Vonis dokter tentang dirinya yang seorang penderita Azoospermia membuat Dean memutuskan untuk memiliki anak adopsi. Karena baginya, tak ada wanita yang ingin menikah dengan pria yang di anggap mandul sepertinya.
Namun, pertemuannya dengan Serra membuat perubahan baru dalam hidupnya. Serra, seorang wanita yang memilih Childfree dalam kehidupannya. Membuat kekasihnya memilih untuk menikah dengan wanita lain karena pilihannya itu.
Tak di sangka, Serra dan Dean justru jatuh hati pada seorang anak bernama Chio. Ia bocah berusia 3,5 tahun yang harus menetap di panti asuhan setelah mengalami kecelakaan bersama kedua orang tuanya. Naasnya, kedua orang tuanya tak dapat di selamatkan.
Satu tujuan dua masalah yang berbeda, sayangnya pilihan keduanya mengadopsi jatuh pada anak yang sama.
“Kita nikah aja deh, kamu childfree dan aku gak bisa ngasih kamu anak. Impas kan? Biar kita sama-sama dapat Chio.” ~Dean
“Ya sudah, ayo nikah!“ ~ Serra
Pernikahan yang saling menguntungkan? Yuk baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan Dean
Eric tengah memikirkan sesuatu, sejak tadi dia asik melamun dan tak mendengarkan omongan Tara. Merasa di abaikan, tentunya Tara kesal. Menyadari Eric yang tengah melamun, wanita itu pun menepuknya.
"Kamu lagi mikirin apa sih?! Dari tadi aku ajak ngobrol kok malah melamun!" Tegur Tara yang kes.
Eric terkesiap, ia mengusap wajahnya sebelum menatap Tara yang duduk di sampingnya. Keduanya belum tidur, dan memutuskan mengobrol sejenak. Tapi, hanya Tara yang berbicara. Sedangkan Eric, pikirannya justru melayang entah kemana.
"Maaf ... maaf, tadi kamu tanya apa?" Tanya Eric.
"Ck, kalau sampai Papa tahu gimana soal kehamilanku? Umurnya kan lebih tua dari usia pernikahan kita. Aku jadi kepikiran tentang ucapan Serra," ujar Tara.
Eric menghela nafas pelan, ia menatap perut Tara yang masih terlihat datar sebelum menatap ke arah wanita itu. "Asal anak yang kamu kandung laki-laki, semuanya akan aman. Kamu harus pastikan, jika anak yang kamu kandung itu laki-laki."
Tara terkesiap, ia terlihat syok dengan perkataan Eric. Bagaimana ia bisa memastikannya? Dia tidak bisa memilih ingin anak laki-laki atau perempuan.
"Kalau anak ini perempuan gimana? Gak bisa dong nuntut gender nya?" Protes Tara sembari memegangi perutnya.
"Kalau lahir perempuan yah kamu harus hamil lagi sampai dapat laki-laki. Ingat Tara, kamu sendiri yang mengatakan jika kamu mampu memberiku seorang penerus! Semuanya ini bermula darimu, kamu yang mengajakku untuk menjalin hubungan terlarang di tengah keterpurukan ku terhadap pilihan Serra. Jangan egois!"
Tara tercengang, ia menatap tak percaya pada Eric yang mengatakan hal seperti itu padanya. Tanpa mau menunggu pembelaan Tara, Eric beranjak berdiri dan pergi begitu saja dari kamar mereka. Ia mengabaikan Tara yang terus memanggilnya dan memilih untuk pergi ke dapur mengambil minuman dingin untuk menyegarkan pikirannya.
Eric meraih kaleng soda di kulkas. dan meminumnya. Sejenak, ia menatap kaleng soda itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Dirinya teringat, saat kenangannya bersama dengan Serra. Wanita itu, selalu melarangnya meminum soda.
"Jangan meminum soda, tidak baik untuk lambungmu. Lebih baik minum jus buah saja, ini akan menyehatkan tubuhmu."
Perkataan wanita itu terngiang-ngiang di pikirannya, membuat Eric jadi tak fokus. Ia kembali meminum soda itu sambil mengusir Serra dari dalam pikirannya. Namun, kenangannya bersama wanita itu justru menari-nari dalam pikirannya.
"Ck, kenapa aku selalu memikirkannya? Andaikan, dia tak memilih pilihan itu ... aku sudah menikahinya dan kami hidup bersama!" Gumam Eric kesal. Ia jadi ingat, saat dirinya melakukan kesalahan dengan Tara.
"Serra memilih Childfree kan?" Tara tiba-tiba mendatangi Eric di unit apartemennya. Eric yang melihat kedatangan Tara tentu merasa terkejut.
"Bukan urusanmu." Ucap Eric dan berbalik memunggungi Tara yang masih diam di ambang pintu.
"Aku bisa memberimu penerus, di bandingkan Serra. Aku bisa melahirkan keturunan untukmu." Perkataan Tara membuat langkah Eric terhenti. Pria itu diam membeku saat Tara justru memeluknya dari belakang.
"Serra egois bukan? Aku merasa kasihan denganmu, Eric ...,"
KREK!
"Kamu kenapa Eric?!" Alma tiba-tiba datang dan justru mendapati putranya tengah meremas kaleng soda. Tersadar dari lamunannya. Eric langsung menatap tangannya yang mencengkram kaleng soda itu dengan kuat. Tanpa banyak bicara, ia membuang kaleng soda tersebut.
"Kenapa? Ada masalah? Gimana tadi pas USG, janinnya sehat kan?" Tanya Alma pada putranya itu.
Eric mengangguk pelan, "Usia sepuluh minggu. Kalau papa tahu bagaimana? Apa anak di luar nikah masih bisa menjadi pewaris?" Tanyanya dengan tatapan ragu.
Alma tersenyum, ia menepuk pelan lengan putranya itu. "Selama papamu tidak tahu, semuanya akan aman. Kita mainkan saja usia kandungannya, katakan saja jika bayinya lahir prematur saat lahir nanti. Kamu harus cepat memberi kan papamu seorang cucu, untuk di jadikan penerus. Sebelum, anak terbuang itu yang mendapatkannya,"
Eric mengangguk pelan, "Aku ke kamar dulu Ma,"
"Ya sana, jangan bikin Tara kesal. Ibu hamil mood nya harus bagus, biar bayinya jadi anak laki-laki." Seru Alma dengan semangat.
Sepeninggalan Eric, raut wajah Alma berubah. Tatapannya terlihat tajam, ia mengangkat sedikit dagunya angkuh. "Keturunan ku yang harus menjadi pewaris keluarga Arkatama. Bukan anak sia.lan itu." Desisnya.
.
.
.
Pagi hari saat sarapan, seperti biasa Serra akan menyuapi Chio lebih dulu. Ternyata, anak itu makan banyak saat di perlihatkan tontonan robot dan dino. Serra biarkan saja asal Chio terus membuka mulutnya. Sebulan ini, ia harus menarget berat badan Chio agar naik.
"Kita gerakkan pinggang kita, lalu angkat tangannya! Seperti ini! Yeee, kamu pintar!"
"Waaah, dino nya akan berjalan. Kita ikutin yuk!"
Suara ipad milik Serra lumayan kencang, membuat Eriska juga dapat mendengarkan. Biasanya rumah sangat sepi, tapi semenjak ada Chio sering sekali terdengar suara lagu anak-anak dan lagu belajar membaca. Jadi, Eriska sudah terbiasa mendengarkan nya.
"Dean masih tidur?" Tanya Eriska.
"Tadi sih mandi, dia kalau mandi kayak putri kayangan yang lagi nyebur ke sungai." Balas Serra.
Baru saja di bicarakan, Dean datang menghampiri mereka dengan senyuman mengembang. Serra yang melihat ekspresi wajah pria itu terheran-heran. Aneh sekali rasanya melihat Dean yang memasang wajah berseri-seri seperti itu.
"Selamat pagi Mama mertua, Chio, dan ... Serra." Sapa Dean.
"Pagi, kamu terlihat sangat senang pagi ini." Ucap Eriska melihat kesenangan menantunya itu.
"Tentu dong, mengawali pagi tuh harus penuh dengan senyuman. Biar hati dan pikiran kita tentram." Dena melirik ke arah Serra. Yang di lirik merasa tak peduli dan kembali menyuapi Chio.
"Ekhem!" Dean memainkan ponselnya dan meletakkannya di sakunya. Ia lalu mengambil roti dan memakannya. Tak lama, terdengar suara dengkuuran yang cukup keras. Serra dan Eriska tentu saja kaget, begitu pun dengan Chio. Ketiganya saling pandang, berbeda dengan Dean yang justru menikmati sarapannya.
"Suara apa itu Serra?" Tanya Eriska bingung.
"Gak tahu Ma, tapi kok kayak gak asing yah?" Balas Serra, ia masih mencari asal suara.
Chio hafal suara itu, semalaman ia dan sang papi tak bisa tidur karena suara tersebut. Namun, ia juga tidak tahu dimana suara itu berasal. Padahal, sang mami tidak tidur. Dari mana lah suara itu berasal?
"Itu cuala Mami ngo.lok."
"Hah?!" Serra dan Eriska kaget.
"Ngo.lok? Ngo.lok tuh a ...,"
"HAHAHA!" Dean tak sanggup menahan tawanya. Ia menyukai kebingungan wanita itu, di tambah dengan bahasa lucu Chio.
Serra menatap bingung pada Dean, ia lalu menatap saku celana pria itu. Yah, suara itu berasal dari ponsel suaminya. Ia lalu mengambilnya dan melihat videonya yang sedang tertidur dengan mulut yang terbuka.
Emosi Serra meledak-ledak, wajahnya terlihat merah padam. Ia langsung melirik Dean dengan tatapan penuh kesal dam marah. Dean yang merasa terancam pun segera berlari ke arah ibu mertuanya dan bersembunyi di belakangnya.
"DEAAAAAN!" Teriakan Serra, bahkan membuat burung-burung yang hinggap di pohon pun berterbangan.
Ting!
Tong!
Serra masih sangat emosi, tapi mendengar ada suara bell membuat emosinya sedikit mereda. Sejenak, ia membenarkan tatanan rambutnya dan juga bajunya. Lalu, ia berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Sedangkan Dean, ia masih tertawa bersama dengan Eriska. Berbeda dengan Chio yang merasa syok dengan teriakan sang mami.
Cklek!
Serra membuka pintu rumahnya, ia terlihat bingung saat mendapati lima orang pria berbaju hitam berdiri di hadapannya. Mereka berlima juga memakai kaca mata, dan terdapat alat di telinga mereka. Serra tentu saja bingung, karena ia tak mengenali para pria itu.
"Maaf, perasaan saya gak ada kelilit pinj0l deh. Bapak-bapak sekalian cari siapa yah? Tanya Serra dengan hati-hati.
"Kami datang untuk menjemput Tuan muda pertama." Jawab salah satu dari kelimanya.
"Tu-tuan muda?!"
memang anak pak Nicholas 😃👍🏻🙆🏻♀️
nikmati konsekuensi yg kamu pilih Tara rarararara🎶🎵🎶
"bulan kemarin"
coba baca lagi
Semoga cepat membuahkan hasil,
Dan Serra mau menerimanya.
Oalah ternyata Dean suka minum
Vitamin juga. Pasti sebelumnya mama
Nessa dah konsultasi kedokter langsung.
Mama Nessa selain menyembunyikan,
tentang kemandulan Dean, Beliau juga
berusaha membantu proses penyembuhannya.
Cecep menghamili Tara demi penerus
dan anak yang dia kandung prempuan.
Kalau sampai Tara hamil gender prempuan lagi dan lagi, Cecep terpaksa akan nikah lagi atau mencer4ikan dia.
Anak prempuan seolah mala pet4ka, padahal semua laki2 juga lahir dari prempuan🤦♀️ yang salah itu buatnya sebelum menikah, soal jenis kelamin siapa yang tahu.