Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinding biru
" kalau kamu mau jalan-jalan ajak aja Shafa sebagai ganti nya." kata Zahra pada Aulia yang dari tadi mengeluh karena akan merasa kesepian di tinggal Zahra karena selama ini kedua nya sangat akrab satu sama lain.
" serius loh aku senang kamu mau pergi dan mau mengejar cita-cita mu, tapi bagaimana ini... Kita biasa Kemana mana berdua. "
kata Aulia menunggu Zahra yang sedang merapikan kopernya.
" apa iya... Bukan nya karena kamu akan mudah dapat izin kalau keluar nya sama aku." Zahra setengah mengejek, Aulia pun tertawa.
" tentu saja itu juga salah satunya."
keluarga Zahra dan aulia sudah akrab seperti mana keakraban mereka berdua, karena itu lah mereka akan memperbolehkan anak gadis mereka keluar asal tau keluar bersama siapa.
" Ra. Keluarga kamu sudah tau soal Wahyu dan kamu yang mendonorkan darah kamu ke dia?." tanya Aulia.
" Apa? Donor darah? " tiba-tiba Shafa datang dan ternyata mendengar perkataan Aulia.
" De... pelan kan suara mu." Zahra lekas menarik Shafa tak ingin yang lain tau.
" kakak mendonorkan darah ke laki-laki pengkhianat itu?." Shafa minta penjelasan.
Diantara yang paling tidak bisa me ma'af kan Wahyu dalam keluarga Zahra adalah adiknya sendiri yaitu Shafa karena dulu dia sudah mulai akrab dan senang ada orang yang bisa menjadi Kakak nya seperti saudara laki-laki nya Yusuf. Yusuf yang sudah lama tinggal diluar kota dan jarang sekali kumpul dengan Shafa membuat nya merindukan sosok seorang kakak laki-laki dan dia pikir nanti nya Wahyu bisa menjadi kakak nya.
" Shafa ... nggak boleh begitu." tegur Zahra.
" lho benar kan kak... Kenapa dibelain?."
" Nanti kalau sudah saatnya, akan kakak cerita kan semuanya. Tapi kakak minta tolong ya... Jangan sampai mama dan Abah tau, kakak mohon. " Zahra sangat berharap.
" kakak mohon ya de... Kakak nggak mau mama sama Abah makin banyak pikiran. Cukup kamu yang tau ya... kamu ngerti kan de maksud kakak."
" kali ini demi mama sama Abah, kakak mohon. "
Shafa pun ngambek dan keluar dari kamar Zahra.
" terserah Kakak saja, aku nggak mau peduli lagi..." ucapnya sambil melangkah kan kaki.
Zahra tidak bisa apa-apa dia biar kan adik nya itu keluar dengan rasa kecewanya karena dijelaskan pun seperti nya sulit untuk Shafa menerima alasannya.
" nanti biar aku yang bicara dengan Shafa, kamu tenang ya..." kata Aulia menawarkan diri.
" Makasih ya Aulia ... " Zahra merasa lega.
" maklum dia masih kecil, pola pikir dia masih dangkal."
" semoga dia gak nekat kasih tau Abah sama mama... Aku nggak mau memperpanjang masalah ini." Zahra harap-harap cemas.
Tentu saja ini bukan perkara remeh, jika orang tua nya tahu dia tidak tau respon orang tua nya seperti apa sebab dia tak memberi tahu keluarga nya lebih dahulu. Kalaupun dia memberi tahu dia tidak yakin respon keluarga nya akan baik-baik saja.
Seperti yang sudah dijadwalkan Zahra pun akan berangkat sendirian ke Surabaya dan nanti disana akan dijemput oleh Yusuf, di bandara Shafa masih terlihat kesal pada Zahra dan sedikit menjauhi nya. Syukur nya dia tidak menceritakan apa pun kepada kedua orang tua nya dan mereka mengira jutek nya Shafa karena sekal ditinggal Zahra dan membuat nya kesepian nanti di rumah.
Zahra pun berpamitan dengan kedua orang tua nya, Shafa dan juga aulia yang mengantarkan nya ke bandara. Walaupun Zahra hanya pergi keluar kota mereka cukup merasa sedih terlebih mereka tau apa yang sudah di lewati Zahra hingga sampai memutuskan ini semua.
...----------------...
Yusuf menjemput adiknya dan membawa nya langsung kerumah, Zahra yang memang sudah tau akan tinggal dengan kakak nya dulu untuk beberapa waktu tak lupa membawakan oleh oleh untuk kakak ipar dan keponakan nya.
" baru juga kemarin kakak dari sana harusnya nggak perlu repot-repot begini..." ujar Laila.
" nggak papa kak, ini juga sebagian titipan mama sama Abah untuk Alif. " kata Zahra.
Alif yang di berikan oleh-oleh makanan yang dia suka sewaktu di Banjarmasin pun terlihat senang sekali.
" Bilang apa ke Tante nya Alif..." tanya sang mama.
" makacih ante... " kata Alif masih berbelit.
" sama-sama... " sahut Zahra.
" Ra, kalau besok kamu nggak kecapean kita ketemu sama kyai Ghafur dulu ya." kata Yusuf memberi tahu.
" iya kak, jam berapa kak? biar aku bisa siap-siap. " tanya Zahra.
" Nanti sekalian pas kakak ngajar saja, Pagi sebelum jam delapan kita berangkat. "
Zahra mengangguk meng iya kan.
" kamu serius mau mondok lagi.?" tanya Laila.
" insya Allah kak kalau di perbolehkan. "
" pasti Abah sudah bicara dengan kyai kan." tanya Laila lagi.
" iya, sudah lewat telpon kak."
" Iya karena itu besok kita minta izin dulu ke kyai Ghafur, karena kan kamu bilang mau sambil kuliah kan. kemarin kakak sudah sempat bertanya pada beliau dan jawaban nanti kalau sudah bertemu dengan mu."
Zahra mengangguk tanda setuju.
" kita urus soal mondok dulu ya de... Soal kuliah nanti setelah semua selesai. Ini juga pertengahan semester jadi semua nya nanggung." saran Yusuf pada adik nya.
" Bagaimana baik nya saja kak aku ngikut saja." ujar Zahra lagi.
" kamu juga belum memutuskan mau kuliah dimana kan?" tanya Yusuf.
"iya kak, masih menimbang-nimbang."
" kalau begitu kamu istirahat dulu, pasti capek habis dari perjalanan." kata Laila.
" iya, kak." Zahra menurut.
Malamnya Zahra sedikit demi sedikit merapikan barang bawaan nya, memasukkan pakaian ke lamari dan barang-barang lain nya ketempat seharusnya. Selesai beberes dia pun merebahkan diri ke kasur dan menatap langit-langit kamar nya.
" semoga semua keputusan ku sudah benar."
Gumam Zahra dalam hati.
Mata nya pun memandang ke gorden jendela kamar yang ditempati nya sekarang yang berwarna biru muda.
" kenapa harus warna ini ... Tiba-tiba aku jadi membenci warna ini. " Zahra membalikkan badan nya.
Dia teringat bahwa warna gaun pengantin yang sempat akan dia kenakan di hari pernikahan nya adalah warna yang persis dengan warna gorden itu, warna yang di pilih Wahyu di kala itu.
Hati seseorang mana kita tau, Zahra yang terlihat sudah begitu tegar di mata orang sekitar nya, nyata nya masih memendam luka nya sendirian. Menangis tanpa air mata kecewa tanpa suara mungkin itulah yang dia rasakan sekarang, meski luka itu masih menganga dia mencoba untuk menutupi nya sendiri. Tidak ada yang boleh melihat dia lemah lagi, dia harus tegar. Entah karena kekuatan atau kepura-puraan dia tak peduli karena dengan begitu dia merasa bisa menjalani hidup lagi.