"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan
Sonia merasa dada sangat sesak, dia tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini oleh Sean. Sonia yang sedang menangis sambil memeluk kedua lututnya di samping tempat tidur dikejutkan dengan kedatangan Sean yang membawa nampan berisi beberapa makanan dan juga segelas jus.
Sean dengan santai mendekati Sonia dan meletakkan nampan itu di atas nakas samping tempat tidur. Sean duduk di sebuah sofa single dengan santai sambil menatap Sonia yang tengah kebingungan melihatnya.
"Are you oke?" Tanya Sean yang membuat Sonia melongo, bisa-bisanya pria itu melontarkan pertanyaan tersebut sedangkan dia dapat melihat jelas kondisi Sonia saat ini.
Sonia berdiri dan duduk di atas kasurnya dengan menatap Sean, dia menunggu kejelasan dari suaminya itu.
"Kamu ini kenapa sih Sean? Kalau aku ada salah ya bilang, jangan tiba-tiba berubah dan memperlakukan aku begini. Kalau memang kamu tidak mencintaiku ya jangan nikahi aku, kamu nggak bisa seenaknya sama aku seperti ini." Sonia menumpahkan segala amarahnya pada Sean tapi pria itu hanya tersenyum remeh pada Sonia, seakan apa yang Sonia sampaikan sebuah lelucon.
"Makan dulu, baru marah-marah." Titah Sean dengan santai menanggapi amarah Sonia.
"Nggak mau, aku butuh kejelasan dari semua ini."
"Kita bisa bicara nanti setelah kamu makan. Biar kamu ada energi untuk mendebatku."
"Aku nggak mau Sean."
"Makanlah atau aku akan menjejalkan makanan itu ke mulut mu."
"Aku nggak mau Sean, aku ingin penjelasan dari kamu sekarang, jangan mengalihkan topik pembicaraan." Sean juga ikut emosi mendengar ucapan Sonia, dia berdiri dari duduknya dan menjejalkan semua makanan itu ke dalam mulut Sonia.
Sonia berusaha untuk berontak namun tenaganya tak seberapa dibanding Sean, Sean mengunci segala pergerakan Sonia dan menjejalkan makanan tanpa ampun pada istrinya, jelas saja Sonia tersedak dan sulit untuk bernafas, dia tidak bisa mengatur pernapasannya karena salah satu tangan Sean mencengkram kuat rahangnya.
Setelah puas dengan aksi kejamnya itu, Sean menjauhi Sonia dan kembali duduk di sofa, dia seakan puas berbuat seperti itu pada istrinya. Sonia melepehkan semua makanan yang ada di dalam mulutnya dan mengambil air minum. Dia berusaha untuk mengatur pernapasannya dan tak terasa air matanya turun begitu deras.
"Ya Allah sakit." Tangis Sonia memegang rahangnya, mulutnya juga terasa sakit karena dijejalkan makanan tadi.
"Sudah kenyang?" Tanya Sean dengan nada santai, Sonia sekarang merasa takut pada suaminya itu, dia tidak menjawab pertanyaan Sean dan hanya sesegukan karena menahan tangis.
"Sana bersihkan dirimu dulu, lihatlah begitu banyak sisa makanan di tubuhmu, aku tidak suka." Sean masih bicara dengan nada santai seolah tak terjadi apa-apa.
Sonia menatap dirinya melalui pantulan cermin, dirinya begitu kotor karena makanan mengenai seluruh wajah dan juga tubuhnya. Tanpa bicara apapun, dia langsung ke kamar mandi membersihkan diri. Di dalam kamar mandi dia kembali menangis mengingat begitu tragis nasibnya di tangan Sean saat ini.
"Sean itu kenapa Ya Allah, kok dia setega ini sama aku? Aku pikir hanya kisah cintanya Angel saja yang tragis ternyata aku juga begitu. Aku bisa mati lama-lama kalau begini terus, aku seakan tidak mengenal sosok Sean sekarang, dia bagaikan seorang psikopat bagiku saat ini." Tangis Sonia sambil menatap dirinya di cermin kamar mandi.
"Keluar dengan suka rela atau aku akan menyeretmu dari kamar mandi itu." Suara tegas Sean membuat Sonia bergidik ngeri, dia segera keluar dari kamar mandi dan duduk di sebelah Sean sambil menunduk.
Sean tersenyum, dia berjalan kearah jendela dan membuka jendela itu dengan lebar, membiarkan udara masuk ke ruangan yang ia rasa saat ini begitu pengap, padahal tidak begitu adanya.
Ruangan cukup besar dan juga sangat segar tapi hati mereka berdua yang membuat suasana di ruangan itu menjadi pengap. Sean membalikkan tubuhnya dan menatap Sonia dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Sonia sendiri.
"Kenapa dulu kau meninggalkanku Sonia?" Pertanyaan itulah yang terlontar dari bibir Sean pada Sonia, Sonia mengangkat pandangannya dan menatap Sean.
"Kenapa kau kembali membahas hal itu? Bukankah kita sudah sepakat untuk melupakan apa yang pernah terjadi antara kita di masa lalu."
Sean seketika membanting vas bunga yang ada di dekatnya dan membuat Sonia kaget bukan main, dia sangat takut kalau Sean akan melukai lagi.
"Kau pikir segampang itu aku melupakan apa yang terjadi? Aku hampir gila karena dirimu Sonia, aku bahkan tidak memiliki alasan untuk hidup karena kau sendiri tau bahwa kau adalah segalanya bagiku." Teriak Sean pada Sonia, wajah dan matanya memerah dan urat-urat di lehernya juga terlihat jelas.
Sonia memejamkan matanya mendengarkan teriakan Sean, dia hanya bisa menangis dan bungkam. Sean kembali mengontrol emosinya dan kembali duduk di sebelah Sonia. Nafasnya masih memburu menahan emosi.
"Ayo jawab, kenapa saat itu kau meninggalkanku?" Kali ini nada bicara Sean sudah menurun, Sonia tidak bersuara sama sekali, dia juga tidak berani mengangkat kepalanya yang tertunduk.
"Maafkan aku." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Sonia. Sean menyandarkan tubuhnya di sofa, kepalanya terasa berat dan pikirannya kembali ke masa dimana Sonia meninggalkannya.
"Aku gila, aku tidak tidur, tidak makan, tidak mandi dan tidak bisa mengurus diriku sendiri setelah kepergianmu. Kau memutuskan hubungan denganku tanpa sebab, saat itu bahkan aku tidak tau kesalahanku padamu itu apa, sampai kau tega pergi dariku. Aku masih bisa menerima jika alasanmu masuk akal, tapi nyatanya setelah kau meninggalkan ku, kau malah menjalin hubungan dengan papaku. Aku sering melihatmu berduaan dengannya, aku benar-benar seperti seorang penguntit waktu itu Sonia, bahkan tak jarang aku melihat kalian berdua masuk ke hotel. Aku bukan orang bodoh, aku tidak bisa berpikir positif padamu sampai detik ini. Apa salahku padamu sampai kau meninggalkan aku hah?" Sean mengeluarkan segala kegundahan hatinya, Sonia masih saja bungkam, dia bahkan tidak menjawab pertanyaan dari Sean sama sekali, yang terdengar di telinga Sean hanyalah isakan tangis istrinya itu.
"Maafkan aku Sean, aku minta maaf." Hanya ucapan itu yang mampu Sonia katakan pada suaminya.
"Aku tidak butuh maafmu Sonia, aku butuh penjelasanmu."
"Aku tidak bisa menjelaskan apapun padamu, tolong maafkan aku."
"Jawab Sonia, jangan sampai aku berbuat kasar lagi padamu." Sonia semakin terisak, dia bingung harus menjawab bagaimana karena apa yang dikatakan oleh Sean memang benar adanya, dia memang sering berdua dengan Endro setelah putus dari Sean.
"Baiklah, kalau begitu tolong pilih salah satu dari dua pilihan yang aku berikan padamu."
"Tolong jelaskan padaku tentang pilihannya, biar aku bisa memilih."
"Pilihan pertama adalah bertahan, kau akan menerima segala sikapku padamu baik itu berupa ucapan ataupun tindakan, kau tidak berhak membantah apapun yang aku katakan, kau juga tidak boleh pergi dariku selama lima tahun ke depan sampai aku benar-benar puas untuk membalaskan sakit hati dan dendamku padamu, aku memberikan waktu 5 tahun padamu untuk hidup bagai neraka bersamaku, aku akan terus menyiksamu, jika kau tidak sanggup di pertengahan dan memilih untuk pergi dariku, maka aku akan menghabisi nyawamu seketika itu."
Sean menjelaskan pilihan pertamanya yang membuat Sonia kaget bukan main, apakah sekejam itu Sean padanya? Sonia tidak sanggup lagi berkata apapun, dirinya saat ini hanya diliputi rasa takut dan tekanan yang begitu hebat.
"Apa kau sudah paham?" Sean kembali bersuara, Sonia hanya mengangguk, sampai sekarang dia tidak berani juga mengangkat kepalanya, dia menunduk sambil sesekali menghapus air matanya.
"Yang kedua, Pergi. Jika kau tidak sanggup dengan apa yang akan aku lakukan padamu dipilihan pertama, silahkan pergi sekarang juga dari rumah ini dan dari hidupku untuk selamanya. Aku dengan suka rela untuk menceraikan mu. Sekarang pilihlah." Ujar Sean dengan nada tenang namun mencekam.
"Aku memilih untuk bertahan." Jawab Sonia tanpa berpikir panjang, dia mengangkat kepalanya dan menatap Sean yang sekarang tampak tak percaya dengan pilihan Sonia.
"Kenapa kau memilih untuk bertahan? Apa kau malu untuk diceraikan sedangkan kita baru saja menikah kemarin."
"Tidak Sean, bagiku menikah adalah ibadah yang paling indah, suci dan sakral. Aku hanya akan menikah satu kali seumur hidupku dan aku sudah menikah dengan pria yang sangat aku cintai. Aku bertahan bukan hanya 5 tahun, tapi seumur hidup, sampai nyawa berpisah dari raga ini. Apapun yang akan kau lakukan padaku itu sudah menjadi tanggung jawabmu. Aku ini amanah yang Allah titipkan padamu, jika kau ingin menyiksa dan balas dendam padaku ya silahkan, karena aku ini milikmu. Silahkan balaskan rasa sakit hati dan juga dendammu itu padaku selama aku masih hidup, aku tidak akan membencimu hanya karena itu. Aku serahkan hidup dan matiku di tanganmu, mau kau siksa, kau dera ataupun kau bunuh, aku ikhlas Sean, karena sebelum aku mencintaimu, aku tidak berharap bahwa kau akan membalas cintaku dengan kebaikan." Jawaban Sonia membuat hati Sean terkoyak, dia tidak menyangka bahwa istrinya akan memilih untuk bertahan, ada rasa begitu tak nyaman di hati Sean saat ini melihat wajah teduh Sonia.
Di lubuk hatinya yang paling dalam memang tidak ada perempuan lain yang dia cintai selain istrinya itu tapi rasa dendam yang sudah dia pupuk selama 5 tahun ini membuatnya gelap mata.
"Baiklah, jika memang itu mau mu, kau tidak boleh mundur di pertengahan, mengerti."
"Iya, aku mengerti."
Sean membawa langkahnya keluar dan kembali mengunci pintu kamar Sonia.
"Aku tidak menyangka kalau kamu akan menyimpan dendam padaku Sean, tolong maafkan aku yang sudah pernah menyakitimu." Lirih Sonia dengan air mata yang tak hentinya mengalir.
...***...
Udara malam tidak membuat Sonia kedinginan, justru memang udara seperti inilah yang dia inginkan. Dia melamun memikirkan bagaimana cara untuk membuat Sean seperti dulu lagi padanya, dia ingin rumah tangganya seperti yang dia idam-idamkan.
Khadijah memasuki kamar Sonia dengan dua orang pelayan lain, mereka membawa nampan yang berisi makanan serta minuman dan jus buah. Sonia tidak bergeming sama sekali dari tempat dia berdiri walau hanya sekedar melihat siapa yang memasuki kamarnya, dia tetap fokus menatap langit malam yang bertabur bintang.
"Nyonya, makanan anda sudah siap, tuan akan kesini 10 menit lagi."
"Iya bu, aku akan memakannya nanti."
"Maaf nyonya, panggil saja saya Khadijah karena saya di sini pelayan anda." Sonia membalikkan tubuhnya dan menatap wanita paruh baya itu dan tersenyum.
"Aku tidak bisa memanggil nama padamu bu, biarkan aku memanggilmu ibu." Khadijah terharu mendengar jawaban Sonia.
"Tapi posisi kita itu adalah nyonya dan pelayan, rasanya tidak pantas saya mendapat panggilan itu dari nyonya." Sonia mendekat pada Khadijah dan memeluk wanita itu.
"Aku sudah lama ditinggalkan sosok seorang ibu, aku berharap kamu bisa menjadi ibuku dan anggaplah aku ini anakmu. Tolong jangan melarangku untuk memanggilmu ibu ya." Untuk pertama kalinya pada orang baru Khadijah luluh hatinya, biasanya dia akan bersikap dingin dan tegas.
"Baiklah, sekarang makan makananmu sebelum suamimu datang. Ini perintah seorang ibu pada anaknya." Sonia tersenyum dan mengangguk.
Khadijah dan kedua pelayan itu keluar dari kamar Sonia. Sonia hanya menyentuh makanan itu sedikit karena memang perutnya tidak lapar. Tak lama dari itu Sean datang dengan pakaian santainya.
"Ikut aku!" Perintah Sean pada istrinya. Sonia mengangguk dan mengekori Sean, pria itu membawa Sonia ke ruangan di lantai 3, ruangan itu sangat gelap dan Sean menyalakan lampu.
Sonia sangat shock melihat isi ruangan yang ada di hadapannya sekarang, lutut nya terasa begitu lemas, kenapa Sean membawanya ke ruangan ini? Sean yang menyadari ketakutan Sonia hanya tersenyum sinis.
"Aku sudah memberikanmu pilihan, jadi ini adalah hasil dari pilihanmu sayang, nikmati saja semuanya."
"Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Sean."
"Apa?"
"Kenapa kau tidak ingin satu kamar denganku? Kenapa kau harus menempatkan aku di kamar terpisah denganmu? Dan kenapa kamar itu selalu dikunci seakan kau membuatku bagai tawanan?"
"Aku tidak sudi satu kamar dengan jalang sepertimu, aku tidak menyukai barang bekas Sonia. Kau pasti mengerti maksudku." Sonia begitu sakit hati mendengar jawaban Sean yang menganggapnya seorang wanita murahan.
"Tega sekali kau menuduhku seperti itu Sean."
"Jangan banyak bicara lagi dan nikmatilah hidup barumu Sonia Elliezza."
"Ya Allah, apakah penderitaanku dimulai hari ini dan di tempat ini?" Jerit hati Sonia saat melihat ruangan itu.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.