sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.
Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.
Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Chapter 15: Pemuda Cebol Si Pahlawan
"Dalam hal komitmen, berenanglah dengan arus."
\#\#\#
BRAK!
Pintu toilet wanita sempal begitu saja usai Galen mendobraknya. Pemuda itu sebenarnya tidak yakin, bisa saja pintu itu hanya bolong di daerah tendangannya. Namun sepertinya Kania beruntung, Tuhan masih mau melindunginya.
"Kania, bangun." ujar Galen mendahului masuk. "Bisa bangun, nggak?"
Kania hanya menggeleng lirih.
Galen pun segera membantu Kania berdiri dan menuntun gadis itu keluar. Begitu sampai pada bibir pintu, Galen segera membantu Kania untuk bersandar pada Liam sembari menatap pemuda itu.
"Bawa. Sekarang lo ikut gue. Cepet, gak pake lama."
Hanya berselang 2 detik setelah Galen berucap, pemuda cebol itu sudah langsung berlari menuju ke arah lain lorong ini. Tanpa pikir panjang lagi, Liam segera menggendong Kania.
Galen menuntun keduanya menuju sebuah lorong yang baru saja Liam tahu detik itu juga. Bahkan Liam hingga heran, bagaimana seorang Galen Arshaka
bisa tahu tempat persembunyian macam begini.
Mereka pun terhenti pada sebuah ruangan terbatas. Hanya boleh dimasuki petugas hotel, namun Galen tetap nekat masuk. Sedangkan di depannya adalah ruangan dengan penuh kabel, Liam yakin ruangan itulah yang menjadi tempat pengaturan aliran listrik.
Dengan nafas terengah, para siswa itu bersandar pada pintu yang telah tertutup rapat.
"Kok lo tau tempat kek ginian, Bang?" tanya Liam.
"Nyasar waktu itu, sama Harka. Rambut kita sama-sama gondrongnya, dan udah mau dipotong sama panitia olim IT. Kita nekat aja ngumpet kesini, eh taunya ada tempat."
"Terus gak jadi dipotong?"
"Ya tetep aja dipotong. Orang besoknya digrebek di kamar."
"Anjir, sakit hati gue dengernya."
"Shhh, udah gausah bacot." ujar Galen memperingatkan. Pemuda itu mengatur nafasnya sejenak, sebelum akhirnya berbisik pada Liam. "Di depan itu ruang pengatur aliran listrik di lantai 3. Lo tau, kan apa yang bakal terjadi habis ini?"
"Apa?"
"Tolol." Galen mengendus sebal. "Beberapa orang bakal bangun, mereka bakal ngecek toilet yang pintunya sempal, dan ngira ada maling. Apalagi aliran listrik di daerah situ mati. Habis ini pasti bakal ada yang lapor, dan ada petugas yang ke sini buat nyalain listrik."
"Anjir," mulut Liam terbuka kecil. "Terus CCTVnya gimana, Bang? Kalo mereka pake UPS CCTV, gimana?"
"Lo takut?"
Liam terdiam seketika. Astaga, benar juga. Pemuda itu terkekeh ringan sembari menutupi wajahnya malu. Diam-diam, kakak kelasnya yang cebol itu punya nyali yang cukup besar. Yang harusnya melindungi Kania itu Liam, tapi malah nyali Liam tak seberapa. Dan itu membuatnya malu.
"Yang harus lo takutin itu kalo terjadi sesuatu kedepannya sama Kania. Karena cewek pirang itu nggak bakal tinggal diem, yakin." ujar Galen begitu pelan.
"Terus-"
"Nggak usah takut soal CCTV. Toilet wanita lantai 3 itu nggak terlalu diperhatiin, mereka belum pake CCTV yang modern. Jadi kalo listrik mati, CCTV juga ga bakal nyala."
"Lo yakin, Bang?"
"Bedain aja sendiri." jawab Galen menantang. "Kalo sampe kita suruh tanggung jawab, dan masih dicariin masalah lagi, gue cariin masalah juga mereka. Yang penting kalian jangan sampe disingkirin dari olimpiade ini."
Liam terdiam sejenak, lalu menarik segaris senyum tipis sembari mengehela nafas lega. Liam pun menatap Kania yang berada di dekapannya, lalu memeluknya kian erat dan mengecup kening Kania lembut seolah kekhawatirannya kini sudah luntur seutuhnya.
Cup
Liam kembali tersenyum tipis, lalu berbisik pelan tepat di telinga gadis itu. "Kamu denger, kan? Semuanya bakal baik-baik aja, Kania. Aku bakal jaga kamu."
\#\#\#
Bila bicara soal kerugian, maka bukan hanya pihak hotel saja. Namun Galen pun juga. Esok paginya pemuda itu tidak bisa ikut belajar karena ia harus mengurutkan kaki kanannya ke tukang pijat. Syukurlah ada panitia yang mau mengantarnya.
Galen beralasan ia jatuh dari tangga saat ia hendak mengorder makanan di tengah malam, namun aslinya karena yang Galen tendang semalam adalah daerah kunci yang tentu sangat kuat, apalagi setelahnya ia masih harus berlari.
Setelah mendengar semua cerita itu dari Liam, rasa iba pun mendorong Kania untuk menemui Galen pada sore harinya. Kabarnya sih, kakak kelasnya itu sudah pulang.
Tok tok tok
Kania merapatkan bibirnya tepat di depan pintu kamar Galen. Batinnya terus berkata, semoga saja tidak menganggu. Tak lama setelahnya, pintu terbuka dan menampilkan seseorang yang langsung membuat Kania terdiam seketika.
"Kania?"
"Evan..." Kania reflek mundur beberapa langkah.
"Liam ada di-"
"Nggak. Nyari Bang Galen."
Evan terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia kembali masuk. "Bentar,"
Kania pun kembali menunggu di depan. Jantungnya berdebar hebat karena setiap melihat Evan kini, hanya ucapan Leona yang terbayang. Untung saja semalam Renatta tak banyak tanya.
Begitu melihat Kania yang dibopong ke kamarnya oleh Liam, Kania berada dalam kondisi lemah. Hal itu pun membuat Renatta berasumsi kalau Kania sakit.
"Oh, elo," ujar Gale yang tiba-tiba muncul di pintu dan membuyarkan lamunan Kania. "Ada apa?"
"Anu, Bang, soal yang kemarin malam..."
"Ohh, santai-santai." Galen melambaikan tangannya seolah semua tak apa. "Dari pada itu, ada yang mau gue omongin sama lo."
"Apa, Kak?"
"Sini dulu, cari yang sans. Gue mau gibah."
Kania terdiam seketika. Ah, dia tidak menyangka pemuda sedingin dan secuek Galen rupanya juga punya keahlian dalam bergibah. Gadis itu pun hanya mengangguk canggung sembari tersenyum tipis. Detik berikutnya, ia mengikuti Galen ke ruang tengah.
✩₊̣̇. To Be Continue