Dia meninggal tapi menghantui istri ku.
Ku genggam tangan Dias yang terasa dingin dan Bergetar. Wajahnya pucat pasi dengan keringat membasahi anak rambut di wajahnya. Mulutnya terbuka menahan sakit yang luar biasa, sekalinya menarik nafas darah mengucur dari luka mengangga di bagian ulu hati.
"Bertahanlah Dias." ucapku.
Dia menggeleng, menarik nafas yang tersengal-sengal, lalu berkata dengan susah payah. "Eva."
Tubuhnya yang menegang kini melemas seiring dengan hembusan nafas terakhir.
Aku tercekat memandangi wajah sahabat ku dengan rasa yang berkecamuk hebat.
Mengapa Dias menyebut nama istriku diakhir nafasnya?
Apa hubungannya kematian Dias dengan istriku, Eva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dias mengikuti istriku.
Kaca jendela ku pecah, hancur lebur tanpa sebab?
Dan aku terkejut ketika Zalli menutup mataku sambil mengucapkan doa, lalu ia melepaskan tangannya perlahan.
"Astaghfirullah!" Aku berjingkat kaget ketika melihat Dias berdiri di luar dengan mengepalkan tangannya. Ternyata dialah yang memukul jendela.
Bajunya penuh darah, matanya tajam menatap aku. Demi tuhan aku tak percaya bisa melihat sahabatku yang sudah meninggal di pangkuanku itu kini berdiri di depan rumah.
"Cari Seina."
Begitulah kata Dias kepada istriku.
Brugh!
Aku terduduk dengan setengah kesadaran masih tersisa, memandangi istriku yang sekarang sudah berlari meninggalkan rumahku.
"Mbak! Mbak!"
Ku dengar suara Gerry memanggil istriku, dadaku sesak menyaksikan semua ini, takut tapi juga cemburu. Ternyata, walaupun sudah mati, Dias masih saja tak mau meninggalkan istriku.
"Kita susul Mbak Eva Mas." kata Zalli.
Baru saja aku akan beranjak, ibuku mencegah. "Biarkan saja! Lagipula itu pilihannya. Sudah enak hidup bersama kamu, semua kebutuhan di tanggung cuma modal ngangkang doang! Malah selingkuh. Dasarnya dia tidak bersyukur, kegatelan!" kata ibuku.
"Walau bagaimanapun juga, Mbak Eva itu istrimu Mas." Kata Zalli, dia menarik tanganku agar segera menyusul Eva.
Akhirnya aku pun keluar mencari Eva, sedangkan Gerry semakin bingung melihat drama keluarga ini. Dia pun ikut menyusul Eva bersamaku.
Malam semakin pekat menutupi penglihatan kami yang berjalan tanpa persiapan. Hanya Zalli yang membawa senter, sedangkan Gerry hanya mengandalkan ponselnya. Kami berjalan ke sembarang arah tapi tidak menemukan Eva, Seina pun tak tau jejaknya.
"Kita istirahat sebentar." kata Zalli.
Aku duduk menyandar dibawah pohon, sungguh aku sangat lelah mencari Seina, dan sekarang Eva juga.
"Istirahat dulu Ger!" Zalli memanggil adik sahabatku itu, dia masih saja sibuk memeriksa semak yang seperti bekas jalannya binatang, mungkin babi hutan.
"Ada darah Mas." katanya, berjongkok menyorot rumput yang kering, mencium bau darah yang masih lembab.
"Darah?" kata Zalli, kami mendekati Gerry, melihat jejak darah yang dia maksudkan.
"Mungkin babi hutan Ger, ini seperti jalan yang di lewati binatang." Kata Zalli pula.
"Bukan Mas, ini darah manusia."
Aku terkejut, aku bahkan masuk kedalam semak itu lebih dulu. Entah itu Seina, entah juga Eva, yang pasti aku harus tahu siapa yang sudah berdarah-darah di semak belukar ini.
Lama kami menyusuri semak itu, semakin dalam semakin banyak ilalang menghalang penglihatan hingga wajah terasa perih dan gatal di gores oleh dedaunannya.
Gelap dan was-was, tubuhku terjungkal karena kakiku tak sengaja menyenggol batang pohon yang tergeletak. Untung saja tebingnya di tumbuhi semak yang padat, kalau tidak maka aku akan jatuh jauh ke bawah sana.
"Mas!" Zalli segera menolongku, Namun mata kami teralih fokus ketika senter Zalli menyorot pada batang pohon yang membuatku terjungkal.
"Astaghfirullah!" Kami mengucapkan istighfar serentak, tampak Gerry sedang berjongkok. Ternyata yang membuatku tersandung itu bukankah batang pohon, tapi tubuh manusia tergeletak dengan perut yang sudah bocor.
"Dia sudah meninggal." kata Gerry, tak jauh dari tubuh yang tergeletak itu, ada topi bayi yang sangat aku kenali.
"Seina."
*
*
*
Sementara itu di belahan tebing lainnya, Eva sedang berlari mengikuti sesuatu yang tidak terlihat oleh mata. Dia berjalan terseok-seok, namun itulah anehnya dia berjalan tanpa salah menginjak.
"Seina!" sesekali dia memanggil Seina. Hingga sudah jauh dan tentu saja dia lelah.
Dia berdiri menatap hutan yang tadi sore pun sudah ia lewati bersama Gerry. Mencari sepotong kayu yang masih terlihat kokoh, ia sudah membulatkan tekat untuk mencari lebih ke dalam sana.
"Seina!" panggil Eva. Teriakannya menggema di tengah hutan, ia terus melangkah mengandalkan cahaya bulan yang melewati celah dedaunan.
Kresek!
Eva terkejut, menoleh kesana kemari, dia takut, tapi tak mungkin menyerah.
Ia mulai waspada, melihat kesana kemari, menajamkan telinga dan juga matanya yang berselimut kabut gelap.
Krak! Bunyi ranting patah terinjak. Jantung Eva berdegup kencang tak karuan, sibuk dengan berbagai pikiran, apakah itu hantu? Apakah manusia?
Sudahlah, Dias juga hantu, pikirnya. Seketika Dias ada di depannya, bersamaan dengan hatinya yang menyebut nama Dias.
"Ada manusia." kata Dias, pelan dan serak menyeramkan. Eva bergidik ngeri mendengarnya, tapi lebih takut pada manusia yang di sebutkan Dias.
Eva mencengkeram erat potongan kayu di tangannya. Memejamkan mata, menarik nafas bersiap dengan segala kemungkinan. Terlebih lagi Dias menunjuk arah di belakangnya.
"Aaaaaargg!"
Bugh, bugh.
Pukulan Eva tak tentu arah, tapi berhasil mengenai orang yang tadi mengintai dirinya.
"Arrghhh!" ternyata seorang pria, dia mengerang karena satu pukulan berhasil mengenai wajahnya.
"Berani sekali kau!" Pria itu mengacungkan pisau berkilau tepat di depan Eva.
"Eva! Itu suara Eva!" kataku, aku berlari ke arah pohon yang berbaris rapat. Suara orang mengerang dan berteriak semakin jelas di telingaku. Aku yakin itu Eva sedang berkelahi entah dengan siapa.
"Benar Mas, Dias juga ada di sini!" kata Zalli, kami pun berlari mengikuti arah suara perkelahian itu.
"Ev_" tiba-tiba Gerry membekap mulutku.
"Jangan bersuara Mas." kata Gerry.
"Hah...Hah..Hah!" nafas Eva terdengar sambung-menyambung, lelah dan takut menjadi satu. Dia tidak pernah berhadapan dengan pria apalagi dengan golok di tangannya.
"Ya Allah istriku, apa yang sebenarnya sedang kami hadapi?" aku bergumam sendiri melihat istriku melawan dalam keremangan.
Pria itu menyerang, menyabetkan pisau berkilaunya ke pada Eva , beruntung Eva berhasil mengelak meskipun sambil berteriak. Namun kakinya berdarah akibat tersangkut ranting kayu yang tajam.
Tak tahan lagi, aku mengambil kayu yang tergeletak untuk menghabisi pria itu.
"Hyyaaaa!!" pria itu kembali menyerang, membabi buta. Eva sampai kewalahan menghindarinya dalam gelap.
Tak mau kalah, Eva menyabetkan kayu yang di pegang nya. Sedangkan aku masih mencari celah untuk menyerang, gelap membuat penglihatanku terhalang.
Brugh
"Argh!
Terlambat, Eva terjatuh dalam posisi tengkurap, pria itu menyerang kaki Eva hingga Eva kehilangan keseimbangan.
"Mati kau!" kata pria itu.
"Tidak!" Eva beringsut mundur, sesekali daun di atas sana bergoyang di tiup angin, cahaya rembulan menyelinap memberikan penerangan meskipun beberapa detik.
Pria itu mengangkat pisau berkilaunya, bersiap menghabisi Eva.
Crashh!
"Arrrgggg!" pria itu berteriak kencang karena satu matanya di tusuk ranting yang runcing. Eva berhasil menghindari serangannya. Pisau yang tajam itu tertancap di akar pohon yang besar.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Eva bangkit dan menendang alat vital pria itu dengan sekuat tenaga. "Aku tak akan mati sebelum menghabisi kalian semua!" geramnya.
"Arrgggh. Sial!" Umpat pria itu.
Baru saja Eva berbalik, pria itu kembali menyeret kaki Eva hingga istriku itu terseret. Dan aku segera memukul kepala pria itu sekuat tenaga.
"Hah! Hah!" Eva sangat terkejut melihat aku ada di hadapannya.
"Bangunlah." ku ulurkan tanganku.
"Mas Seno!"
"Kamu nggak apa-apa Mbak?" kata Zalli.
"Nggak." katanya, Eva bangkit tanpa meraih tanganku, mungkin dia marah. Walaupun aku juga marah, tapi entah rasanya sakit ketika dia menolak tanganku.
Lusia.. lusiapa siih, sampe seenaknya aja mau bunuh orang kek bunuh nyamuk 🦟/Slight/
Lusia.. lusialan emang 🤭🏃♀️🏃♀️🏃♀️
hais jd tegang nieh a1 bacanya