Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Annelise tampak mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum benar-benar terbangun dari tidur nyenyaknya. Netranya sibuk mengamati ruangan yang terasa asing. Kamar luas dengan furniture serba mahal ini tentu saja bukan kamar miliknya. Sampai akhirnya kesadaran Annelise kembali sepenuhnya dan dia segera meloncat turun dari ranjang.
Sembari menatap ranjang yang sudah kosong tanpa ada Bryan di sana, Annelise meraba-raba dan memeriksa tubuhnya untuk memastikan Bryan tidak berbuat macam-macam padanya. Wajah Annelise sedikit panik, dia tidak bisa membayangkan seadanya Bryan berbuat sesuatu padanya disaat dia sedang tidur pulas.
Di waktu yang bersamaan, Bryan muncul dari balik pintu kamar. Keningnya mengkerut melihat kepanikan Annelise memeriksa tubuhnya sendiri. Wanita itu terlihat sangat takut ada yang hilang dari tubuhnya.
"Organ tubuhmu ada yang hilang?!" Tanya Bryan ketus.
Annelise melonjak kaget mendengar suara bariton Bryan. Dia berhenti meraba tubuhnya beralih menatap jengkel pada Bosnya.
"Pak Bryan nggak macam-macam kan semalam.?" Annelise menatap curiga.
Sudut bibir Bryan terangkat, dia tersenyum miring sambil mendekati Annelise.
"Belum sempat karna kamu tidur duluan, gimana kalau sekarang saja.?" Tatapan mata Bryan berhenti pada bibir Annelise. Kalau di perhatikan, bibir Annelise cukup seksi dengan posisi sedikit mencebik. Otak Bryan mendadak kotor, ada rasa penasaran untuk merasakan bibir sekretarisnya itu. Seumur hidupnya, Bryan belum pernah sekalipun mencicipi bibir wanita. Hidupnya terlalu kaku dan monoton, sibuk dengan bisnis tanpa memikirkan urusan percintaan.
Annelise mundur selangkah demi selangkah untuk menghindari Bryan. Pria dengan postur tubuh tinggi itu terus maju, seperti sengaja ingin menakut-nakuti Annelise yang sudah terlanjur ketakutan.
"Pak Bryan jangan gila, aku menolak ciuman dan se ks.!" Tegas Annelise. Dia tidak mau rugi setelah lepas dari kontrak gilanya bersama Bryan. Walaupun tubuhnya di peluk atau di pangku Bryan, setidaknya bibir dan kesuciannya masih terjaga dengan baik.
"Hanya ciuman, apa salahnya. Ingat, kamu sudah tanda tangan dan terima uangnya.!" Jarak Bryan semakin dekat, sedangkan Annelise terjebak di antara sofa dan dinding, dia tidak bisa kabur lagi dari Bryan.
"Enak di Pak Bryan, nggak enak di aku.!" Gerutu Annelise kesal. "Stop.! Jangan maju lagi.!" Annelise mengulurkan dua tangannya untuk menghalau Bryan agar tidak maju lagi.
Bryan terpaksa berhenti karna di tahan Annelise. Pria itu tampak memutar malas bola matanya mendengar perkataan Annelise.
"Kata siapa cuma enak di aku.? Makanya coba dulu, kamu rasain sendiri enaknya." Sahut Bryan tanpa filter. Annelise sampai melongo kehabisan kata-kata. Makin lama, ucapan Bryan semakin vulgar dan tidak tau malu.
"Cukup Pak.!" Pinta Annelise. "Astaga,,, aku bisa ikut gila kalau seperti ini." Keluh Annelise seraya menjatuhkan diri di sofa. Dia sudah lelah lahir batin menghadapi sikap Bryan.
Bryan berdecak, dia ikut duduk di samping Annelise dan membuat sekretarisnya itu bergeser takut.
"Mau pakai cara halus atau di paksa.?" Tawar Bryan tidak main-main. Tatapan matanya sangat tajam, sepertinya tidak akan ada negosiasi lagi untuk Annelise.
10 menit berlalu, setelah kembali berdebat, Annelise akhirnya kalah dan harus menuruti permintaan Bryan. Kini wanita cantik dengan tubuh proporsional itu sudah duduk di pangkuan Bryan.
"5 juta untuk satu kali ciuman.!" Tegas Annelise ketika melihat Bryan mulai mendekatkan wajahnya.
Bryan mendengus kesal, karna merasa terganggu di saat hampir menempelkan bibirnya pada bibir Annelise.
"Aku transfer 50 juta untuk 10 kali ciuman.!" Balas Bryan tanpa pikir panjang. Uang 50 juta tidak ada apa-apanya untuk Bryan. Harus satu sepatunya saja bisa lebih dari 50 juta.
Sementara itu, Annelise tampak menelan ludah dengan susah payah. Dia tadi asal bicara tanpa di pikir lebih dulu. Dia lupa siapa lawannya. Bryan bukan orang sembarangan, satu ciuman di hargai 5 juta tidak akan membuat Bryan bangkrut meski menciumnya seratus kali.
"Aku ralat ucapanku yang tadi.! 50 juta sekali cium.!" Seru Annelise dengan wajah paniknya.
Bryan malah terkekeh, ekspresi wajahnya seperti sedang mengejek. "Yang benar yang mana.? 5 juta atau 50 juta.?" Ujarnya.
"50 juta.!" Jawab Annelise cepat. Masa bodo dengan harga diri, dia sudah terlanjur masuk perangkap Bryan. Maju kena, mundur apa lagi. Sudah kepalang basah, lebih baik berendam sekalian. Begitu pikir Annelise.
Mereka berdua seperti sedang tawar menawar harga untuk sebuah ciuman. Kalau dilihat-lihat, keduanya sama-sama konyol.
"Kamu pernah ciuman dengan pria lain.?" Tanya Bryan menginterogasi. Dia tidak keberatan mengeluarkan uang 50 juta untuk sekali ciuman asal bibir Annelise belum pernah di cium pria lain. Setidaknya Bryan tidak mendapat bibir bekas pria lain.
Annelise menggeleng cepat. "Aku bukan wanita seperti itu.!" Jawabnya sewot.
Bryan tersenyum penuh arti. "Apa kamu masih virgin.? Mau ber cinta dengaku juga.?" Tawar Bryan.
Plaaakk.!!!
Annelise memukul punggung Bryan cukup keras. Suara pukulannya sampai terdengar memenuhi kamar, tapi ekspresiBryan tampak biasa saja. Pukulan tangan mungil Annelise mungkin tidak ada apa-apanya.
"Pak Bryan jangan kurang ajar, di bayar berapapun aku nggak akan mau melakukannya.!"
"Aku hanya tanya. Siapa tau kamu juga tertarik. Kita bisa membahas harganya sampai deal." Kata Bryan.
"Mimpi saja.!" Jawab Annelise. "Bagaimana dnegan ciuman yang tadi.? Jadi atau batal.?"
Bryan terkekeh. "Kamu udah nggak sabar.?" Ucapnya seraya mengusap-usap punggung Annelise.
"Hum. Setidaknya Pak Bryan harus cium aku sebanyak 10 kali. Dengan begitu aku bisa resign sebagai sekretaris dan pindah ke luar kota supaya jauh dari Bos aneh seperti Bapak." Cerocos Annelise tidak main-main. Uang dari Bryan sudah lebih dari cukup untuk memulai kehidupan baru di luar kota, meninggalkan keluarga orang tuanya yang penuh dengan drama. Tidak masalah meski harus merelakan rumah masa kecilnya untuk sang Bibi, asal bisa lepas dari keluarga toxic seperti itu.
Bryan terdiam sejenak, entah apa yang Bryan pikirkan sampai akhirnya dia menurunkan Annelise dari pangkuannya.
"Aku lupa ada janji dengan klien." Katanya seraya beranjak dari sofa. "Ayo siap-siap, aku antar kamu pulang." Ujarnya dengan tatapan datar.
Annelise melongo melihat Bryan keluar dari kamar dan tidak lagi membahas soal ciuman yang bahkan sudah di tentukan tarifnya.
"Benar-benar aneh, tindakannya sulit di prediksi." Gumam Annelise heran. Bryan seperti kehilangan minat, padahal tadi sangat menggebu-gebu ingin menciumnya.