Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pedang Erasmo
Nyem!
Ekilah memasukan buah jeruk ke dalam mulutnya. Dia sekarang sedang menjelajahi ruang gelap sendirian.
Krak!
Oh, ternyata tidak. Orang-orang yang sempat Ekilah selamatkan tadi masih mengikuti perempuan itu dari belakang. Mereka memang takut dengan para hantu yang hendak menyerang tapi mereka jauh lebih takut dengan Ekilah.
Perempuan itu mampu membunuh para hantu tanpa menyentuhnya. Walau sebenarnya, Ekilah hanya mengaktifkan kekuatannya saja.
"Hei, tidak bisakah kau mengeluarkan kami dari tempat ini lebih dulu!" Salah satu warga bersuara.
"Aku sendiri tidak tahu kemana jalan keluarnya," timbal Ekilah santai.
Para warga pun terdiam. Mereka mengetahui banyak rumor buruk tentang para awakening yang kerap memperlakukan orang biasa dengan kasar sewaktu mereka berada di dalam ruang gelap.
Tap!
Ekilah menghentikan langkahnya, menyebabkan para warga sedikit gugup.
"Apa ada hantu kuat yang datang?"
"Mana aku tahu. Coba kau tanya sendiri padanya?"
"Kenapa harus aku? Kau sajalah!"
Tangan Ekilah terangkat, kode agar para warga diam. Perempuan berambut putih itu merasakan adanya sebuah lubang besar di bagian dalam ruang gelap.
"Ah, jadi begitu." Ekilah pun paham kenapa ruang gelap ini tidak hilang-hilang.
"Rumah hantu ini masih termasuk bagian luar ruang gelap, maka dari itu para awakening tidak tahu cara untuk menutupnya karena tidak ada satupun petunjuk," batin Ekilah.
Ketika Ekilah berniat meninggalkan para warga ia tiba-tiba teringat dengan nasihat sang ibu.
"Jangan lupa berbuat baik kepada orang lain, nanti siapa tahu ada yang memberimu ayam goreng gratis."
Ekilah pun menghela nafas panjang. Ia pun memancarkan energinya dalam batas dibawah normal agar ke seluruh rumah hantu untuk mencari awakening lain.
Ketemu.
"Kalian, kembalilah berjalan ke belakang sana, di pertigaan belok kanan, akan ada sekelompok awakening yang akan membantu kalian."
Selesai mengatakannya, Ekilah pun berlari menuju lokasi lubang besar.
Setibanya di tempat yang ia tuju, tanpa basa-basi Ekilah langsung melompat turun. Dia mulai khawatir sang ibu akan mencari dirinya.
Tap!
Ekilah mendarat dengan mulus. Samar-samar, dia bisa merasakan ada seseorang yang baru saja menggunakan kekuatannya di sana.
Kedua mata biru Ekilah memandangi corak pada dinding di kegelapan.
Perempuan itu menutup matanya, mencoba mengingat-ingat dongeng di sekitar sini yang sekiranya cocok dengan pesan tersirat di dinding.
"Ah, sekarang aku ingat. Kisah seorang kakak yang membenci sang adik."
Ekilah pun mengingat kembali sebuah dongeng pengantar tidur yang ibunya ceritakan dulu.
{Alkisah, hiduplah sebuah keluarga kecil yang diselimuti kebahagiaan. Pada awalnya sang ayah sangat mencintai putra sulungnya sebab dialah yang dipandang sebagai calon terkuat untuk mewarisi nama dan kehormatan keluarga.
Namun, kedua anaknya itu memiliki tabiat yang amat berlawanan. Sang kakak tumbuh menjadi seorang pemuda gagah perkasa, namun berhati dingin dan tak kenal belas kasih. Sedang adiknya, dikenal sebagai pemuda berbudi luhur dan penuh keramahan, yang membuat hati para kerabat lebih terpaut padanya.
Oleh desakan mereka, sang ayah pun dengan berat hati mengangkat si adik sebagai pewaris.
Rasa ketidakadilan pun merasuk di hati sang kakak, yang lantas mulai menyusun rencana licik untuk menyingkirkan adiknya. Namun, rencana itu sampai ke telinga ibunda mereka.
Dengan penuh kasih sayang, sang ibu memohon agar sang kaka tidak menyakiti adiknya sendiri. Namun, mata sang kakak sudah dibutakan oleh amarah dan dendam, sehingga dia mengabaikan semua nasihat ibunya.
Biarlah dia menjadi tiran yang dibenci dunia, asalkan keadilan yang diyakininya bisa terwujud.
Namun demikian, langkah sang kakak tak kunjung mulus. Kerabat yang setia pada adiknya terus menghalangi jalannya. Murka akan campur tangan mereka, si kakak akhirnya mengayunkan pedangnya dan menumpas mereka semua.
Hingga pada suatu hari, kedua saudara itu bertemu di sebuah kastil yang sunyi. Dengan tatapan penuh kebencian, sang kakak menghunus pedangnya, mengarahkannya tepat ke leher adiknya.
Namun, adiknya, dengan hati yang lembut, memilih untuk menyerahkan hak warisnya, asalkan sang kakak bersumpah untuk tidak lagi menumpahkan darah orang-orang tak bersalah.
Setelah itu, mereka berpisah, hidup terasing seolah tak pernah saling mengenal.
Melihat keretakan antara kedua putranya, sang ibu tak kuasa menahan tangis. Pikirannya terus bertanya-tanya, apa yang menjadi pangkal dari kehancuran kasih di antara mereka.
Apakah karena pilihan ayah yang berat sebelah?
Apakah karena campur tangan para kerabat?
Ataukah karena sifat keras hati si sulung sendiri?
Akhirnya sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya sambil menangis.
Sebelum dia pergi, dia menyuruh kakak untuk meminta maaf kepada adiknya, dan agar sang adik memaafkan kakaknya.
Namun, sang kakak tetap merasa tak bersalah.
Dipenuhi kebencian yang tak terobati, ia pun mendirikan sebuah prasasti, ucapan maaf yang dipenuhi kebencian, tertulis dengan hati yang enggan.}
Sungguh kisah yang membuat ngantuk.
Bagi Ekilah sendiri masalah dua bersaudara itu adalah karena campur tangan pihak ketiga. Tapi itu tidak penting untuk sekarang.
Dalam kisah tersebut hanya satu nama yang pernah disebutkan.
Erasmo. Nama dari pedang yang digunakan si sulung untuk membunuh para pengganggu.
"Kalau begitu pedang itulah yang harus aku cari untuk menghentikan ruang gelap ini."
Mencari sebuah benda yang tidak diketahui bentuknya di tempat asing akan memakan banyak waktu.
Ekilah menghela nafas panjang. "Padahal teknik ini belum aku sempurnakan." Dia bergumam sembari melangkah pelan ke salah satu lorong.
Tiap Ekilah melangkah, butiran energi berwarna biru keluar dari tubuhnya. Butiran-buritan itu mulai memecah diri menjadi lebih kecil, mungkin seukuran semut, dan itu terbang menjauh dari Ekilah.
Sementara Ekilah pergi ke sisi kanan, butiran energinya bergerak ke sisi kiri serta ke sela-sela dinding. Berkat itu, Ekilah mengetahui adanya beberapa lorong rahasia yang masih belum diketahui cara membuka serta sesuatu yang ada di sana.
Ekilah terus berjalan, ia mencoba mempercepat gerakan butiran-butiran energinya. Dalam waktu 10 menit, Ekilah mengetahui keberadaan Lonan, Odelia dan rekan mereka yang lain.
"Oh, rupanya awakening level emas itu kurang pandai merasakan energi."
Menit demi menit pun berjalan. Akhirnya Ekilah mengetahui jalur menuju ruangan yang terdapat sebuah pedang di dalamnya.
Segera, perempuan itu pun berlari menuju jalur yang sesuai berkat informasi dari butiran energinya.
Tes!
Di tengah jalan, tiba-tiba setetes darah keluar dari hidung Ekilah. Ini adalah efek ketika energi di dalam tubuh seseorang berkurang dalam jumlah banyak hingga energi yang tersisa kurang dari 30%.
Sret!
Ekilah langsung menyeka darah di hidungnya. "Ah, aku lupa kalo ada efek merepotkan seperti ini."
Butiran energi yang awalnya memenuhi sebagian besar kastil mulai bergerak kembali menuju Ekilah, kecuali yang berada di ruangan tempat ia tuju.
Dalam waktu 15 menit berlari, Ekilah pun tiba di depan pintu ruangan tersebut.
"Hah~" Perempuan itu mengelap keringat yang memenuhi wajahnya.
Kini Ekilah hanya perlu menunggu sisa energinya pulih kembali agar bisa menghadapi mahluk apapun yang kemungkinan akan menghalanginya mengambil pedang itu.
Biasanya, terdapat sosok yang akan menjadi bos di sebuah ruang gelap yang harus dikalahkan agar ruang gelap menghilang. Tapi tidak semua ruang gelap memiliki bos. Beberapa memiliki aturan tersendiri yang harus dituntaskan.
Grak! Graaaahk!
Ekilah mendorong pintu kayu yang bagian bawahnya mulai menyatu dengan tanah sehingga sulit digerakkan.
Pemandangan yang pertama Ekilah lihat adalah sebuah ruangan megah yang terbuat dari batu granit mahal. Walau terdapat kerusakan dan sarang laba-laba di beberapa sudut ruangan.
Sebuah pedang panjang dengan motif tumbuhan berwarna putih kebiruan terpajang di tengah-tengah ruangan.
"Wah, kalau pedang itu ditukar dengan bakso berapa banyak yang aku dapatkan?"
Salah satu efek ringan dari penggunaan energi berlebihan adalah membuat si pengguna jadi cepat lapar. Jadi, tak heran Ekilah mulai memikirkan tentang makanan.