Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalila mengamuk
"Lepas!" Kalila memukul dengan keras tangan Firman hingga pria itu pun akhirnya mau melepaskan cengkeramannya dari tangan Kalila.
Mata wanita itu tajam menantang tatapan Firman yang diselimuti amarah. Tak ada rasa takut, tegang apalagi merasa bersalah disepasang mata indahnya.
Yang ada hanya keberanian, keberanian dan keberanian yang bahkan Firman pun tak tahu darimana asalnya.
"Ka-kamu..." Firman tak sanggup melanjutkan ucapannya.
Pria itu menghela napas kasar lalu mengusap wajahnya dengan telapak tangan.
"Jawab pertanyaanku tadi, Kalila! Apa kamu, yang sudah mencuri dompet dan menguras habis isi ATMku?"
"Dompet? Ngapain aku ambil dompet kamu, Mas?" Kalila malah balik bertanya. "Memangnya, kamu kehilangan dompet dimana? Dan, soal ATM..."
Kalila melangkah lebih dekat ke depan suaminya. "Memangnya, ATM kamu ada isinya? Bukannya, kamu bilang kalau kamu udah nggak punya simpanan sama sekali di kartu ATM? Semua uang kamu sudah kamu setor ke Ibu, kan?"
Wajah Firman seketika berubah panik. Ia bahkan sengaja menghindari tatapan Kalila yang teramat mengintimidasi.
"I-itu... Aku..." Firman benar-benar kehabisan akal. Entah, harus berkelit seperti apalagi dihadapan sang istri.
"Apa jangan-jangan... selama ini kamu ada simpanan dan sengaja menyembunyikan semuanya dari aku?" lanjut Kalila mencecar sang suami. "Untuk apa kamu sembunyikan, Mas? Apa kamu memang sengaja, tidak ingin memberi nafkah yang layak untuk aku?"
"Bukan seperti itu, Sayang!" Firman mendadak melunak. Walau bagaimanapun, separuh hatinya masih milik Kalila. Dicobanya untuk menggenggam tangan wanita itu. Namun, secepat kilat Kalila malah menepisnya kasar.
"Aku nggak nyangka, kalau kamu bisa setega ini sama aku, Mas! Disaat aku sudah susah payah merawat Ibu dan kamu dengan nafkah yang jauh dari kata layak, kamu justru menyembunyikan uang kamu untuk kamu berikan pada gundikmu itu!"
Suara Kalila menggelegar. Air matanya perlahan mulai menetes di depan Firman.
"Aku bukan gundik!" sergah Lia tak terima.
"Nggak usah akting kamu, Kalila!" Fika turut angkat bicara. "Kami semua tahu, pasti kamu yang sudah mencuri uang milik Firman."
"Uang terus yang kalian bicarakan," balas Kalila. "Aku bahkan nggak pernah tahu berapa banyak uang yang sebenarnya dihasilkan sama Mas Firman. Selama ini, aku bertahan hidup hanya dengan makanan sisa. Sepeserpun, Mas Firman tidak pernah memberikan aku tambahan nafkah."
"Kalau memang bukan uang Firman yang kamu gunakan untuk foya-foya, terus uang darimana, hah? Jual diri?" tanya Fika dengan penuh selidik.
"Aku pakai tabunganku sewaktu masih gadis, Mbak. Apa Mbak puas, sekarang?" jawab Kalila dengan bersungguh-sungguh.
"Tabungan semasih gadis? Nggak salah?" Fika tertawa meremehkan. "Kamu pikir, aku percaya? Ngaca, Kalila! Kamu itu cuma perempuan miskin. Jadi, mana mungkin kamu punya duit tabungan untuk kamu foya-foyakan."
Mendengar itu, Kalila hanya tersenyum sinis. "Mbak lupa, darimana asal modal yang dipakai Mas Firman untuk membuka toko meubel-nya?"
Mata Fika seketika mendelik.
"Itu semua modal dari aku, Mbak! Kalau bukan dari hasil menjual seluruh emas milikku, mungkin sampai detik ini, Mas Firman belum menjadi apa-apa. Dia mungkin saja masih menjadi pengangguran yang melarat dan banyak hutang!"
"Cukup bicaramu, Kalila!" hardik Firman dengan nada tinggi. Ada Lia di sini. Jelas, dia tak mau jika masa lalunya yang sangat memprihatikan sampai diketahui oleh sang istri muda.
"Kenapa, Mas?" tantang Kalila. "Apa kamu malu kalau gundikmu sampai tahu semenyedihkan apa kamu sewaktu miskin dulu?"
"Kalila! Sudah!" cegah Firman. "Lebih baik kamu masuk ke kamar! Masalah ini, kita bicarakan nanti."
"Semuanya harus diselesaikan sekarang! Aku nggak mau dituduh sebagai seorang pencuri."
"Oke. Mas percaya sama kamu. Kamu tidak mungkin berani melakukan hal tercela seperti itu. Jadi, tolong berhenti bicara dan masuk ke dalam kamar kamu sekarang juga!"
Kalila mengusap air matanya dengan kasar. Ia pun berjalan cepat hendak menuju ke kamarnya yang ada dilantai atas.
"Loh, mau kemana, kamu?" cegah Fika. "Masak dulu, gih! Kami lapar."
"Minggir, Mbak!" kata Kalila. "Aku mau naik ke atas!"
"Nggak boleh. Kamu harus masak dulu untuk kami!"
"Minggir atau aku dorong, Mbak!"
Bukannya takut, Fika justru malah tertawa mendengar ancaman dari Kalila.
"Memangnya, kamu berani?" tantang Fika dengan tatapan meremehkan.
Kalila menampilkan senyuman sinis diwajahnya. Tanpa aba-aba, ia langsung mendorong Fika dengan keras hingga terjatuh dan mendarat dilantai yang keras.
"Aduh!"
"Makanya, jangan coba-coba untuk nantangin aku, Mbak!"
Semua orang jelas tercengang melihat pemandangan yang sangat langka itu. Seorang Kalila yang dulu selalu lemah dan pasrah saat ditindas hari ini benar-benar berubah menjadi sosok yang sangat berbeda.
"Fika, kamu nggak apa-apa, Nak?" tanya Bu Midah yang melangkah mendekati sang anak.
"Sakit, Bu," ringis Fika.
"Kok kamu bisa kalah sama si miskin itu, sih?" tanya Bu Midah lagi. Ia sedang berusaha membantu putrinya untuk berdiri kembali.
"Nggak tahu, Bu. Tenaganya kuat sekali."
Bu Midah masih terlihat begitu syok. Sejak tadi, ia memutuskan untuk diam karena benar-benar terkejut akibat perubahan drastis Kalila.
"Bujuk istri tuamu untuk kembali jadi penurut seperti semula, Man!" pinta Bu Midah pada sang putra.
"Iya, Bu," angguk Firman.
"Mas, mau kemana?" tanya Lia saat Firman hendak menyusul Kalila ke lantai atas.
"Mau nyusul Kalila. Kamu tunggu di sini dulu, ya!"
"Mau ikut," rengek Lia dengan manja.
"Nggak usah," geleng Firman. "Kamu di sini saja sama yang lain. Oke?"
Tanpa menunggu persetujuan dari Lia, Firman lekas berlari menaiki anak tangga untuk menyusul Kalila. Sayangnya, belum sampai di lantai atas, suara barang-barang yang dilemparkan secara asal sudah terdengar nyaring dari arah kamarnya dan Kalila.
"Siapa yang menaruh barang-barang sampah ini di kamarku, hah?" teriak Kalila murka.
Glek!
Firman meneguk ludah dengan susah payah. Apakah Kalila kesurupan sehingga berani mengamuk seperti itu?
"Mas, itu suara apa?" tanya Lia yang ikut menyusul ke atas.
Prang!
Suara seperti botol pecah kembali terdengar.
"Jangan-jangan..."Lia tidak melanjutkan ucapannya lagi. Lekas, dia berlari ke atas dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Tidak!! Skincare-ku!! Parfum-ku!!!" pekik Lia saat melihat barang-barang miliknya benar-benar dihancurkan oleh Kalila.
"Berhenti perempuan burik!! Semua itu barang-barang mahal! Kamu mana sanggup ganti itu semua!"
Prang!
Lia seketika mematung. Sepersekian detik yang lalu, Kalila melempar satu botol parfum lagi dan nyaris mengenai kepala nya.
"Beli dari hasil ngangkang didepan suami orang aja, sudah bangga, hah?"
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana