertawa
"Mana tau kan, dia gentayangan"
"Jangan ngomong sembarangan deh sya, buat apa dia gentayangan" ujar Ara lalu tertawa pelan
"Mungkin masih penasaran" Lisya terus memberi argumennya
"Kebanyakan nonton horor temen lu Ra" ujar Sasya
"Mungkin orangnya emang percaya hal mistis" gurau Ara
"Kok tau disini ada kasus bundir disini" Kalvin berucap dengan ekspresi tenangnya
"Perasaan kasusnya gak sampai ke publik deh" Seira berucap dengan tatapan intimidasi
"Apalagi gak mungkin beritanya sampai ke SMA Harapan Bangsa" ujar Sasya
Lisya sedikit panik tapi tak menampakkan nya. Lisya menyadari mereka menatapnya dengan serius.
"Sabela! Gue tau dari Sabela!" ujarnya tanpa pikir
"Gede juga nyali tu cewek beberin rahasia keluarga Wana" celetuk Alan
"Karena lo udah tau jadi jangan cepu juga kayak temen lo. Kalau sampai ke publik sih, ancur idup lo sama keluarga Wana"
"Jangan takutin cewek gue, Alan!" Aren menggenggam tangan mungil Lisya
"Sebenarnya yang dibilang Alan ada benarnya ya cantik, idup lo aman kalau gak ungkit tu kasus"
"Aman sama gue mah" ujar Lisya dengan lantang
"Pinter" ujar Aren
...****************...
"Revan kamu tunggu di sini sebentar ya" ujar Seira lalu masuk dalam toilet dan meninggalkan Revan yang menunggu di depan toilet.
Lagi-lagi itu ia disuruh dengan hal yang tidak ingin ia lakukan. Menunggu di depan toilet perempuan. Sungguh hal sia-sia dan memalukan karena ia selalu patuh pada gadis ini
Seira mencuci tangannya di wastafel usai buang air kecil. Menatap tampilan dirinya di depan cermin
Dia cantik, lalu apa yang membuat Revan tak meliriknya sama sekali. Seira sadar Revan masih tak membuka hati untuk nya. Ketakutan akan hal itu, ia memakai cara licik untuk membuat Revan selalu disampingnya. Tentu dengan kekuasaan keluarga Astana
Ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk.
Who?
Hi, tuan putri Astana
Kau rela terluka hanya untuk seorang laki-laki
Payah!!!
Jantung Seira berdebar, melihat pesan yang tiba-tiba muncul di layar hp nya
Tidak mungkin! Bagaimana bisa seseorang tau rahasia besar ini. Seira mencoba berpikir positif. Tidak, tidak ada yang boleh tau pengorbanannya untuk mendapatkan Revan. Cukup hanya dirinya saja
Seira mematikan ponselnya lalu menatap cermin kembali. Ia lalu keluar dengan wajah tenangnya lalu tersenyum sumringah saat Revan masih menunggu nya
"Makasih udah nungguin"
Seira menggandeng tangan Revan dan berjalan ke arah kelasnya. Ia berharap tadi hanya pesan orang iseng yang ingin mengerjainya walau sedikit mustahil ada orang yang berani padanya kecuali memang ada dendam pribadi
Tak apa, Seira bisa melawan siapapun dan apapun karena ia adalah anak tunggal Astana. Walau setelah nya ada harga yang harus di bayar
mau pilih Lisya Jewar atau Lisya Revan